Advertisement
Ekonom UGM Dukung Pajak Media Sosial, Ini Alasannya..

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA— Ekonom Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Rijadh Djatu Winardi mengatakan rencana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menarik pajak atas penghasilan dari media sosial sudah tepat.
Menurutnya, pajak dari media sosial ini sejalan dengan dengan prinsip keadilan pajak karena yang menjadi objek pajak bukan aktivitas menggunakan media sosialnya, tapi penghasilan yang diperoleh dari pemanfaatan media sosial itu sendiri.
Sehingga masyarakat umum yang hanya menggunakan media sosial untuk komunikasi tidak terdampak. Fokusnya adalah pada para kreator konten, influencer, hingga perusahaan digital yang memperoleh tambahan kemampuan ekonomis lewat platform sosial media.
Advertisement
BACA JUGA: Banyak Hajatan Warga, Pembayaran PBB di Kulonprogo Baru Mencapai 54 Persen
Dia berpandangan sumber penghasilan di ekosistem digital saat ini sangat beragam. Misalnya, kreator bisa mendapat pemasukan dari monetisasi platform seperti YouTube atau TikTok, menerima bayaran untuk endorsement, affiliate marketing, penjualan merchandise, atau bahkan produk digital.
Secara prinsip semua itu termasuk penghasilan yang diperoleh wajib pajak. Ada juga penghasilan non-tunai seperti barang atau fasilitas yang diberikan sebagai imbalan promosi. Menurutnya ada banyak kemungkinan potensi penghasilan dari sosial media.
"Menurut saya, langkah DJP untuk mengenakan pajak atas penghasilan dari sosial media sudah tepat," ucapnya, Sabtu (19/7/2025).
Ia berpandangan, dari sisi keadilan kalau penghasilan konvensional seperti gaji atau honorarium sudah dikenai pajak, maka sudah seharusnya penghasilan dari sosial media diperlakukan sama. Ini juga penting untuk menciptakan level playing field antara pelaku usaha konvensional dan digital.
"Misalnya perusahaan digital asing yang memperoleh pendapatan signifikan di Indonesia pun tidak boleh luput dari kewajiban pajak ini," jelasnya.
Terkait potensi pendapatan, dia mencontohkan misalnya ambil dari satu platform yakni instagram dan satu sumber income yakni endorsement. Berdasarkan laporan We Are Social dan Meltwater tahun 2024, Indonesia berada di posisi keempat sebagai negara dengan pengguna Instagram terbesar di dunia sebanyak 102,15 juta pengguna. Dari angka ini, banyak di antaranya yang memanfaatkan platform sosial media untuk memperoleh penghasilan.
Kemudian dia mengambil contoh kasar misalnya ada 1 juta pengguna yang termasuk kategori mid-tier influencer, yaitu yang punya followers antara 10.000-100.000. Ambil saja rata-rata tarif endorse kelompok ini sekitar Rp500.000- Rp2,5 juta per postingan. Kalau diasumsikan setiap influencer ini hanya mendapat dua postingan berbayar per bulan atau sekitar 24 postingan per tahun, total penghasilannya bisa mencapai sekitar Rp36 triliun rupiah setahun.
Lebih lanjut dia menjelaskan dengan tarif pajak efektif 5% setelah dikurangi biaya-biaya yang sah, potensi penerimaan pajak dari kelompok ini saja kurang lebih Rp1,8 triliun per tahun. Belum dari sumber income lain dan juga dari kelompok influencer dan konten kreator lainnya.
"Saya tidak bisa memberikan angka akurat karena memang ada banyak variabel yang harus dipertimbangkan. Misalnya, tarif untuk story, image feed, atau video feed bisa berbeda-beda," jelasnya.
Menurutnya, setiap platform sosial media pun memiliki rate card yang bervariasi, antara Instagram, TikTok, atau YouTube tidak sama. Belum lagi harga endorse selebgram atau influencer dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jumlah followers, engagement rate, niche, dan kualitas konten.
"Jadi kalau dilihat, potensi sumber penghasilan dari sosial media ini sangat besar dan sangat layak untuk dioptimalkan oleh pemerintah," lanjutnya.
Pajak Sosial Media di Negara Lain
Rijadh Djatu menyampaikan beberapa negara lain seperti Inggris dan Australia sudah lebih dulu menerapkan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari sosial media. Di Indonesia sebenarnya aturan dasarnya juga sudah ada.
Prinsipnya sederhana, siapapun yang mendapatkan penghasilan, apapun profesinya, selama memenuhi ketentuan perpajakan di Indonesia, maka wajib membayar pajak penghasilan. Misalnya influencer dan konten creator dapat diperlakukan sebagai pekerja bebas sama seperti pekerja seni.
Atau bisa juga sebagai karyawan di jasa agensi. Sehingga influencer atau content creator dikategorikan sebagai Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi yang berkewajiban untuk melaporkan dan membayar Pajak Penghasilan (PPh). Selain itu, misalnya influencer dan konten creator bisa juga membentuk badan seperti PT.
Ia mengatakan di Inggris dan Australia, sudah ada semacam panduan perpajakan bagi influencer dan konten creator. Misalnya jenis income apa saja yang perlu dilaporkan, apa saja biaya yang bisa dikurangkan, bagaimana jika dia seorang tech reviewer cara melaporkan nilai gawai yang dia peroleh, dan sebagainya.
Mengingat potensi yang besar belum teroptimalkan, menurutnya pemerintah perlu menyiapkan panduan spesifik, edukasi, dan sosialisasi untuk pajak penghasilan sosial media ini.
Melansir dari JIBI/Bisnis.com, Kementerian Keuangan berencana melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak pada tahun depan, salah satunya dengan menggali potensi pajak dari media sosial. Wacana penggalian potensi penerimaan pajak dari media sosial ini disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (14/7/2025).
Dalam rapat ini Kementerian Keuangan memaparkan rencana kerja dan anggaran 2026 ke DPR. Potensi penggalian pajak dari media sosial sendiri termasuk dalam perumusan kebijakan administrasi Kemenkeu pada tahun depan.
"Mengenai output [keluaran] perumusan kebijakan di sisi administrasi, pertama penggalian potensi melalui data analytic [analisis data] maupun media sosial," ungkapnya. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ekonom UGM Dukung Pajak Media Sosial, Ini Alasannya..
- Masuk Indonesia, Minuman Beralkohol dan Daging Babi Asal Amerika Serikat Tetap Kena Tarif Impor
- Ribut-Ribut Beras Oplosan, Kemendag Minta Produsen Tarik Beras dari Peredaran
- 10 Besar Produk Ekspor Nonmigas AS ke Indonesia yang Kini Dipatok Tarif 0 Persen
- Harga Emas Galeri24 dan UBS di Pegadaian Hari Ini, Mulai Rp996.000
Advertisement

Jadwal KRL Solo-Jogja Hari Ini Minggu 20 Juli 2025: Dari Stasiun Palur, Jebres, Balapan, Purwosari hingga Ceper Klaten
Advertisement

Agenda Wisata di Jogja 19-31 Juli 2025, dari Pertamax Turbo Drag Fest 2025, Gamelan Festival, KAI Bandara Night Fun Run hingga Tour De Merapi
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Galeri24 di Pegadaian Turun Tipis Hari Ini (19/7/2025)
- Bertani di Kota, BRI Dukung Peran Perempuan pada Ekonomi dan Kesehatan Keluarga
- Smester Pertama 2025, KAI Daop 6 Jogja Angkut Barang 181.678 Ton, Tumbuh 5 Persen
- Ekonom Berharap Penurunan BI Rate Segera Diikuti Penurunan Suku Bunga Perbankan
- Harga Cabai Rawit Rp64.353 Perkg, Bawang Merah Rp44.894 Perkg
- Konsumsi Solar di DIY Naik 20 Persen dan Jateng 5 Persen Saat Momen Libur Sekolah
- Ekonom UGM Dukung Pajak Media Sosial, Ini Alasannya..
Advertisement
Advertisement