Advertisement

10 Tahun Pertumbuhan Ekonomi Nasional Stabil di Tengah Gejolak Global, Terjaga di DIY

Media Digital
Rabu, 18 September 2024 - 06:07 WIB
Maya Herawati
10 Tahun Pertumbuhan Ekonomi Nasional Stabil di Tengah Gejolak Global, Terjaga di DIY Program Pasar Murah bahan pangan pokok, di Halaman Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY, 18 Oktober 2022. Program ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat karena harga komoditas pangan yang dijual jauh lebih rendah dari pasaran. Foto dokumen Pemda DIY - Jogjaprov.go.id

Advertisement

JOGJA—Menghadapi gejolak perkonomian global, pertumbuhan eknomi Indonesia bertahan dalam 10 tahun terakhir dengan cukup tangguh. Tidak terpuruk seperti negara-negara lain di dunia. Di tingkat daerah, perekonomian tetap terjaga stabil.

Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai menjabat pada 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil di kisaran angka 5%. Bahkan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan global yang sebesar 3,4%.

Advertisement

Ketika dunia terpuruk karena Covid-19, pertumbuhan ekonomi dalam negeri sempat minus, namun kembali naik stabil, hingga mampu mencapai titik tertingginya.   

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di 2014, pertumbuhan ekonomi 5,01%. Satu tahun kemudian pada 2015, melambat di angka 4,88%.

Kemudian tiga tahun berturut-turut naik menjadi 5,03% (2016), 5,07% (2017), dan 5,17% (2018). Pada 2019, kembali terjadi perlambatan ke angka 5,02%.

Lalu saat pandemi, pada 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi -2,07%. Setahun kemudian pada 2021, pemerintahan Presiden Jokowi mampu memulihkan perekonomian dengan sangat cepat, sehingga tumbuh di angka 3,69%.

Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi menuai hasil gemilang di 2022 dengan pencapaian angka tertinggi yaitu yaitu 5,31%.  Pada 2023 pertumbuhan kembali melambat ke angka 5,05%. Kemudian di 2024, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di angka 5,1%-5,2%.

Perjalanan pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut data laporan International Monetary Fund (IMF) yang dirilis Agustus 2024, menyatakan sudah baik di tengah ketidakstabilan perekonomian global.

Dalam IMF Country Report No. 204/270, disebutkan kerangka kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan Indonesia telah memberikan landasan bagi stabilitas makro dan manfaat sosial.

Kebijakan-kebijakan pemerintah dinilai berhasil fasilitasi pemulihan ekonomi dari guncangan global sejak 2020.

Laporan IMF juga menyebut pertumbuhan ekonomi tetap kuat meski ada hambatan eksternal, inflasi rendah dan terkendali. Selain itu sektor keuangan disebut kuat dan kebijakan yang diambil Pemerintah Jokowi secara umum disebut teliti dan telah diarahkan untuk menyangga perekonomian.

Tak hanya itu, indikator kesejahteraan masyarakat pun semakin meningkat dalam 10 tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kemiskinan turun tajam menjadi 9,03% di tahun 2024 dan angka kemiskinan ekstrem juga turun signifikan menjadi 0,83% pada 2024. Pada tahun yang sama, tingkat pengangguran turun menjadi 4,8%. Lapangan kerja pun bertambah sebanyak 21,3 juta dalam kurun waktu 2015-2024.

Di sisi lain, berdasarkan catatan BPS, nilai ekspor Indonesia naik lebih dari 70%, mencapai 259 miliar dolar AS pada 2023. Nilai ekspor Indonesia pada Juli 2024 mencapai 22,21 miliar dolar AS atau naik 6,55% dibanding ekspor pada Juni 2024. Sementara jika dibandingkan dengan Juli 2023, nilai ekspor naik sebesar 6,46%.

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah terus menjaga inflasi agar tetap terkendali dalam sasaran, melalui koordinasi dari pusat hingga daerah dan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Inflasi Indonesia dapat terkendali di kisaran 2%-3% saat banyak negara mengalami kenaikan yang luar biasa, bahkan ada yang mencapai lebih dari 200%.

Pemerintah juga memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga. Industri perbankan tetap berdaya tahan dan mampu menyalurkan kredit, terutama untuk UMKM, sektor produktif dan pembiayaan hijau.

Terjaga di DIY

Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), BPS DIY mencatat dalam 10 tahun terakhir perekonomian DIY tumbuh rerata sekitar 4,6% per tahun. Jika dihilangkan efek pandemi, maka tumbuh sekitar 5,4% per tahun.

Pada 2020 terjadi kontraksi ekonomi akibat Covid-19 sebesar 2,67%. Tiga sektor perekonomian yang paling terdampak yaitu sektor transportasi dan pergudangan -20,21%, akomodasi dan makan minum -16,86%, dan konstruksi -15,62%.

Sementara sektor informasi dan komunikasi meningkat 19%, sektor kesehatan meningkat 4,47% karena banyaknya belanja kesehatan dan sektor yang mampu bertahan adalah sektor pertanian yang masih tumbuh 4,8%.

Kepala BPS DIY, Herum Fajarwati mengatakan selama 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi cukup bagus karena negatif hanya di 2020, selain tahun itu tumbuh positif. Pertumbuhan paling tinggi ada di 2019 sebesar 6,59% dan tahun 2018 sebesar 6,20% angka ini jelas lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional.

"Pasca-Covid yang tertinggi di 2021 sebesar 5,58 persen, pada 2022 sebesar 5,15 persen, dan tahun 2023 sebesar 5,07 persen," kata Herum ditemui di The Phoenix Hotel, Jogja Jumat (13/9/2024).

Sementara untuk 2024 rilis pertumbuhan ekonomi baru 2 triwulan. Di triwulan I 2024 sebesar 5,02% dan di triwulan II 2024 sebesar 4,95%. Menurutnya masih di kisaran 5% dan cukup bagus. Selama 2 triwulan di 2024 ini sudah menunjukkan fase recovery ekonomi pasca-pandemi.

Herum mengatakan saat terjadi pandemi pemerintah DIY punya respons cepat terkait dengan mitigasi risiko. Ada komunitas-komunitas warga yang saling peduli. DIY punya modal budaya yang tinggi sehingga modal sosial antar warga kuat.  "Sehingga walau pandemi tahun berikutnya sudah bangkit ekonominya," ucapnya.

Lebih lanjut Herum mengatakan, terkait dengan tren inflasi selama 10 tahun terakhir 2014 sampai Agustus 2024 cenderung menurun, kecuali saat periode Covid-19. Terbukti laju inflasi Agustus 2024 secara tahunan atau (year-on-year/yoy) konsisten pada tingkat inflasi 2,33%. "Sesuai target pemerintah yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen," jelasnya.

Menurutnya dalam menjaga inflasi tetap terkendali tidak lepas dari peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DIY, yang dilakukan melalui kerangka 4K yakni menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta komunikasi efektif.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY bersama TPID DIY sejak awal tahun hingga Agustus 2024 telah melakukan upaya pengendalian inflasi. Di antaranya melakukan operasi pasar secara intensif di seluruh wilayah DIY.

Berdasarkan data dari BI DIY, total terdapat 167 operasi pasar untuk pengendalian inflasi daerah, termasuk optimalisasi Kios Segoro Amarto sebagai referensi harga pasar untuk menjaga daya beli masyarakat.

Lalu melakukan kampanye belanja bijak, menjalin kerja sama antar daerah untuk menjaga pasokan bahan pangan, meluncurkan warung Mrantasi (Masyarakat lan Pedagang Tanggap Inflasi) pada Mei 2024.

Menurutnya, sejauh ini langkah-langkah TPID DIY cukup berdampak dalam mengendalikan inflasi.  "Edukasi membuat inflasi DIY belakangan ini lebih terkendali," jelasnya.

Dia menjelaskan perbandingan inflasi nasional dan DIY selama 10 tahun terakhir dari 2014 sampai Agustus 2024 terlihat selaras. Secara umum, inflasi DIY dan nasional hampir sama pergerakannya di setiap tahunnya, meskipun fluktuasi berbeda-beda pada periode waktu tertentu. (***)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara, Setkab.go.id, jogjaprov.go.id, BPS.go.id

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Tim Hukum Joko-Rony Pastikan Tak Kirim Gugatan ke MK Terkait Pilkada Bantul 2024

Bantul
| Rabu, 04 Desember 2024, 14:37 WIB

Advertisement

alt

Berkunjung ke Chengdu Melihat Penangkaran Panda

Wisata
| Sabtu, 30 November 2024, 21:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement