Advertisement

Koperasi Sektor Riil Kalah Saing dengan KSP

Rheisnayu Cyntara
Senin, 09 April 2018 - 13:20 WIB
Mediani Dyah Natalia
Koperasi Sektor Riil Kalah Saing dengan KSP Ilustrasi koperasi.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Meski jumlahnya lebih banyak, koperasi sektor riil dianggap kalah saing dengan koperasi simpan pinjam (KSP). Padahal koperasi sektor riil dianggap lebih mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya karena terlibat langsung dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik. Menurutnya sejak krisis moneter pada 1998, koperasi sektor rill makin terpuruk karena pengelolanya tidak mampu berinovasi. Pasalnya pada jaman orde baru seluruh penyaluran bantuan dari pemerintah dilakukan koperasi unit desa (KUD). Pemerintah pun memberikan subsidi besar pada lembaga tersebut.

Advertisement

Hal itu menurut Damanik menimbulkan beberapa konsekuensi. Di antaranya koperasi sektor riil berkembang pesat dengan adanya suntikan subsidi, penyaluran sarana prasarana untuk pelaku usaha di sektor riil pun relatif terjamin. Namun hal tersebut ternyata menimbulkan ketergantungan, sehingga saat masa orde baru lewat, para pengelola koperasi sektor rill kelabakan. "Karena biasanya disubsidi, belum lagi semua urusan harus lewat koperasi mereka jadi tidak berkembang. Sekarang pemerintah juga tidak punya pendekatan khusus untuk koperasi sektor riil ini, pendekatannya umum saja," ucapnya kepada Harian Jogja, Minggu (8/4/2018).

Padahal Damanik menyebut dari 150 koperasi di seluruh Indonesia, hanya sekitar 10.000 yang merupakan KSP single usaha. Sisanya bergerak di sektor rill.

Kabid Koperasi Dinas Koperasi dan UMKM DIY Sulthoni mengatakan ada beberapa faktor mengapa koperasi serba usaha kalah saing dengan KSP, terutama karena faktor risiko yang lebih besar. Ia mencontohkan koperasi sektor rill yang bergerak di bidang pertanian misalnya yang menghadapi banyak kendala. Misalnya pinjaman yang diberikan pada anggota yang dibayar dengan cara diangsur akan terganggu jika cuaca dan iklim sedang tidak bersahabat dan mengakibatkan gagal panen. "Kalau gagal panen, petani bayar pakai apa. Faktor risiko yang lebih tinggi inilah yang membuat koperasi sektor riil kalah saing," ucapnya.

Itu juga berpengaruh pada kesempatan pembiayaan yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Dengan faktor risiko yang tinggi, perbankan akan sangat berhati-hati dalam memberikan bantuan permodalan pada koperasi. Berbeda halnya dengan KSP yang menangani pemutaran uang saja. Dengan faktor risiko lebih rendah, akses bantuan permodalan relatif lancar.

Ditambah lagi pada era pasar bebas seperti sekarang ini, monopoli yang dilakukan pemerintah di masa orde baru tidak bisa dilakukan kembali. Sulthoni menyebut mekanisme pasar yang berlaku kini adalah siapa yang kuat dan punya modal, akan memegang kendali terhadap sarana prasarana yang ada. "Sekarang penyalur yang punya akses modal dan sarpras juga pikir- pikir untuk melepasnya ke pasar. Petani akhirnya kesulitan karena tidak punya nilai tawar," ujarnya.

Menurut Sulthoni yang bisa dilakukan pemerintah saat ini hanyalah memetakan permasalahan yang ada pada koperasi-koperasi sektor riil. Pemetaan tersebut penting dimiliki untuk dapat mengambil kebijakan yang mampu menyelesaikan kendala yang ada. Sementara itu, petani yang membutuhkan akses pada sarpras diharapkan membentuk kelompok-kelompok untuk meningkatkan nilai tawar mereka terhadap bantuan pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Luxury Malioboro Hotel Yogyakarta Gelar Turtle Trails CSR Movement di Pantai Pelangi Parangtritis

Jogja
| Kamis, 22 Mei 2025, 11:07 WIB

Advertisement

alt

Berikut Sejumlah Destinasi Wisata Berbasis Pedesaan di Bantul

Wisata
| Jum'at, 16 Mei 2025, 14:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement