Advertisement
Gobel: Pemerintah Harus Lebih Fokus Lindungi Industri Kain Nasional

Advertisement
JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, meminta pemerintah untuk lebih fokus melindungi industri kain nasional Indonesia seperti batik, tenun, sulam, songket, dan karawo dari serbuan kain tekstil bermotif kain tradisional Indonesia.
“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Parekraf, harus bertindak nyata untuk melindunginya. Jangan hanya dilihat dari sisi bisnisnya saja, tapi ini adalah menyangkut budaya dan ketahanan NKRI,” katanya, Rabu (15/5/2024).
Advertisement
Hal itu ia sampaikan saat memberikan sambutan pada pembukaan pameran kain tradisional Indonesia Adikarya Wastra Nusantara 2024. Pameran dan ajang kompetisi yang ke-14 ini dihadiri para tokoh pegiat kain tradisional Indonesia. Dalam acara itu hadir Helga Kumontoy selaku ketua panitia, Djojo Gozali selaku ketua Adiwastra Nusantara, dan para perintis Adiwastra Nusantara seperti Adiati Arifin M Siregar dan Edith Ratna. Hadir pula mantan Gubernur Bank Indonesia Miranda S Goeltom, mantan Menteri Perdagangan Rahardi Ramelan, dan aktris Christine Hakim. Kegiatan ini diikuti peserta dari seluruh Indonesia dengan menampilkan produk-produk unggulannya.
Saat ini Indonesia diserbu kain tekstil bermotif kain nasional dari luar negeri. Misalnya, jika batik dibuat dengan cara dicap, printing, dan tulis, maka kain tekstil bermotif batik murni hasil kerja mesin seperti kain tekstil pada umumnya. Demikian juga jika kain tenun dan songket dibuat dengan tangan, maka tiruannya murni kerja mesin. “Wajar jika harganya lebih murah, karena tidak ada unsur seni sama sekali,” kata Gobel.
Gobel mengatakan, kain tradisional Indonesia merupakan produk budaya. “Ekonomi yang berbasis budaya merupakan ekonomi yang unggul secara kompetitif maupun secara komparatif. Di dalamnya ada kualitas dan seni, juga ada nilai-nilai dan sejarah. Yang terpenting, itu adalah karya intelektual dari kearifan lokal warisan leluhur kita. Cara berpikir ini harus menjadi jiwa para penyelenggara negara kita,” katanya.
BCA JUGA: Industri Tekstil Masih Lesu di Awal Tahun 2024
Lebih lanjut Gobel menekankan bahwa ekonomi berbasis budaya memiliki tiga dimensi. Pertama, industri berbasis budaya umumnya berskala UMKM. Kedua, kegiatan ekonomi berbasis budaya berada di desa. Ketiga, ekonomi berbasis budaya menggunakan bahan baku yang ada di dalam negeri, bahkan sebagian khas daerah tertentu saja. Khusus untuk poin ketiga ini, warna-warna kain tradisional umumnya khas di daerah tersebut karena kondisi air, kondisi tanaman yang menjadi bahan pewarna, maupun pola pencampuran bahan-bahannya. “Jadi sangat khas sekali. Masa hal seperti ini kita biarkan dibunuh dengan impor,” katanya.
Atas dasar semua pertimbangan tersebut, kata Gobel, keselamatan ekonomi berbasis budaya, khususnya industri kain tradisional, bisa menyangkut ketahanan nasional. “Jadi jika bicara empat pilar bangsa dan negara, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, jangan hanya di level kata-kata melalui pidato dan spanduk, tapi harus sampai di tingkat operasional dan praksis. Jangan cuma secara verbal berkata tentang Pancasila dan NKRI, tapi justru harus bertindak nyata dalam mempraktikannya di sektor industri dan ekonomi. Pancasila dan NKRI itu harus konkret di lapangan ekonomi dan perilaku sehari-hari, apalagi jika ia seorang pejabat negara. Jadi jangan cuma di lapangan politik saja. Bung Karno mengajarkan kesatuan politik dan ekonomi. Tidak terpisah-pisah,” katanya.
Di dalam ekonomi berbasis budaya, kata Gobel, ada bermacam hal yang harus dilindungi. Yaitu mulai dari perlindungan aspek ekonomi dan bisnis, aspek ketenagakerjaan, dan perlindungan terhadap masyarakat desa, juga menyangkut perlindungan terhadap budaya, adat istidadat, nilai-nilai, dan juga warisan intelektual masa lalu. “Harus ada aturan yang melindungi industri berbasis budaya ini,” katanya.
“Jika tidak ada perlindungan, jangan kaget jika suatu masa di depan, generasi penerus kita hanya mengenalnya di museum. Karena para seniman pengrajinnya sudah tidak ada lagi akibat karyanya tak ada yang membeli. Yang terparah adalah jika mereka menganggap kain batik itu produk asing karena semuanya dari impor. Jika ini terjadi yang salah adalah orang-orang yang hidup di masa sekarang ini, yang membiarkan kain tekstil bermotif kain tradisional membanjiri pasar kita,” kata Gobel. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Triwulan II 2025 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12 Persen
- Tarif Lisrik PLN Terbaru, Hitungan Harga Token per kWh Agustus 2025
- Daftar Harga Emas Antam Hari Ini 4 Agustus 2025
- Inovasi Dunia Pertanian, Sirup Kemangi dari Petani Keren di Lampung
- Gegara Beli Peralatan Militer dan Energi dari Rusia, Donald Trump Terapkan Tarif Impor 25% untuk India
Advertisement

Pemda DIY Diminta Antisipasi Risiko Overtourism Setelah Tol Prambanan-Klaten Dibuka
Advertisement

Wisata Sejarah dan Budaya di Jogja, Kunjungi Jantung Tradisi Jawa
Advertisement
Berita Populer
- Mulai 18 Agustus 2025 Pelita Air Buka Rute Internasional Perdana
- Tarif Lisrik PLN Terbaru, Hitungan Harga Token per kWh Agustus 2025
- Harga Emas Antam Naik Lagi, Tembus ke Angka Rp1,959 Juta per Gram
- Pembiayaan Mikro Bakal Digunakan Pemerintah Melawan Rentenir Perumahan
- Pameran Mobil GIIAS 2025 Ramai Pengunjung, Penjualan Lesu
- Triwulan II 2025 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12 Persen
- Ini Daftar Penyakit yang Ditanggung BPJS Kesehatan Agustus 2025
Advertisement
Advertisement