Nilai Ekspor DIY Capai $42,8 Juta
Advertisement
JOGJA—Nilai ekspor DIY November 2022 mencapai $42,8 juta atau naik 8,63% dibandingkan dengan Oktober 2022. Ketimbang November 2021, nilai ekspor turun sebesar 23,30%. Secara kumulatif, nilai ekspor DIY Januari–November 2022 mencapai $528,5 juta atau naik 7,01% dibanding periode yang sama tahun 2021.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Sugeng Arianto mengatakan Ekspor barang dari DIY pada November 2022 terbesar tercatat ke Amerika Serikat senilai $16,4 juta, disusul Jerman ($4,2 juta) dan Jepang ($3,2 juta). "Kontribusi ketiganya mencapai 55,61 persen," kata Sugeng, Jumat (6/1/2023).
Advertisement
BPS DIY mencatat ekspor DIY ke Uni Eropa sebesar $11,6 juta dan ASEAN sebesar $0,9 juta. Kenaikan terbesar ekspor pada November dibandingkan Oktober 2022 terjadi pada pakaian jadi bukan rajutan sebesar $4,5 juta. Kenaikan terbesar kedua adalah jerami (bahan anyaman) sebesar $0,6 juta dan ketiga perabot, penerangan rumah $0,5 juta.
Dia mengatakan, berdasarkan sektoral ekspor hasil pertanian pada November menunjukkan nilai sama dibanding Oktober 2022. Sementara, ekspor hasil industri pengolahan naik 8,70%. Dibanding Oktober 2021, ekspor hasil pertanian menunjukkan nilai sama. "Sementara ekspor hasil industri pengolahan turun 23,42 persen," katanya.
Ekspor barang asal DIY terbesar pada November 2022 dikirim melalui Jawa Tengah dengan nilai $29,1 juta (67,99%), diikuti DKI Jakarta $12,3 juta (28,74%), Jawa Timur $1,0 juta (2,34%), dan DIY $0,4 juta (0,93%).
Sugeng mengatakan berbeda dengan nilai ekspor tersebut kegiatan impor pada November 2022 tercatat senilai $12,6 juta atau naik 18,87% dibandingkan Oktober 2022. Sebaliknya jika dibandingkan November 2021, nilai impor turun 16,00%. "Secara kumulatif, nilai impor Januari-November 2022 mencapai $134,5 juta atau turun 3,58 persen dibanding periode yang sama 2021," ujarnya.
Adapun tiga negara pemasok barang impor terbesar selama November 2022 meliputi Tiongkok sebesar $4,9 juta, Hongkong $2,1 juta dan Amerika Serikat $1,6 juta. Kenaikan impor terbesar dari Amerika Serikat senilai $1,3 juta dan penurunan terbesar dari Korea Selatan $0,6 juta.
"Tiga negara pemasok barang impor terbesar selama Januari-November 2022 adalah Tiongkok sebesar 37,99 persen, Hongkong 18,51 persen dan Taiwan 8,55 persen," paparnya.
Adapun tiga besar kelompok komoditas impor selama November 2022 meliputi filamen buatan sebesar $2,8 juta, kapas gumpalan, tali ($1,2 juta) dan kain ditenun berlapis ($1,1 juta). "Barang impor terbesar pada November 2022 serat stafel buatan sebesar 250,00 persen sedangkan barang impor terbesar yang turun berupa kapas sebear 37,50 persen," katanya.
Dari sisi golongan penggunaan barang nilai impor pada November 2022 lalu, terjadi peningkatan pada barang konsumsi sebesar 50%. Adapun penggunaan bahan baku/penolong turun 17,86% dan barang modal turun 16,67%.
"Dengan demikian neraca perdagangan DIY pada November 2022 mengalami surplus $30,2 juta. Nilai tersebut lebih rendah dibanding periode sama tahun sebelumnya yang mencatat surplus sebesar $40,8 juta," katanya.
Sebelumnya, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Harso Hutomo mengatakan jika melihat potensi dan risiko ekonomi yang dihadapi DIY ke depan, Bank Indonesia meyakini pada 2023 ekonomi DIY akan tumbuh pada kisaran 4,6-5,4% (yoy). Sedangkan, tekanan inflasi diperkirakan menurun pada Triwulan II 2023.
Pada 2023, BI DIY memandang ekonomi DIY masih mampu melanjutkan pertumbuhan positif, dengan laju inflasi yang terjaga namun perlu diwaspadai risiko global dan domestik yang mungkin terjadi. "Diperkirakan terdapat penguatan konsumsi rumah tangga secara perlahan, yang kembali pada level sebelum pandemi seiring dengan semakin pulihnya mobilitas. Di tengah risiko perlambatan ekonomi global dan nasional, konsumsi rumah tangga diharapkan menjadi salah satu pilar penopang perekonomian DIY," katanya.
Menururt Harso, setidaknya terdapat tiga tantangan utama yang perlu diwaspadai pada tahun depan, pertama terkait perlambatan ekonomi global yang dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi perekonomian, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif. "Hal ini tentu perlu diwaspadai, terutama dampaknya terhadap kinerja ekspor DIY," katanya.
Kedua, lanjut Harso, berlanjutnya isu ketahanan pangan akibat faktor cost-push. Cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai negara penghasil pangan akibat krisis iklim diprakirakan berpengaruh terhadap inflasi pangan jenis impor. "Ketiga, menjaga daya beli masyarakat dan mendorong penguatan social finance, hal ini penting bagi kita untuk menjaga konsumsi dan sumber pembiayaan alternatif bagi masyarakat," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ribuan Orang Teken Petisi Tolak PPN 12 Persen
- Harga Emas Antam Hari Ini 20 November Naik Signifikan, Rp1.498 Juta per Gram
- Garuda Indonesia Dukung Rencana Pemerintah Turunkan Harga Tiket Pesawat
- Dampak Aksi Boikot 47 Gerai KFC Tutup, 17 Restoran Pizza Hut Berhenti Beroperasi
- Harga Emas Antam Hari Ini 18 November 2024 Naik Signifikan, Rp1.476 Juta per Gram.
Advertisement
Terima Undangan Nyoblos di Pilkada 2024, Sultan Ajak Masyarakat Berpartisipasi dalam Pemungutan Suara
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Imbas PPN 12 Persen Harga Rumah Diproyeksi Bakal Naik
- Maksimalkan Kunjungan Wisata Saat Natal dan Tahun Baru, Ini Strategi Kementerian Pariwisata
- Shell Dikabarkan Bakal Menutup SPBU di Indonesia, Ini Kata Manajemen Perusahaan
- Kisah Riski Usada Membuka Jasa Penitipan Barang di Jogja
- Harga Emas Antam Hari Ini 25 November 2024 Turun Tipis, Rp1.539 Juta per Gram
- REI DIY Sebut Kenaikan PPN 12% Bisa Bikin Penjualan Properti Lesu
Advertisement
Advertisement