Advertisement

Fenomena Deflasi Pertama Indonesia Sejak 25 Tahun

Sirojul Khafid
Minggu, 23 Maret 2025 - 07:47 WIB
Sunartono
Fenomena Deflasi Pertama Indonesia Sejak 25 Tahun Inflasi / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Deflasi tahunan Indonesia pada Februari 2025 sebesar 0,09% year-on-year (yoy). Deflasi tahunan ini merupakan yang pertama kali sejak terakhir tercatat pada Maret 2000.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan BPS terakhir kali mencatat deflasi yoy pernah terjadi pada bulan Maret 2000. Kala itu, deflasi sebesar 1,10%. "Di mana deflasi itu disumbang didominasi oleh kelompok bahan makanan,” kata Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Senin (3/3/2025) dikutip dari Antara.

Advertisement

Sementara itu, ia mengatakan bahwa deflasi pada Februari 2025 sebagian besar dipengaruhi oleh diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pemakaian Januari dan Februari 2025 bagi pelanggan PLN dengan daya listrik 2.200 volt ampere (VA) atau lebih rendah yang termasuk dalam komponen harga diatur pemerintah.

Ia menuturkan bahwa komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 9,02% yoy, sehingga memberikan andil atau kontribusi terhadap nilai deflasi tahunan sebesar 1,77%. Sedangkan dua komponen lainnya, yakni komponen inti dan komponen bergejolak (volatile), masih mengalami inflasi secara tahunan.

BACA JUGA: Bantah Daya Beli Masyarakat Lesu, Sri Mulyani Sebut Deflasi karena Bantuan Pemerintah

Amalia menyatakan bahwa komponen inti masih mengalami inflasi sebesar 2,48% yoy, sehingga walaupun secara keseluruhan ekonomi Indonesia mengalami deflasi, tapi daya beli masyarakat masih relatif terjaga. “Biasanya daya beli itu dikaitkannya dengan komponen inti. Komponen inti ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil (kontribusi) terhadap (nilai) inflasi (tahunan) sebesar 1,58%,” katanya.

Ia mengatakan bahwa sejumlah komoditas pangan dan tembakau juga masih mengalami inflasi secara tahunan, seperti cabai rawit, bawang putih, kangkung, bawang merah, ikan segar, minyak goreng, kopi bubuk, sigaret kretek tangan (SKT), dan sigaret kretek mesin (SKM), sehingga menyebabkan inflasi pada komponen harga bergejolak.
“Komponen harga bergejolak mengalami inflasi (tahunan) sebesar 0,56% (yoy) dengan andil (kontribusi terhadap nilai) inflasi (tahunan) hanya sebesar 0,10%,” tuturnya.

Amalia menyampaikan bahwa pada Februari 2025 terjadi deflasi secara bulanan sebesar 0,48% month-to-month (mtm), dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,99 pada Januari 2025 menjadi 105,48 pada Februari 2025.
“Secara year-on-year (tahunan) juga terjadi deflasi sebesar 0,09% dan secara tahun kalender (year-to-date/ytd) mengalami deflasi sebesar 1,24%,” kata Amalia.

Sementara itu, tiga subkelompok komoditas lainnya dalam kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mengalami inflasi secara tahunan pada Februari 2025. Subkelompok sewa dan kontrak rumah mengalami inflasi sebesar 0,90% yoy, subkelompok pemeliharaan, perbaikan, dan keamanan tempat tinggal/perumahan sebesar 1% yoy, serta subkelompok penyediaan air dan layanan perumahan lainnya sebesar 8,49% yoy.

Sedangkan komoditas yang dominan memberikan andil inflasi secara tahunan, yaitu tarif air minum Perusahaan Air Minum (PAM) sebesar 0,14%, sewa rumah sebesar 0,04%, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,03%. Amalia menyampaikan bahwa inflasi tersebut terjadi karena adanya penerapan tarif baru oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di sejumlah daerah serta penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi oleh Pertamina.

“PDAM menerapkan tarif baru mulai Januari 2025 yang tagihannya dibayar mulai Februari 2025. Misalnya pada PAM JAYA di Jakarta. Selanjutnya, Pertamina kembali melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi pada Februari 2025, yaitu terjadi kenaikan pada rentang 2-8% berdasarkan jenis BBM,” katanya.

Papua Barat dengan Deflasi Terdalam

Papua Barat merupakan provinsi dengan deflasi tahunan terdalam pada Februari 2025. Angkanya mencapai 1,98% year-on-year (yoy). Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan penyebab deflasi lantaran adanya penyesuaian harga komoditas.

“Papua Barat selama ini mengalami kenaikan inflasi yang cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir, kemudian ada penyesuaian harga (sehingga terjadi deflasi),” ujar Amalia, awal bulan ini, dikutip dari Antara.

Ia mengatakan bahwa sejumlah komoditas utama yang memberikan andil terbesar terhadap deflasi di provinsi tersebut adalah ikan tenggiri dan cabai rawit. Amalia menyampaikan bahwa secara tahunan 22 provinsi mengalami deflasi dan 16 provinsi lainnya mengalami inflasi pada Februari 2025.

Deflasi tahunan terdalam terjadi di Papua Barat sebesar 1,98% yoy, lanjut Amalia, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 103,98. Deflasi tahunan terendah juga terjadi di Nusa Tenggara Barat sebesar 0,01% yoy dengan IHK sebesar 105,81.

Sementara inflasi tahunan tertinggi terjadi di Papua Pegunungan sebesar 7,99% yoy dengan IHK sebesar 115,17 dan inflasi tahunan terendah terjadi di Kalimantan Barat sebesar 0,04% yoy dengan IHK sebesar 105,53. “Selanjutnya, jika dilihat sebaran inflasi bulanan menurut wilayah, sebanyak 33 provinsi mengalami deflasi sedangkan lima lainnya mengalami inflasi,” katanya.

Ia menuturkan bahwa deflasi bulanan terdalam terjadi di Papua Barat sebesar 1,41% month-to-month (mtm), sementara inflasi bulanan tertinggi terjadi di Papua Pegunungan sebesar 2,78% mtm.

“Untuk Papua Pegunungan, tentunya kita tahu kondisi geografis (yang sulit) di Papua Pegunungan yang memang karena kondisi geografis itulah kemudian beberapa harga komoditas mengalami inflasi biasanya karena faktor geografis kalau di sana kesulitan untuk menjangkau daerah-daerah di Papua Pegunungan,” kata Amalia.

BPS mencatat bahwa secara nasional, pada Februari 2025 terjadi deflasi secara bulanan sebesar 0,48% mtm, dengan penurunan IHK dari 105,99 pada Januari 2025 menjadi 105,48 pada Februari 2025. Deflasi juga terjadi secara tahunan sebesar 0,09% yoy dan secara tahun kalender sebesar 1,24% year-to-date (ytd).

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Ribka Haluk, mengatakan kementeriannya akan turun langsung untuk meninjau kondisi di lapangan guna mencari faktor penyebab tingginya inflasi di Provinsi Papua Pegunungan.
“Untuk mengatasi hal ini, saya sendiri akan untuk turun langsung meninjau apa yang sedang terjadi di Papua Pegunungan yang membuat inflasi di sana menjadi tinggi,” kata Ribka. dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/3/2025).

Ia menyoroti peran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Pegunungan dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayawijaya dalam mengendalikan inflasi di wilayah tersebut, terutama mengingat masyarakat akan segera merayakan hari raya Idul Fitri.

“Inflasi yang tinggi ini sangat disayangkan, apalagi masyarakat kita umat muslim akan merayakan hari raya. Apakah pemerintah daerah, khususnya Pemprov Papua Pegunungan dan Pemkab Jayawijaya tidak dapat mengatasi inflasi yang terjadi ini,” katanya.

Lebih lanjut, Ribka mengatakan bahwa inflasi di Papua Pegunungan menjadi perhatian khusus pemerintah pusat. Ia meminta pemerintah daerah (pemda) setempat untuk aktif melakukan pemantauan serta mengidentifikasi faktor utama yang menyebabkan kenaikan harga.

“Ini menjadi perhatian khusus. Saya minta untuk pemerintah daerah setempat dapat mencari faktor-faktor apa saja yang menyebabkan angka inflasi di sana bisa tinggi,” kata Ribka.

Sebagai langkah konkret, Ribka akan memanggil Pemprov Papua Pegunungan, Pemkab Jayawijaya, serta pihak-pihak terkait lainnya untuk membahas langkah strategis dalam mengendalikan inflasi di wilayah tersebut. “Akan kita panggil untuk melaporkan apa yang terjadi dan kemudian bersama-sama kita mencari solusi dalam menekan angka inflasi agar dapat turun,” katanya.

BACA JUGA: Kota Jogja Deflasi pada Januari 2025, Kali Pertama dalam Tiga Tahun

Berdasarkan hasil Rakor Pengendalian Inflasi Daerah, diketahui bahwa 22 provinsi di Indonesia mengalami deflasi, sedangkan 16 provinsi mengalami inflasi. Deflasi terdalam secara YoY terjadi di Provinsi Papua Barat dengan angka sebesar -1,98%. Sementara itu, inflasi tertinggi secara YoY terjadi di Provinsi Papua Pegunungan dengan angka 7,99%.

Prediksi Ekonom Ini Hanya Sementara

Tahun ini, ada prediksi bahwa tingkat inflasi Indonesia bakal berada pada level 2,38%. Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memprediksi angka tersebut setelah mempertimbangkan tingkat deflasi 0,09% (year-on-year/yoy) pada Februari 2025.

Berdasarkan keterangan Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi secara tahunan itu merupakan yang pertama sejak Maret 2000. Kendati begitu, Asmo berpendapat deflasi yang terjadi pada Februari, baik secara tahunan maupun bulanan (0,48% month-to-month/mtm), sebagian besar disebabkan oleh faktor sementara, bukan perubahan mendasar dalam dinamika harga.

“Intervensi pemerintah, seperti diskon tarif listrik 50% dan pengendalian harga pangan, telah berhasil menekan inflasi. Namun, ketika kebijakan-kebijakan ini mulai berkurang, ada kemungkinan tekanan harga akan kembali muncul dalam beberapa bulan mendatang,” kata Asmo, Senin (3/3/2025) dikutip dari Antara.

Meski harga yang diatur mengalami penurunan yang tajam, inflasi inti tetap menunjukkan tren peningkatan. Menurutnya, perkembangan ini menunjukkan masih ada tekanan harga global, terutama karena depresiasi rupiah dan kenaikan harga emas.

Fluktuasi harga pangan yang sempat mereda diperkirakan akan stabil pada kuartal I-2025 berkat pasokan beras yang melimpah. “Namun, jika terjadi gangguan dalam rantai pasokan atau cuaca buruk, harga pangan bisa kembali terpengaruh,” katanya.

Menjelang perayaan Idul Fitri, pemerintah juga telah mengumumkan beberapa langkah untuk menurunkan biaya transportasi, seperti memberikan diskon 20% untuk tarif tol dan mengurangi 13-14% harga tiket pesawat domestik.
Desain program itu dirancang untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong konsumsi masyarakat.

Maka, kata Asmo, pemantauan terhadap dampak program itu menjadi penting, terutama terhadap inflasi secara keseluruhan. Ke depan, ekonom Bank Mandiri ini optimistis inflasi akan pulih secara bertahap menuju target Bank Indonesia (BI), yakni 2,5 plus minus 1%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Penyerapan Gabah Milik Petani Gunungkidul Telah Melampaui Target

Gunungkidul
| Selasa, 25 Maret 2025, 17:47 WIB

Advertisement

alt

Taman Wisata Candi Siapkan Atraksi Menarik Selama Liburan Lebaran 2025, Catat Tanggalnya

Wisata
| Sabtu, 22 Maret 2025, 16:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement