Advertisement
Pelabelan Beras Sukar Direalisasikan di Jogja
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kebijakan Menteri Perdagangan mewajibkan pelaku usaha perberasan untuk membubuhkan label pada kemasan beras baik premium, medium, ataupun jenis khusus dianggap sukar dilakukan di Jogja. Kewajiban yang dituangkan dalam Permendag No.59/2018 Kewajiban Pencantuman Label Kemasan Beras dan diundangkan pada 25 Mei lalu mendapatkan protes di sana sini.
Advertisement
Salah satunya disampaikan Ketua Perpadi DIY Arif Yanuarianto. Meski Arif mengaku belum ada sosialisasi resmi di daerah, ia telah membaca klausul-klausul dalam Permen tersebut. Termasuk yang menyebutkan pengemas dan importir beras wajib memuat keterangan pada kemasan paling sedikit mengenai merek, jenis beras, persentase butir patah, dan derajat sosoh beras. "Selama ini memang sudah ada label tetapi biasanya cuma merek," katanya kepada Harian Jogja, Kamis (21/6).
Arif menyebut Permen tentang kewajiban pelabelan beras tersebut masih susah diterapkan, terutama di Jogja. Pasalnya ada beberapa pertimbangan dan persiapan yang harusnya dilakukan oleh pemerintah daerah. Di antaranya menentukan jenis beras masuk dalam kategori premium, medium, ataupun jenis khusus lainnya. Menurutnya harus ada badan khusus yang dikoordinasi pemerintah, baik dari dinas pertanian ataupun perdagangan yang menilai produksi beras. Dengan harapan tidak ada klaim sepihak apakah beras masuk dalam ketegori-kategori yang ada karena bisa jadi antara petani ataupun pengusaha belum menemukan takaran yang tepat untuk menentukannya.
"Kalau tidak ada lembaga penilai, bisa-bisa ada masalah yang menyusul selanjutnya. Misalnya di labeli premium tetapi konsumen merasakan sama dengan label medium yang lain. Ini harus diantisipasi dan persiapannya tidak sebentar," katanya.
Kendala lainnya, dari sekitar 600 pengusaha yang terdaftar dalam Perpadi DIY, 90% di antaranya masuk dalam ketegori pengusaha menengah ke bawah. Jika mereka masih dibebani kewajiban untuk memberi label, maka akan ada penambahan biaya produksi. Hal itu tentu akan memberatkan mereka. Arif menambahkan karena mayoritas masih pengusaha skala kecil, mereka belum punya alat untuk menakar kualitas beras ataupun menjadikan beras tersebut masuk dalam ketegori premium. Mayoritas beras yang beredar di Jogja masih masuk kategori medium sehingga pelabelan dianggap kurang aplikatif.
"Apalagi ada ketentuan pencantuman persentase pecahan dan derajat sosoh. Karena banyak pengusaha kecil mereka terkendala alat buat mengukur. Sedangkan pemerintah juga belum menyiapkan badan khusus untuk menilai," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Satgas Pemberantasan Keuangan Ilegal Blokir 585 Situs Pinjol Ilegal
- Melemahnya Rupiah Tidak Lantas Mendorong Naiknya Kunjungan Wisman ke DIY
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, Ini Opsi Bank Indonesia untuk Antisipasi
- Slot Perjalanan KA Yogyakarta-Gambir Ditambah, Ini Jadwalnya
- Transportasi Mudik 2024, Kereta Api Jadi Pilihan Utama
Advertisement
KPU Buka Layanan Konsultasi bagi Paslon Perseorangan di Pilkada Kota Jogja
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Masih Ada UKM di DIY yang Belum Bangkit Setelah Pandemi Usai
- Disnakertrans DIY: Kepatuhan Perusahaan Bayar THR Meningkat Tiga Tahun Terakhir
- Dampak Perang Iran Vs Israel, Harga Gandum dan Kedelai Terancam Naik
- Usai Libur Lebaran, Harga Cabai, Daging, Bawang Merah dan Gula Kompak Naik
- INNSiDE Yogyakarta Umumkan Pemenang Grand Prize Bu Iin
- Antisipasi Perang Iran Israel, Program Gas Murah Bakal Dilanjutkan
Advertisement
Advertisement