Advertisement
Harga Beras Kian Meroket, Pedagang: Pemerintah Jangan Cuma Fokus ke Bansos

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mengingatkan adanya risiko besar apabila pemerintah hanya fokus pada bantuan pangan, alih-alih mengguyur beras ke pasaran.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikappi, Reynaldi Sarijowan mengatakan saat ini para pedagang di pasar kesulitan mendapatkan suplai beras premium.
Advertisement
Musababnya stok di penggilingan sangat terbatas. Saat pasokan mulai terhambat, maka dipastikan kenaikan harga beras akan semakin parah.
Menurutnya, harga beras di tahun ini telah naik hingga lebih dari 20% dibandingkan harga di tahun lalu. Reynaldi menyebut, saat ini harga beras premium di pasar telah tembus Rp18.000 per kilogram dari sebelumnya hanya Rp14.000 per kilogram. "Ini harus diwaspadai semua pihak, maka stok-stok yang dimiliki khususnya beras premium agar segera dikeluarkan," ujar Reynaldi, Jumat (23/2/2024).
Pemerintah diminta segera gerak cepat mengguyur beras ke pasaran menjelang Ramadan. Tidak hanya mengandalkan stok beras Bulog, tetapi juga mendorong perusahaan swasta maupun penggilingan agar menggelontorkan beras ke pasar tradisional.
Di sisi lain, pengawasan distribusi beras medium ke pasar tradisional dan ritel modern juga perlu dipastikan berjalan lancar. Peran Satgas Pangan Polri harus ditingkatkan untuk mengawasi pendistribusian beras ke pasaran dan memastikan tidak ada stok yang ditahan oleh pihak spekulan.
"Jika Bulog lebih fokus pada bantuan pangan secara packaging-nya dan tidak mengindahkan permintaan presiden untuk mengguyur di pasar tradisional dan retail maka lebih celaka lagi kondisi yang akan kita hadapi ke depan," katanya.
BACA JUGA: Forpi Ungkap Stok Beras Kosong di Sejumlah Toko Ritel di Jogja
Sebelumnya, pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengatakan surplus produksi beras yang diprediksi terjadi pada Maret 2024 tidak serta-merta dapat menurunkan harga beras.
Musababnya, BPS memproyeksikan surplus produksi beras pada Ramadan itu hanya sekitar 0,97 juta ton. Sedangkan Indonesia telah mengalami defisit beras selama delapan bulan berturut-turut sejak Juli 2023.
Minimnya surplus produksi pada bulan depan, kata Khudori, berisiko meningkatkan persaingan di kalangan pelaku usaha penggilingan semakin kompetitif. Apalagi, permintaan saat Ramadan dan Idulfitri cenderung tinggi. Kondisi itu dipastikan akan membuat harga semakin sulit untuk turun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Popularitas Mobil LCGC Merosot, Tak Lagi Terjangkau Kelas Bawah
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Jakarta Fair 2025 Berakhir, Transaksi Sentuh Rp7,3 Triliun
- Airlangga Sebut Tarif Impor AS 32 Persen untuk Indonesia Masih Nego
Advertisement

Sleman Panen 6,3 Hektar Lahan Pertanian Padi Organik Varietas Sembada Merah
Advertisement

Berwisata di Tengah Bediding Saat Udara Dingin, Ini Tips Agar Tetap Sehat
Advertisement
Berita Populer
- Ribuan Dapur Umum Sudah Terbentuk, Pemerintah Antisipasi Defisit Ayam dan Telur
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini, Selasa 15 Juli 2025
- Harga Pangan Hari Ini: Cabai Rawit Rp67.171/Kg, Bawang Merah Rp40.943/Kg
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Selama Libur Sekolah 1,2 Juta Penumpang Gunakan KA Jarak Jauh di Daop 6 Yogyakarta
- Penjualan LCGC Turun Drastis hingga 50 Persen, Pakar: Akibat Regulasi dan Harga yang Semakin Tinggi
Advertisement
Advertisement