Advertisement
Corona Jadi Bencana Nasional, Perjanjian Hukum Jadi Lebih Fleksibel

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Penetapan pandemi corona (Covid-19) sebagai bencana nasional dapat berimplikasi terhadap semua perjanjian hukum antara para pihak. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, Senin (13/4/2020).
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.
Advertisement
"Artinya dalam keadaan yang di luar perkiraan implikasi hukumnya, semua perjanjian hukum menjadi lebih fleksibel. Namanya dalam keadaan kahar atau force majeur," katanya.
Menurutnya, meski menjadi lebih fleksibel, para pihak yang terikat dalam perjanjian hukum tidak boleh saling menekan satu sama lain. Dalam situasi force majeur, sambungnya, para pihak yang terikat perjanjian harus duduk bersama dan mencari solusi bersama.
Misalnya, terkait dengan perjanjian kerja bersama antara perusahaan dan karyawan atau buruh. Perjanjian antara para pihak menjadi lebih fleksibel dengan adanya kondisi force majeur berupa status bencana nasional Covid-19.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menjawab pertanyaan wartawan seusai memberikan keterangan pers mengenai dampak virus corona pada sektor pariwisata, di Jakarta, Kamis (12/3/2020)./Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Namun, pihak perusahaan tidak bisa seenaknya, seperti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh atau pekerjanya. Pun sebaliknya, pihak buruh atau karyawan diharapkan tidak menekan pihak perusahaan untuk membayarkan, misal, Tunjangan Hari Raya (THR).
"Implikasinya, contohnya, saya punya perjanjian kontrak dengan kontrakfor, karena kondisi force majeur, sehingga saya wanprestasi itu menjadi hukumnya, tidak menjadi mengikuti kondisi normal. Itu pengertiannya, ini kan namanya di luar kuasa kita," katanya.
Terkait dengan kondisi force majeur ini terdapat pasal yang sering digunakan sebagai acuan untuk membahas soal force majeur, yakni Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata.
Berdasarkan Pasal 1244 KUH Perdata Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.
Kemudian, Pasal 1245 KUH Perdata berbunyi, tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Prabowo Sebut Lahan KAI Bisa Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah
- KKP Targetkan Indonesia Stop Impor Garam pada 2027
- Pengusaha Rokok Berharap Tidak Ada Kenaikan Cukai Tahun Depan
- Domain dot id Tembus 1,3 Juta Pengguna, Buka Peluang Ekonomi Baru
- Harga Minyak Mentah RI, Agustus Turun Jadi 66,07 dolar AS per barel
Advertisement
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Impor Komoditas Etanol Akan Dibatasi, Ini Tujuannya
- Kucuran Rp200 Triliun Himbara Perlu Diimbangi Kemudahan Usaha
- Harga Jual Emas Antam, UBS dan Galeri24 Hari Ini Kompak Naik
- Jelang Merger, Pelita Air Buka Rute Singapura-Jakarta Kelas Premium
- Kendalikan Konsumsi, Ekonom UGM Usul Cukai Rokok Sebaiknya Naik
- Harga Pangan Hari Ini: Beras Medium, Bawang, hingga Cabai Turun
- Kadin: Renovasi 500 Rumah Layak Huni Ditarget Selesai April 2025
Advertisement
Advertisement