Advertisement

Kenaikan Suku Bungan Acuan Tidak Cukup, Berikut Rekomendasi Pakar

Tim Bisnis Indonesia
Selasa, 22 Mei 2018 - 17:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Kenaikan Suku Bungan Acuan Tidak Cukup, Berikut Rekomendasi Pakar Ilustrasi uang rupiah - Reuters

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Sampai saat ini, rupiah masih mengalami pelemahan. Kondisi ini menunjukkan kebijakan penaikan suku bunga acuan tidak cukup efektif. Dibutuhkan strategi jitu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, agar mata uang Garuda kembali perkasa. Itulah topik headline koran induk Harian Jogja, Bisnis Indonesia edisi Selasa 22 Mei 2018. Berikut laporan selengkapnya. 

Kemarin, rupiah ditutup melemah 34 poin atau terdepresiasi Rp14.190 per dolar AS. Sepanjang tahun ini, rupiah telah terdepresiasi 4,7%. Adapun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,86% atau 49,46 poin ke level 5.733,83. 

Advertisement

Aksi jual bersih investor asing hingga kemarin masih terus berlanjut. Investor asing melakukan aksi jual sekitar Rp4,09 triliun sedangkan aksi beli Rp3,30 triliun, sehingga total net sell oleh investor asing mencapai Rp792,07 miliar. 

Bank Indonesia sebelumnya menaikkan suku bunga acuan 7 day repo rate (7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,50% dengan harapan dapat menekan aksi jual investor. Pada kenyataannya, langkah tersebut tidak cukup ampuh menahan dana asing keluar dari pasar keuangan. 

Eric Alexander Sugandi, ekonom Asian Development Bank Institute menilai penaikan tingkat suku bunga acuan baru-baru ini sekadar memberikan sinyal kepada pasar bahwa otoritas moneter bisa mengambil langkah menaikkan suku bunga. 

Penyesuaian suku bunga acuan, ujarnya, tetap harus dilakukan sehingga dampaknya ke pergerakan nilai tukar lebih terasa. “Cukup 50—75 bps kalau memang mau naik lagi, istilahnya buying time sampai eksternal membaik,” jelasnya, Senin (21/5). 

Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih sepakat langkah BI dalam menaikkan tingkat 7DRR masih harus dilanjutkan. “Pak Perry [Gubernur BI] akan masuk ke suatu kondisi yang dilematis. Kita tunggu saja formula lain yang akan mendorong dari sisi moneternya,” ujarnya. 

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM Tony Prasetiantono mengapresiasi langkah BI menaikkan suku bunga acuan. “Akan tetapi, bisa jadi ini masih belum cukup. Kemungkinan kenaikan ke level 4,75% masih sangat mungkin ditempuh.” 

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menyatakan langkah stabilisasi rupiah masih sama dengan yang telah disampaikan sebelumnya. Penerapan langkah-langkah yang lebih kuat sangat ditentukan oleh penilaian BI apakah dampak perkembangan eksternal sudah menimbulkan instabilitas pada perekonomian. 

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah memandang pelemahan nilai tukar rupiah masih terjadi karena spekulan global yang bermain di spot dolar AS. “Yang keluar adalah investor trader yang punya view jangka pendek, artinya more or less, [yang keluar itu hanya] hot money,” katanya. 

Adapun, investor dengan pandangan jangka pandang masih bertahan dan tetap percaya dengan fundamental ekonomi domestik. 

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pelemahan nilai tukar rupiah akan terus berlanjut hingga rapat Federal Open Market Committee pada Juni. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah sangat memukul pelaku usaha. 

Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia pun berharap pemerintah dan BI dapat berkoordinasi dalam menghentikan pelemahan nilai tukar rupiah yang kian dalam. “BI perlu ambil langkah strategis untuk mencegah capital out flow.” 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Viral Balon Udara Tiba-tiba Mendarat di Runway Bandara YIA

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 08:17 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement