Advertisement
Regulasi Tak Menyasar Aturan Promo, Perang Tarif Ojol Harus Disetop

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Perang tarif ojek online yang terus terjadi harus disetop agar perkembangan industri ride hailing tidak terganggu. Kemenhub No.348/2019 tentang Tarif Ojol tidak mengatur secara spesifik tentang aturan promo yang menjadi salah satu pemicu perang tarif.
“Segera setop perang tarif itu. Kembalilah ke harga wajar. Angkot saja kita atur harganya, ada organda, dan ada pemerintah di sana. Jadi enggak boleh ada subsidi harga lagi,” kata Syamsuri Rahim, Wakil Dekan Universitas Mulsim Indonesia Makassar hari ini.
Advertisement
Perang tarif terus-menerus akan menyebabkan aksi bakar uang terus berlangsung. Dikhawatirkan, semua usaha transportasi hanya dikuasai oleh segelintir pihak. Pada akhirnya, menurut dia, aksi ini akan dilanjutkan dengan peluang merger dengan perusahaan yang sulit berkembang dan berkompetisi.
“Ujung-ujungnya monopoli. Itu cara strategi kuasai pasar. Setelah dikuasai, mereka akan seenaknya. Ini karena pemerintah tidak mengaturnya dengan baik,” kata dia.
Sementara itu, peneliti ekonomi Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero pada satu kesempatan menilai pemerintah tak perlu menetapkan tarif apabila jor-joran perang di industri ojek online tetap terjadi di arena promo yang terus menerus.
Apalagi, faktanya, penetapan tarif ojek online oleh pemerintah tersebut tidak mempertimbangkan dari sisi masyarakat pengguna atau konsumen. Bahkan, bila dibiarkan terlalu lama, perang tarif dikhawatirkan akan menimbulkan kondisi pasar ojek online menjadi kian tak jelas.
“Makanya dibutuhkan ketegasan pemerintah sebagai regulator. Seperti pelaku bisnis yang ada di Indonesia. Grab itu kan produk dari luar, ada produk lokal dan produk nasional seperti Gojek kenapa tidak diatur dengan baik,” kata Syamsuri.
Menurut dia, dalam perdagangan bebas seperti ini bukan berarti kebebasan yang kebablasan. Kebebasan yang diharapkan adalah dengan tetap mengedepankan adanya aturan yang ada keberpihakan kepada produk dalam negeri.
“Coba dibayangkan, karena kemapuan dananya dia [Grab] bisa merger. Uber habis kan karena dia pelaku kecil di Indonesia. Pemerintah harus tahu siapa yang harus dipertahankan dan dilindungi,” kata dia.
Pemerintah sebagai regulator diharapkan bisa lebih kuat dalam mengimplementasikan peraturan Kemenhub 348/2019 yang baru terbit. Bahkan, peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang mengawasi persaingan usaha, diharapkan juga terlihat melihat berjalannya persaingan bisnis di dunia ride hailing tersebut.
“Komisi persaingan usaha harus kuat melihat persaingan ini. Jangan teknologi lebih maju, kita terlambat menyiasati dan mengantisipasi aturan ketika ada perkembangan di lapangan. Jangan sampai di dalam hal ini ada permainan atau apa yang kita tidak tahu,” ujar pengamat ekonomi dari Makassar itu.
Lebih jauh, jika tidak segera diatasi, perang tarif tersebut dikhawatirkan dapat menjadikan semua pihak makin bergantung dan pada akhirnya memperburuk layanan perusahaan kepada konsumen. Apalagi dengan kategori pasar di Indonesia, ucap Syamsuri, memiliki perilaku konsumen yang tidak terlalu memerhatikan aspek keselamatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Danantara Gandeng Himbara Perkuat Strategi Pertumbuhan Ekonomi
- Pasokan Elpiji Selama Libur Iduladha di Jateng-DIY Dipastikan Aman oleh Pertamina Patraniaga JBT
- Pengamat Bilang Indonesia Bakal Sulit Ekspor Beras, Begini Penjelasannya
- Mei 2025 Indonesia Deflasi 0,37 Persen, Ini Biang Keroknya
- Pendapatan BPJS Kesehatan dari Pekerja Swasta Bisa Mencapai Rp90 Triliun
Advertisement

Hari Pertama Libur Panjang Iduladha, 19.509 Penumpang KA Jarak Jauh Tiba di Stasiun Daop 6 Yogyakarta
Advertisement

Garebeg Besar Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Digelar Hari Ini, Mulai Pukul 09.00 WIB
Advertisement
Berita Populer
- Libur Iduladha, KAI Daop 6 Jogja Siapkan 99.982 Tempat Duduk KA Jarak Jauh
- BI Sebut Penurunan Harga Cabai Picu Deflasi DIY Mei 2025
- Kabar Baik, Jepang Segera Terapkan QRIS dan Diakui sebagai Salah Satu Sistem Pembayaran Terbaik
- Asita DIY Sebut Kunjungan Wisman ke DIY Turun 20 Persen, Penyebabnya Dua Hal Ini
- Jumlah Investor di DIY per April 2025 Mencapai 248.113 Investor
- BI DIY Dukung Program Kemandirian Ekonomi Pesantren, Sektor Keuangan Hingga Pengembangan Usaha
Advertisement
Advertisement