Advertisement
Indef: Sektor UMKM Berpotensi Sumbang Pajak Rp56 triliun

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Potensi penerimaan negara dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa mencapai Rp56 triliun per tahun. Demikian pernyataan Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai,
Hal itu bisa dicapai melalui skema pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen dari omzet untuk UMKM dengan pendapatan hingga Rp4,8 miliar per tahun. Meski demikian, saat ini kepatuhan pajak dari pelaku UMKM masih rendah.
Advertisement
"Tetapi juga ini kepatuhannya (pajak) masih sangat rendah karena memang kita sosialisasinya perlu lebih banyak, kemudian sistem kita juga mungkin perlu diperbaiki agar memudahkan orang untuk membayar pajak," ujar Aviliani dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan data yang ia paparkan, saat ini UMKM berkontribusi sekitar 60,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, atau setara Rp12.639,9 triliun dari total PDB Rp20.892,4 triliun.
Menimbang potensi tersebut, sektor UMKM seharusnya bisa berkontribusi lebih besar terhadap perpajakan tanah air.
BACA JUGA: Bupati Bantul: Perangkat Pemerintahan Harus Peka Terhadap Kondisi Masyarakat
Aviliani juga menilai insentif tarif 0,5 persen dari omzet tidak bisa diterapkan terlalu lama. Sebab, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan moral hazard, yakni pelaku usaha bisa saja memecah usaha mereka agar tetap berada di bawah batas omzet Rp4,8 miliar.
UMKM dikenai PPh final 0,5 persen apabila memiliki omzet (peredaran bruto) tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2022.
"Karena juga bisa terjadi moral hazard dari pelaku lain, di mana mereka bisa membuat perusahaan banyak dengan (omzet) di bawah Rp4,8 miliar, bikin lagi perusahaan (omzet) Rp4,8 miliar," ujarnya pula.
Lebih lanjut, selain UMKM, Aviliani menyoroti sektor digital yang berkembang pesat. Ia menegaskan pentingnya penerapan pajak secara adil pada ekonomi digital untuk menghindari ketimpangan dan menjaga keadilan bagi seluruh pelaku usaha.
"Saya rasa itu juga perlu karena jangan sampai akhirnya merugikan. Di satu sisi karena kena pajak, di sisi yang lain tidak kena pajak. Jadi saya mendukung pajak terhadap digitalisasi, sehingga ini juga akan bukan hanya menambah pendapatan negara, tapi menurut saya kesejahteraan masyarakat juga perlu diperhatikan dari kontribusi pajak," ujar Aviliani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pelita Air Dapat Penghargaan Sebagai Maskapai dengan Tingkat Ketepatan Waktu
- Dorong UMKM Naik Kelas, Pertamina Gelar Pelatihan UMK Academy untuk DIY-Jateng
- KAI Daop 6 Yogyakarta Komitmen Hadirkan Perjalanan Tanpa Asap Rokok
- BI Rate Turun Lagi Jadi 5 Persen, Ini Kata ISEI Yogyakarta
- Kasus OTT Wamenaker, Mensesneg: Belum Dicopot, Tunggu KPK
Advertisement

Jadwal KA Prameks Hari Ini, Rabu 27 Agustus, dari Stasiun Tugu hingga Kutoarjo
Advertisement

Kebun Bunga Lor JEC Jadi Destinasi Wisata Baru di Banguntapan Bantul
Advertisement
Berita Populer
- Harga Pangan Hari Ini, Bawang Turun, Cabai Naik
- KIKT Inisiasi Tur Darat 5.000 Kilometer Chongqing Jakarta
- Tokopedia-TikTok PHK Ratusan Karyawan, Begini Respons Asosiasi E-Commerce
- OJK Alihkan Layanan Izin dari Sijingga ke Sprint
- Tahun Ini SKK Migas Targetkan 15 Proyek Hulu Migas Beroperasi
- Pelita Air Dapat Penghargaan Sebagai Maskapai dengan Tingkat Ketepatan Waktu
- Ribuan Apartemen di Jakarta Tidak Laku, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement