Advertisement

Industri Buzzer Terorganisir Dinilai Ancam Etika Ruang Digital

Newswire
Senin, 08 Desember 2025 - 19:27 WIB
Maya Herawati
Industri Buzzer Terorganisir Dinilai Ancam Etika Ruang Digital Ilustrasi Media Sosial / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Wakil Ketua Komisi I DPR Sukamta menilai aktivitas buzzer di Indonesia telah berkembang menjadi industri terorganisir yang memengaruhi etika ruang digital, sehingga membutuhkan penindakan lebih efektif.

"Kami melihat bahwa fenomena buzzer di Indonesia ini telah berevolusi dari yang dulunya aktivitas individual, terus menjadi industri yang terorganisir dan sering kali dioperasikan oleh biro-biro komunikasi atau suatu agensi," kata Sukamta dalam rapat kerja bersama Kemenkominfo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Advertisement

Sukamta mengungkapkan bahwa serangan terhadap lembaga legislatif di media sosial kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir, ditandai dengan berbagai tagar dan seruan yang menyerang DPR.

Menurutnya, serangan tersebut digerakkan oleh robot dan buzzer sehingga perlu ada upaya penegakan hukum secara kolaboratif antar lembaga dan menyeluruh hingga menjangkau pihak di balik aktivitas buzzer.

Sukamta menilai buzzer politik memiliki peran signifikan dalam menggiring opini di media sosial melalui penggunaan tagar di platform tertentu agar mencapai topik populer (trending topic) maupun lewat narasi serta konten foto dan video.

"Perkembangan industri buzzer ini menurut saya berkontribusi pada apa yang disebut sebagai pembusukan komunikasi politik, di mana narasi kebencian, hoaks, disinformasi diproduksi secara masif dengan target dan tujuan tertentu," jelasnya.

Persoalan buzzer dinilai bukan sebatas masalah etika di ruang digital, melainkan juga menyangkut kepentingan elite politik tertentu atau kepentingan komersial.

Menurut Sukamta, meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disusun untuk mengatur lalu lintas informasi di ruang digital, dalam praktiknya aturan tersebut kerap bergantung pada mekanisme delik aduan.

Ketergantungan ini disebut membuat penindakan terhadap buzzer yang beroperasi secara terorganisir dan massal menjadi tidak efektif.

Dia pun mendorong agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang ITE, agar konten dari buzzer yang berpotensi memicu kerusuhan dapat ditindak tanpa harus melalui delik aduan.

Dalam kondisi tertentu yang sudah mengarah pada situasi darurat, proses penegakan hukum tidak bisa terus menunggu proses birokrasi yang panjang, termasuk menunggu adanya laporan untuk dapat menurunkan konten yang bersifat provokatif.

“Saya kira penting untuk kita pikirkan apakah di Undang-Undang ITE, khusus untuk hal yang terkait dengan aktivitas buzzing yang destruktif dan terorganisir, itu bisa dilakukan penindakan yang dikecualikan dari delik aduan,” ucapnya.
Pernyataan Sukamta menegaskan perlunya penguatan penegakan hukum di ruang digital untuk merespons perkembangan industri buzzer terorganisir yang dinilai mengancam kesehatan komunikasi publik.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Baciro Perkuat Pengolahan Sampah Berbasis Warga lewat Mas Jos

Baciro Perkuat Pengolahan Sampah Berbasis Warga lewat Mas Jos

Jogja
| Senin, 08 Desember 2025, 19:47 WIB

Advertisement

Wisata Petik Melon Gaden Diserbu Pengunjung saat Panen Perdana

Wisata Petik Melon Gaden Diserbu Pengunjung saat Panen Perdana

Wisata
| Minggu, 07 Desember 2025, 12:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement