Advertisement
KURS RUPIAH : Dolar Masih Tinggi, Ini Strategi Perajin Tahu
Advertisement
Kurs rupiah yang masih lemah mengakibatkan biaya produksi pembuatan tahu melambung.
Harianjogja.com, BANTUL-Dari sekian banyak sektor bisnis, perajin tahu menjadi objek paling terdampak dari melemahnya rupiah.
Advertisement
Heri Santosa, salah satu perajin tahu di Dusun Ngoto, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Bantul mengatakan sejak rupiah menembus angka Rp13.000 per dolar AS, ia harus putar otak agar usahanya tetap berjalan. Sebab, sejak usahanya berdiri 1998 ia mengimpor bahan baku kedelai dari Amerika. Sebelum rupiah melemah, harga kedelai Rp8.000 namun saat ini mencapai Rp8.500 per kilogram.
“Daya jual turun. Ya kira-kira sampai 20%. Pelanggan yang biasa minta 15 plastik sekarang cuma 10 aja,” kata Heri saat ditemui di rumahnya.
Di sisi lain ia tak berani menaikkan harga tahu karena pasti tidak laku.
“Dua cara yang saya lakukan. Pertama, ukurannya [tahu] dikecilin. Biasanya potongannya [satu cetakan tahu] 10x10 sekarang 11x11. Kedua, dikurangi timbangannya. Biasanya sekali masak delapan kilo sekarang 7,5,” ungkapnya.
Anggota Paguyuban Perajin Tahu Agawe Makmur Ngoto ini memang tidak berani menaikkan harga. Masih sama dengan sebelumnya, satu plastik isi 10 biji ukuran sedang ia jual Rp5.000 sedangkan ukuran kecil Rp3.000.
“Harga dan jumlah tetap sama. Hanya ya itu tadi, standar ukurannya dikecilin. Gitu aja pelanggan sudah pada komplain, apalagi kalau harga saya naikin,” tandasnya.
Mau tidak mau, pihaknya harus bertahan dengan kedelai impor. Pasalnya jika bahan baku tahu diganti dengan kedelai lokal, tidak ada stok banyak di Indonesia. Terlebih kualitasnya lebih rendah dibandingkan kedelai impor.
Mengurangi ukuran tahu menjadi pilihan Sukomaryanto, salah satu perajin tahu di Dusun Kaliwiru, Desa Tuksono, Sentolo agar usahanya tetap bertahan. Sukomaryanto mengaku terpaksa mengambil jalan tersebut. Pasalnya, perajin tidak dapat menaikkan harga, karena tahu yang dijual ke pasar tidak akan laku. Selain itu, jika kenaikan kedelai mencapai harga Rp9.000 per kilogramnya, puluhan perajin di beberapa dusun di Desa Tuksono terancam gulung tikar. Dia mengatakan, di Dusun Kaliwiru saja ada lebih dari 50 perajin tahu.
“Waktu harga kedelai naik sampai Rp9.000, banyak yang tutup. Ini baru banyak yang mulai bangkit, kalau sampai naik lagi harganya, kemungkinan bisa benar-benar banyak yang tutup,” ungkap Sukomaryanto.
Ironisnya, kenaikan nilai kurs dolar terhadap rupiah tidak memengaruhi produk lokal asal Kulonprogo yang
menembus pasar ekspor. Salah satu komoditas unggulan kabupaten ini yakni gula semut organik yang diproduksi Koperasi Jatirogo. Pasar utama dari produk ini adalah Amerika Serikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
- Satgas Pemberantasan Keuangan Ilegal Blokir 585 Situs Pinjol Ilegal
- Melemahnya Rupiah Tidak Lantas Mendorong Naiknya Kunjungan Wisman ke DIY
Advertisement
Alert! Stok Darah di DIY Menipis, PMI Dorong Instansi Gelar Donor Darah
Advertisement
Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia
Advertisement
Berita Populer
- PT KAI Sebut KA Joglosemarkerto Jadi Favorit saat Libur Lebaran
- Nilai Tukar Rupiah Remuk, Ini Langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Selamatkan Ekonomi
- Menparekraf: Pulau Bali Belum Overtourism tapi Bali Selatan Terlihat Padat
- Mark Zuckerberg Jadi Orang Terkaya Ke-3 di Dunia, Kalahkan Elon Musk
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
- OJK Klaim Ketahanan Perbankan Terjaga di Tengah Pelemahan Rupiah
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
Advertisement
Advertisement