Advertisement

Indonesia Gabung BRICS, Begini Dampaknya pada Ekspor DIY

Anisatul Umah
Senin, 13 Januari 2025 - 19:07 WIB
Anisatul Umah
Indonesia Gabung BRICS, Begini Dampaknya pada Ekspor DIY Impor Ekspor / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Indonesia sudah resmi menjadi anggota forum ekonomi beranggotakan Brazil, Rusia, India, China dan South Africa (BRICS). Menanggapi hal ini Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY, Timotius Apriyanto mengatakan ke depan poros ekonomi baru ada di Asia di mana kekuatannya ada di BRICS.

Menurutnya keputusan yang diambil Indonesia sangat strategis namun tidak taktis. Sebab saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung dengan Amerika Serikat (AS) dan mata uang dolar AS.

Advertisement

Selain itu menurutnya ekosistem ekspor Indonesia belum sebaik Vietnam, Malaysia, Thailand dan negara lain di ASEAN. Sehingga Indonesia akan menerima dampak ganda.

Pertama dampak pada kebijakan proteksionis AS oleh Trump dan dampak dari produksi berlebih dari China. Menurutnya China yang juga anggota BRICS menjadikan produk Indonesia tidak kompetitif

"Mereka akan dikenakan tarif tinggi [oleh AS] mulai 25 persen yang paling rendah hingga 100 persen paling tinggi. Maka akan mengalihkan pasar salah satunya Indonesia," ucapnya, Senin (13/1/2025).

Timotius menjelaskan jika AS menerapkan tarif 25% untuk produk Indonesia maka akan menyebabkan jadi tidak kompetitif.

Ia berpandangan mestinya Indonesia bergabung dengan BRICS paling cepat di 2026 atau 2027. Sebab jika bergabung dengan BRICS perang dagang dengan AS akan jadi ancaman.

"Jika produk kita kehilangan daya saingnya, dengan mitra dagang AS, maka otomatis kinerja ekspor kita akan menurun, dan pasti akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi,"jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan mestinya Indonesia memilih opsi sebagai mitra BRICS terlebih dahulu, ini akan lebih moderat. Ekspor DIY yang mayoritas ke AS, kata Timotius, jika dikenakan tarif tinggi bisa menyebabkan kolaps.

Bagi pelaku usaha ia sebut ini menjadi tantangan baru. Perlu ada diversifikasi produk ekspor, penguatan diplomasi perdagangan dengan AS dan negara-negara BRICS. Dia menyebut tanpa diplomasi perdagangan yang kuat kebijakan tarif ini akan menjadi ancaman.

"Kalau trade balance-nya tujuan ekspor AS, dikenakan tarif itu akan banyak yang kolaps ekspor DIY itu," tuturnya.

Meski ada tantangan, namun menurutnya masih ada peluang negara tujuan ekspor baru yang bisa dioptimalkan, dalam hubungan dagang dengan BRICS. Seperti Afrika Selatan, Brazil meski potensinya tidak sebesar AS.

BACA JUGA: Bukan HMPV! DIY Justru Mewaspadai Flu Burung

Pandangan Pemda DIY

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY, Yuna Pancawati mengatakan bergabung dengan kerja sama negara-negara internasional salah satu tujuannya untuk memperluas pasar. Seperti keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS.

Menjadi upaya membuka pasar non-tradisional tanpa meninggalkan pasar tradisional seperti AS dan Eropa. Ia menyebut peluang pasti ada, tapi tantangan lebih banyak. Artinya pelaku usaha Indonesia khususnya DIY harus menyiapkan banyak hal agar bisa masuk.

"Terutama adaptasi terhadap jenis produk, kualitas, standardisasi, harga, kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya," ujarnya.

Ia mengatakan saat ini komoditas DIY yang masuk ke pasar mitra BRICS belum banyak, mengingat produk unggulan DIY adalah garmen, furnitur, dan kerajinan, di mana barang tersebut bukan produk primer.

Unggulannya di art/estetika dan handmade, sehingga harga cenderung relatif lebih tinggi. Oleh karena itu perlu beradaptasi untuk menyesuaikan produk dengan konsumen jika akan memasukinya.

Lebih lanjut dia mengatakan perlu juga memperhatikan pasar dalam negeri, harus bersiap dengan produk yang akan masuk ke Indonesia termasuk DIY, dari negara mitra BRICS.

Apalagi China yang kemungkinan pasar AS-nya berkurang, menjadikan Indonesia termasuk DIY salah satu pasarnya.

"DIY harus mulai mengantisipasi dengan meningkatkan daya saing produk dalam negeri dari kualitas dan harga agar mampu bersaing dengan barang impor," jelasnya.

Menurutnya yang pasti pasar di negara BRICS ini sangat berbeda karakter dengan pasar tradisional. Sehingga perlu riset dan development dari pemerintah, akademisi, dan pelaku usaha. "Untuk menginovasi produk yang cocok dengan konsumennya."

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Terjadi Tumpang Tindih, Anggaran Makan PAUD di Kulonprogo Akan Evaluasi

Kulonprogo
| Senin, 13 Januari 2025, 22:37 WIB

Advertisement

alt

Asyiknya Camping di Pantai, Ini 2 Pantai yang Jadi Lokasi Favorit Camping Saat Malam Tahun Baru di Gunungkidul

Wisata
| Kamis, 02 Januari 2025, 15:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement