Advertisement
PHRI Targetkan Okupansi Rata-Rata 75%
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Perhimpulan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY menargetkan okupansi rata-rata 75% di tahun ini.
“Target 75 persen untuk tahun ini , pada 2019 kami sudah lumayan mendekati 70 persen rata-rata. Namun masih belum bisa merata di semua wilayah DIY,” kata Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, Jumat (17/1).
Advertisement
Menurut Deddy, ada sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian, sehingga benar-benar dapat maksimal mendorong kunjungan wisatawan atau meningkatkan okupansi. Mulai dari promosi destinasi, penambahan destinasi baru dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Tantangan terbesar adalah maraknya manajemen virtual hotel yang tidak berizin atau tidak sesuai peruntukan propertinya. Lalu harga tiket pesawat yang masih mahal, serta belum maksimalnya promosi pariwisata Indonesia,” katanya.
Pada masalah virtual hotel sendiri, Deddy mengatakan terakhir telah berkomunikasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja, dan akan menindak properti manajemen hotel virtual yang tidak sesuai peruntukannya dengan melihat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta akan terus meneliti pajaknya apakah sudah melakukan Wajib Pungut Pajak (WPP) ke konsumen atau belum. “Pemkot akan mengajak kami untuk membentuk pokja (kelompok kerja), tetapi Pemkot akan juga menelusuri hal itu terlebih dahulu. Kita ingin secepatnya itu terealisasikan [penanganan virtual hotel],” ujarnya.
Masalah harga tiket pesawat yang masih tinggi diharapkannya ada penurunan. Dengan begitu dapat mendongkrak kunjungan wisatawan. Selain juga promosi pariwisata perlu digarap sesuai arah pangsa pasar DIY yang potensial, dilakukan bersama-sama pemerintah dan pelaku wisata.
“Selain juga membuka pangsa pasar baru dengan catatan ada akses di DIY terutama wisman maka kita berharap yia nantinya juga bisa menambah penerbangan langsung dari negara-negara lain selain yang sudah ada seperti Malaysia, Singapura. Juga YIA menjadi tempat transit bisa menurunkan dan menaikkan penumpang,” ucapnya.
Perbedaan Tren
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY yang disampaikan Kepala BPS Heru Margono awal tahun ini dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, pada 2019 terjadi kecenderungan tingkat penghunian kamar hotel bintang yang sedikit berbeda. Pada 2019, TPK hotel bintang mengalami tren kenaikan sejak awal tahun hingga periode April. Sementara itu, pada Maret 2017 maupun Maret 2018 tingkat hunian kamar hotel bintang mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun demikian, kecenderungan yang sama terjadi pada Mei. TPK hotel berbintang mengalami penurunan dari April ke Mei pada tiga tahun terakhir, dengan penurunan paling signifikan terjadi pada 2019.
Setelah mengalami penurunan tajam pada Mei 2019, pada Juni 2019 terjadi kenaikan TPK hotel bintang yang cukup signifikan. Kenaikan kembali terjadi pada periode Juli 2019. TPK pada Juli 2019 tercatat pada angka tertinggi sejak tujuh bulan terakhir yaitu mencapai angka 67,86%. Penurunan TPK kembali terjadi pada Agustus 2019 menandai berakhirnya peak season periode ini, diikuti oleh penurunan TPK pada September 2019. TPK kembali merangkak naik pada Oktober dan November 2019 hingga mencapai angka 63,93%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
LITERASI KESEHATAN: Warga Lansia Diminta Bijak Memilih Jenis Olahraga
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- IHSG Ditutup Melemah, Ini Tanggapan BEI DIY
- Marvera Gunungkidul, Korban Penipuan Jadi Sumber Penghidupan
- Meraup Berkah dari Rumput Laut dan Tulang Ikan
- Hari Ini Harga Telur Ayam Terpantau Naik hingga Rp31 Ribu per Kilogram
- Per Maret 2024, APBN Surplus Rp8,1 Triliun
- Biaya Pembangunan IKN Mencapai Rp72,1 Triliun dari APBN
- UMKM DIY Bisa Manfaatkan Securities Crowdfunding Sebagai Alternatif Pendanaan Selain Perbankan
Advertisement
Advertisement