Advertisement

Jagung Surplus, Impor Mulus

Pandu Gumilar & Juli E.R.Manalu
Senin, 05 November 2018 - 15:10 WIB
Laila Rochmatin
Jagung Surplus, Impor Mulus Buruh tani memindahkan jagung ke dalam bak truk usai dipetik di area pertanian Desa Paron, Kediri, Jawa Timur, Senin (6/8/2018). - ANTARA/Prasetia Fauzani

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA -- Pemerintah akhirnya menyerah. Sempat bersikukuh bahwa pasokan jagung untuk pakan ternak dari dalam negeri masih surplus, impor rupanya tak juga bisa terelakkan.

Pada Jumat (2/11/2018), diadakan rapat koordinasi terbatas antara perwakilan dari Kemenko Perekonomian, Kementerian BUMN, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan yang menghasilkan kesepakatan kuota impor jagung 100.000 ton yang berlaku hingga Desember.

Advertisement

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan usulan impor jagung untuk kebutuhan peternak mandiri itu datang dari Kementerian Pertanian. "Jadi, jagung itu harganya kan naik. Padahal itu diperlukan dan Menteri Pertanian [Amran Sulaiman] mengusulkan ada impor," kata Darmin.

Kendati tidak menyebutkan waktu pasti kapan jagung impor tersebut ditargetkan untuk tiba di dalam negeri, dia mengatakan eksekusi perlu dilakukan secepat mungkin. Adapun, terkait negara asal jagung impor tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Perum Bulog yang ditugaskan melakukan impor.

Namun, Kementerian Pertanian bersikeras produksi jagung di dalam negeri tetap surplus sekitar 13 juta ton.

Sekretaris Jendral Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan sumber dari polemik ketersediaan jagung adalah distribusi dan pengelolaan pascapanen. "Kementan pastikan produksi jagung nasional 2018 tetap surplus, bahkan telah melakukan ekspor sebanyak 380.000 ton," tegasnya Sabtu, (4/11/2018).

Syukur menjelaskan situasi terkini tentang industri jagung adalah biaya logistik untuk mengirimkan jagung dari luar jawa ke Jawa lebih mahal dibandingkan dengan harus diekspor misalnya ke Filipina. Produksi jagung tersebar di seluruh Indonesia, sedangkan 77 dari 93 pabrik pakan ternak selaku konsumen utama masih terkonsentrasi di Jawa.

Syukur menjelaskan biaya tranportasi dari Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta ke Port Klang di Malaysia dengan volume 24 ton-27 ton dikenakan biaya sebesar US$1.750 atau setara dengan Rp27 juta. Biaya tersebut tersebut sudah termasuk semua pengurusan dokumen.

Padahal, pengiriman dari Tanjung Priok ke Tanjung Pandan di Bangka Belitung dengan mobil angkut bervolume 14 ton menelan biaya sekitar Rp33 juta belum termasuk biaya solar mobil dan biaya lainnya. Syukur mengatakan yang terjadi saat ini adalah ketimpangan sebaran produksi dan serapan.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto menambahkan impor jagung ini sifatnya hanya untuk jaga-jaga saja dengan volume maksimal 100.000 ton sampai dengan Desember. Artinya bisa saja realisasi impor kurang dari jumlah yang sudah ditetapkan.

"Sifatnya ini jaga-jaga dengan kuota maksimal 100.000 ton sesuai saran Menteri. Kami akan lihat efek terhadap jagung petani juga. Saat ini memang kondisi pasokan di Jawa berkurang untuk pemukiman perlu storage yang baik dan Pemda harus ambil peran karena kita tidak akan mampu cover."

Selain itu, Gatot menegaskan dengan impor ini bukan berarti tidak swasembada jagung. Produksi, lanjutnya, tidak berlangsung sepanjang tahun sementara kebutuhan terus merata yakni 1,5 juta ton per bulannya.

Lagipula impor jagung hanya diperuntukan bagi peternak rakyat dan produsen pakan mandiri yang terkonsentrasi di Jawa. Di Kendal, Jawa Tengah, dan Blitar, Jawa Timur, lanjutnya, harga jagung memang menyentuh angka Rp5.200/kg—Rp5.300/kg, tapi di luar Jawa seperti Medan harga jagung berkisar di antara Rp4.000/kg.

Artinya, populasi ayam di Jawa Timur ikut berkontribusi terhadap kenaikan harga karena produksinya tidak sebanding dengan kebutuhan.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) Sholahuddin menyayangkan keputusan tersebut. “Secara psikologis ini menjadi pukulan telak bagi petani. Apalagi kebijakan impor jagung ini diambil saat stok masih banyak. Secara langsung atau tidak langsung, saya khawatir kebijakan pemerintah ini akan menurunkan semangat petani.”

Lebih lanjut, Sholahuddin menyampaikan sebaran lokasi dan waktu tanam jagung bervariasi. Sebagian besar petani jagung di sentra produksi memasuki masa tanam.

Sementara itu, sejumlah lokasi di Jawa Timur, seperti Jember, Tuban, Kediri, Jombang, dan Mojokerto sekitar dua pekan mendatang justru akan melakukan panen. Hal tersebut sekaligus menepis anggapan bahwa kenaikan harga pakan ternak diakibatkan oleh produksi jagung yang menurun.

“Kalau ada yang menyebut impor perlu dilakukan karena stok menipis, kami bisa mentahkan itu. Saat ini pabrik pengering kami di Lamongan saja, masih ada stok 6.000 ton. Di Dompu juga masih stok banyak karena di sana masih ada panen.”

Sholahuddin menyayangkan kebijakan impor yang dikeluarkan sekarang kemungkinan baru akan terealisasi di bulan Januari. Momen itu bertabrakan dengan musim panen raya. “Impor ketika panen raya melanggar undang-undang karena impor ketika panen raya bisa menyebabkan harga anjlok.”

Harus Terserap

Di sisi lain, Gatot meminta Perum Bulog yang akan bertugas mendistribusikan jagung impor kepada peternak rakyat dan produsen pakan mandiri, berhati-hati. Pasalnya, belajar dari 2016 ketika perusahaan plat merah itu melakukan impor jagung untuk menstabilkan harga justru peternak dan pabrik pakan tidak ada yang menyerap. Alhasil, Perum Bulog merugi.

Maka dari itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Ketut Diarmita menambahkan supaya Perum Bulog tidak merugi kali ini para peternak, produsen pakan mandiri dan asosiasi akan dikumpulkan untuk menandatangani kerja sama di atas materai.

Ketut menyampaikan kekecewaanya pada 2016 karena peternak tidak menyerap jagung impor dan menuntut hal yang di luar kesepakatan. "Kami akan memberikan distribusi ke Bulog supaya tidak salah dan rugi. Sekarang ada perjanjian untuk menyerap," katanya.

Menurutnya secara nasional peternak hanya membutuhkan jagung 250.000 ton/bulan. "Berdasarkan hitungan jumlah itu [kuota impor 100.000 ton] cukup sampai Desember. Januari sudah panen raya jadi jangan sampai menganggu petani jagung," katanya.

Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman menilai keputusan ini merupakan sebuah langkah maju, namun sedikit terlambat. Pasalnya, jika diputuskan saat ini, impor jagung baru bisa terealisasi setidaknya dalam satu bulan ke depan yakni pada Desember atau bahkan Januari.

Selain itu, dibandingkan dengan kebutuhan yang ada, kuota impor itu tersebut masih cukup kecil sehingga tidak akan berdampak signifikan ke pasar. Dia menyebutkan kebutuhan jagung untuk pakan ternak per bulan bisa mencapai 850.000 ton per bulan, sedangkan khusus untuk peternak mandiri sekitar 200.000 per bulan.

Selain itu, keputusan impor diambil ketika sejumlah negara yang berpotensi menjadi pemasok seperti AS, Argentina, atau Brazil sudah akan memasuki musim gugur. Hal ini pulalah yang mengerek harga jagung di pasar internasional.

Dia bahkan memprediksi bahwa harga jagung berpotensi terus tinggi karena dalam dua bulan ke depan hingga Januari tidak akan ada panen jagung. “Target [impor] 50.000 ton-100.000 ton kemudian kita [diminta]turunkan harga jagung jadi Rp4.000 itu enggak masuk akal. Enggak mungkin terjadi.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Ganjar Tidak Mendapat Undangan Penetapan Presiden dan Wapres Terpilih 2024 Hari Ini

Sleman
| Rabu, 24 April 2024, 09:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement