Advertisement
Pajak Hiburan Naik, PHRI dan GIPI DIY Kompak Keberatan
Ilustrasi. - Ist/Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY mengaku keberatan atas rencana kenaikan tarif pajak hiburan 40%-75%.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo mengatakan kebijakan ini sangat memberatkan dunia pariwisata. Menurutnya, sektor pariwisata tidak akan jalan tanpa ada hiburan.
Advertisement
Keberatan ini pun telah ia sampaikan kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui DPP PHRI. "Kami ini bagian pariwisata salah satu bagiannya adalah hiburan, kalau hiburannya naik otomatis investor dan wisatawan baik domestik dan asing mau berkunjung ke suatu destinasi ya berat," ucapnya, Senin (15/1/2024).
Menurut dia, rencana kenaikan tarif pajak hiburan ini kontradiktif dengan seruan dari Kemenparekraf untuk berwisata. Kenaikan pajak juga tidak akan sebanding dengan investasi yang dilakukan.
"Sementara di negara lain malah justru dibantu pemerintah untuk pajak-pajak ini supaya datang ke suatu destinasi. Kalau datang multiplier effect-nya banyak, pajak hotel dan restoran juga naik," jelasnya.
Jika salah satu komponen dari pariwisata dinaikkan, kata Deddy, akan menjadi boomerang bagi Indonesia. Dia meminta agar pemerintah mempertimbangkan persaingan destinasi di suatu negara. "Idealnya 10-20 persen. Kalau 40 persen atau lebih yang repot bukan hanya pengusaha tetapi wisatawan juga, karena pengusaha akan menaikkan [harga]," lanjutnya.
BACA JUGA: Penyebab Desa Wisata Belum Pulih Usai Dihantam Pandemi, Ini Penjelasan GIPI DIY
Ketua GIPI DIY, Bobby Ardianto mengatakan rencana kenaikan ini akan sangat berdampak pada perkembangan dunia hiburan, sebagai pendukung kegiatan pariwisata ke depan.
"Pengusaha tidak akan mampu bertahan dengan besaran pajak yang sudah di atas batas kemampuan industri, sehingga akan menjadi ancaman dunia hiburan ke depan, tentunya termasuk di Jogja," ucap dia.
Bobby menyebut idealnya 10%, atau maksimal di 25% itu saja sudah sangat berat. Jika naik maka akan ada kemungkinan pengusaha gulung tikar.
"Melalui komunitas dan organisasi terkait menyampaikan data dan reason mengenai potensial permasalahan ke depan impact dari kebijakan ini, harapannya ada review dari pemerintah atas kebijakan ini."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Harga Emas Hari Ini, Logam Mulia Antam, UBS dan Galeri24, 18 Nov 2025
- Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Tetap Lanjut
- Impor Pakaian Bekas Dilarang, Mendag Fokus Penindakan
- Hungaria Catat Rekor Redenominasi Terbesar, Hapus 29 Nol Sekaligus
- Tiket Nataru 2025 KAI Jogja Sudah Bisa Dipesan Mulai 3 November
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- BBM Stabil: Ini Daftar Harga Pertamina, Shell, bp, dan Vivo
- Permintaan MBG Dongkrak Harga Telur Ayam Ras
- Aturan Registrasi Kartu SIM Diubah, Masa Transisi Satu Tahun Disiapkan
- 394 Ribu Nomor Kendaraan Diblokir Akibat Curang Beli BBM Subsidi
- Kenaikan Harga Telur Tekan Daya Beli di Banyak Daerah
- Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan Tetap Lanjut
- InJourney Siapkan 37 Bandara untuk Natal dan Tahun Baru
Advertisement
Advertisement





