Advertisement

Kredit Bermasalah BPRS Perlu Dikendalikan, Berikut Caranya

Kusnul Isti Qomah
Selasa, 29 Januari 2019 - 00:32 WIB
Mediani Dyah Natalia
Kredit Bermasalah BPRS Perlu Dikendalikan, Berikut Caranya Ilustrasi perbankan syariah. - Bisnis.com

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Stabilitas bisnis keuangan syariah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) perlu dijaga. Salah satu fokus yakni menjaga rasio pembiayaan bermasalah.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Untung Nugroho mengungkapkan rasio nonperforming loan (NPL) perbankan DIY jika dirinci NPL Bank Umum sebesar 3,37%, nonperforming financing (NPF) bak umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) sebesar 1,82%. Sementara, NPL BPR Konvensional sebesar 5,34% dan NPF BPRS mencapai 9,67%.

Advertisement

Menurutnya, besaran NPL BPR dan NPF BPRS ini perlu menjadi perhatian karena di atas threshold 5%, BPR dan BPRS hendaknya meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan menyusun action plan untuk penyelesaian kredit/pembiayaan bermasalah.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sukma Dwie Priardi mengatakan salah satu program kerja Asbisindo DIY yang akan disusun adalah penguatan terhadap bisnis bank syariah yang bertumbuh, sehat, dan sustain. "Termasuk di dalamnya adalah perbaikan kualitas pembiayaan," kata dia, Sabtu (26/1).

Ia menjelaskan arah ke penguatan perbaikan kualitas pembiayaan bank syariah akan di lakukan dengan beberapa hal seperti pertama, penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam hal analisa pemberian pembiayaan enyelesaian pembiayaan bermasalah.

"Kedua, sinergi dengan beberapa institusi misalnya pengadilan agama dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang [KPKNL]. Diharapkan penyelesaian pembiayaan yg dilakukan cara melalui eksekusi agunan menjadi lebih kuat dan cepat sesuai hukum yg berlaku. Hal ini akan dilakukan oleh Asbisindo pada 2019."

Sukma menjelaskan NPF BPRS di DIY yang tinggi akan ditelaah terlebih dahulu penyebabnya. Namun, NPF tinggi biasanya disebabkan tiga hal yakni pertama, sektor ekonominya yang memang fragile atau rentan default sehingga perlu refocusing, dengan membiayai sektor ekonomi yang menarik atau minimal netral. Kedua, karena kualitas analisis yang kurang kuat dan ketiga karena ada fraud. "Adapun untuk NPF di BPRS, asosisasi akan mendiskusikan apa yang menjadi rootcause-nya serta mendorong dan berkolaborasi utk percepatan penyelesaiannya," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

JJLS Disebut Rawan, Bupati Gunungkidul Minta Kelompok Jaga Warga Mengambil Peran

Gunungkidul
| Rabu, 24 April 2024, 18:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement