Advertisement

IMF: Depresiasi Rupiah Jangan Dibesar-besarkan

Hadijah Alaydrus & Rinaldi M. Azka
Rabu, 10 Oktober 2018 - 08:10 WIB
Laila Rochmatin
IMF: Depresiasi Rupiah Jangan Dibesar-besarkan Ilustrasi uang rupiah - Reuters

Advertisement

Harianjogja.com, NUSA DUA — International Monetary Fund (IMF) menilai pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) merupakan sesuatu yang tidak perlu dibesar-besarkan, mengingat rekan dagang Indonesia tidak hanya AS.

Kepala Ekonom IMF Maurice Obstfeld menilai, pelemahan rupiah terhadap dolar sebagai sesuatu yang tidak terlalu berpengaruh terhadap Indonesia, sebab walaupun pelemahan terhadap dolar sudah melebihi 10% sepanjang tahun, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mitra dagangnya sepanjang tahun baru 4%.

Advertisement

“Jadi, jangan dibesar-besarkan depresiasinya, itu yang penting untuk disimpan dalam pikiran,” tuturnya dalam konferensi pers World Economic Outlook (WEO) di Nusa Dua, Bali sebagai bagian dari agenda Annual Meeting IMF-World Bank Group 2018, Selasa (9/10/2018).

Menurutnya, apabila menggunakan sudut pandang yang sempit, rupiah memang melemah terhadap dolar AS. Namun, saat ditarik secara global, kondisinya memang dolar AS yang menguat terhadap berbagai mata uang.

Penguatan dolar AS sebagai dampak dari penaikan suku bunga The Fed yang menyebabkan terjadinya tren likuiditas dolar AS kembali ke negeri asalnya. Dengan demikian, kejadian ini merupakan tren yang tengah terjadi secara global, tidak hanya di Indonesia.

Menteri BUMN Rini Soemarni justru menilai pelemahan rupiah dapat menguntungkan investasi di Tanah Air. "Dengan rupiah yang melemah sedemikian, dan terutama untuk investor asing kesempatan sangat bagus," papar Rini dalam agenda Indonesia Investment Forum 2018 yang merupakan bagian dari Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018, Selasa (9/10/2018).

Menurutnya, investor asing akan diuntungkan karena mereka dapat mengonversi dolar AS ke rupiah dengan lebih murah.

Bank Indonesia menilai depresiasi rupiah yang terjadi saat ini merupakan efek dari fenomena super dolar yang berhasil menekan banyak mata uang, tidak hanya negara berkembang, tetapi juga negara maju.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo melihat sepanjang ketegangan perdagangan atau trade war masih berlangsung, investor akan mencari safe haven di luar. Dengan demikian, likuiditas dolar semakin mengetat dan harganya meningkat.

"Inilah hebatnya super dolar. Dalam kondisi negaranya maju, semua memilih dolar," tegas Dody di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-WBG 2018 di Bali, Selasa (9/10/2018).

Sebagai otoritas moneter, BI menegaskan akan terus melanjutkan kebijakan moneternya yang preemptive dan ahead the curve. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan tersebut akan ditempuh bank sentral untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

Diversifikasi
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, perlu adanya kesadaran bersama antarnegara untuk melakukan langkah-langkah antisipatif dalam menghadapi penguatan dolar AS.

Sebagai langkah awal, jelasnya, Apindo akan mengurangi permintaan dolar AS dengan mendorong penggunaan renmimbi Tiongkokoleh importir yang barangnya dari China.

Melalui diversifikasi mata uang dalam perdagangan tersebut, menurutnya, importir asal Indonesia diuntungkan karena biaya yang menjadi lebih murah dan permintaan terhadap dolar AS pun menjadi berkurang.

BI menilai langkah pengusaha dalam negeri untuk mengurangi penggunaan dolar sebagai mata uang perdagangan bilateral sebagai hal yang sangat baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

LKPJ Gubernur DIY 2023, DPRD Beri Catatan soal Penurunan Kemiskinan Belum Capai Target

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement