Advertisement

Regulasi Tak Menyasar Aturan Promo, Perang Tarif Ojol Harus Disetop

Budi Cahyana
Kamis, 09 Mei 2019 - 15:32 WIB
Budi Cahyana
Regulasi Tak Menyasar Aturan Promo, Perang Tarif Ojol Harus Disetop Pengendara ojek daring menunggu penumpang di depan Stasiun Sudirman, Jakarta, Senin (25/3/2019). - Antara/Indrianto Eko Suwarso

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Perang tarif ojek online yang terus terjadi harus disetop agar perkembangan industri ride hailing tidak terganggu. Kemenhub No.348/2019 tentang Tarif Ojol tidak mengatur secara spesifik tentang aturan promo yang menjadi salah satu pemicu perang tarif.

“Segera setop perang tarif itu. Kembalilah ke harga wajar. Angkot saja kita atur harganya, ada organda, dan ada pemerintah di sana. Jadi enggak boleh ada subsidi harga lagi,” kata Syamsuri Rahim, Wakil Dekan Universitas Mulsim Indonesia Makassar hari ini.

Advertisement

Perang tarif terus-menerus akan menyebabkan aksi bakar uang terus berlangsung. Dikhawatirkan, semua usaha transportasi hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Pada akhirnya, menurut dia, aksi ini akan dilanjutkan dengan peluang merger dengan perusahaan yang sulit berkembang dan berkompetisi.

“Ujung-ujungnya monopoli. Itu cara strategi kuasai pasar. Setelah dikuasai, mereka akan seenaknya. Ini karena pemerintah tidak mengaturnya dengan baik,” kata dia.

Sementara itu, peneliti ekonomi Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero pada satu kesempatan menilai pemerintah tak perlu menetapkan tarif apabila jor-joran perang di industri ojek online tetap terjadi di arena promo yang terus menerus.

Apalagi, faktanya, penetapan tarif ojek online oleh pemerintah tersebut tidak mempertimbangkan dari sisi masyarakat pengguna atau konsumen. Bahkan, bila dibiarkan terlalu lama, perang tarif dikhawatirkan akan menimbulkan kondisi pasar ojek online menjadi kian tak jelas.

“Makanya dibutuhkan ketegasan pemerintah sebagai regulator. Seperti pelaku bisnis yang ada di Indonesia. Grab itu kan produk dari luar, ada produk lokal dan produk nasional seperti Gojek kenapa tidak diatur dengan baik,” kata Syamsuri.

Menurut dia, dalam perdagangan bebas seperti ini bukan berarti kebebasan yang kebablasan. Kebebasan yang diharapkan adalah dengan tetap mengedepankan adanya aturan yang ada keberpihakan kepada produk dalam negeri.

“Coba dibayangkan, karena kemapuan dananya dia [Grab] bisa merger. Uber habis kan karena dia pelaku kecil di Indonesia. Pemerintah harus tahu siapa yang harus dipertahankan dan dilindungi,” kata dia.

Pemerintah sebagai regulator diharapkan bisa lebih kuat dalam mengimplementasikan peraturan Kemenhub 348/2019 yang baru terbit. Bahkan, peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang mengawasi persaingan usaha, diharapkan juga terlihat melihat berjalannya persaingan bisnis di dunia ride hailing tersebut.

“Komisi persaingan usaha harus kuat melihat persaingan ini. Jangan teknologi lebih maju, kita terlambat menyiasati dan mengantisipasi aturan ketika ada perkembangan di lapangan. Jangan sampai di dalam hal ini ada permainan atau apa yang kita tidak tahu,” ujar pengamat ekonomi dari Makassar itu.

Lebih jauh, jika tidak segera diatasi, perang tarif tersebut dikhawatirkan dapat menjadikan semua pihak makin bergantung dan pada akhirnya memperburuk layanan perusahaan kepada konsumen. Apalagi dengan kategori pasar di Indonesia, ucap Syamsuri, memiliki perilaku konsumen yang tidak terlalu memerhatikan aspek keselamatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Mudik Lebaran, Gunungkidul Bakal Dijejali 154.000 Kendaraan

Gunungkidul
| Kamis, 28 Maret 2024, 18:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement