Advertisement
Pengamat: Kenaikan PPN Idealnya Diterapkan Setelah Daya Beli Masyarakat Stabil
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan rencana penambahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% idealnya baru bisa diterapkan jika kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil.
Esther mengatakan rencana kenaikan tarif PPN sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajalan (HPP) menjadi 12% dari yang sebelumnya 11% jangan sampai mendistorsi faktor-faktor pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB). "Menurut Teori Laffer, ekonomi tumbuh dulu baru tax revenue akan meningkat. Bukan tarif pajak dinaikkan maka ekonomi tumbuh," kata Esther.
Advertisement
Menurut Esther, rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025 perlu dikaji dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan prospek ekonomi domestik.
Jika setelah ditimbang, terdapat kesimpulan bahwa kenaikan PPN dirasa kurang tepat, maka pemerintah perlu realistis untuk menunda kenaikan tarif PPN tersebut. "Intinya political will dan itu bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah," katanya.
Menurut dia, pemerintah dapat mengkaji pengalaman Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berimbas pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun kembali menurunkan tarif PPN tersebut. "Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkan kembali tarif PPN seperti semula," ujarnya.
Diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% mulai tahun depan. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang No. 7/2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Tarif PPN 12% telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yang telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR. Apabila akan melakukan perubahan tarif PPN dalam UU APBN, maka mekanismenya adalah melalui pembahasan RAPBN Penyesuaian/Perubahan.
Adapun UU HPP merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR yang ditetapkan pada masa pandemi Covid-19.
Pemerintah menaikkan tarif PPN utamanya untuk barang mewah yang merupakan konsumsi masyarakat kalangan atas, serta dalam waktu bersamaan pemerintah juga menetapkan kebijakan afirmatif pajak nol persen untuk sejumlah bahan pokok menjadi konsumsi kalangan masyarakat lainnya.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan, pengaruh kenaikan tarif PPN terhadap harga barang dan jasa hanya sebesar 0,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Gowes Tak Lagi Booming, Bisnis Sewa Sepeda di JJLS Bantul Milik Pria Ini Tetap Moncer
- Daya Beli Melemah, LPS Sebut Simpanan Warga di Bank Terancam Tergerus
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 Desember 2024 Stagnan, Termurah Rp810.000
- Harga Emas Antam Hari Ini 17 Desember Naik Jadi Rp1.520.000 per Gram
- Libur Natal dan Tahun Baru, AirAsia Siapkan 554.000 Kursi
Advertisement
Top Ten News Harianjogja.com, Kamis 26 Desember 2024, Yasonna Laoly Dicegah KPK, Lonjakan Wisatawan, Kecelakaan Pesawat
Advertisement
Waterboom Jogja Kebanjiran Pengunjung di Libur Natal, Wahana Baru Jadi Daya Tarik
Advertisement
Berita Populer
- Catat! Jadwal Lengkap Rapat Dewan Gubernur BI Sepanjang 2025
- Grand Senyum Hotel Sambut Natal dengan Winter Wonderland
- Pasokan Ikan hingga Tahun Baru Dipastikan Aman dan Harga Stabil
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Belum Jelas, Ini Kata AHY
- PPN 12 Persen Disebut Cak Imin Tidak Menyasar Sektor Pariwisata
- Gowes Tak Lagi Booming, Bisnis Sewa Sepeda di JJLS Bantul Milik Pria Ini Tetap Moncer
- Pengamat: Kenaikan PPN Idealnya Diterapkan Setelah Daya Beli Masyarakat Stabil
Advertisement
Advertisement