Advertisement
Pemerintah dan BI Klaim Pelemahan Rupiah Masih Aman, Ini Dasarnya

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah mengklaim pelemahan rupiah yang terjadi dua hari terakhir hingga menembus Rp15.187 per dolar Amerika Serikat (AS) tidak berdampak signifikan terhadap APBN 2018. Publik juga diimbau tidak hanya melihat pelemahan rupiah dari sisi nilai kurs karena pelemahan terhadap dolar AS juga dialami oleh hampir semua mata uang.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menuturkan dampaknya masih dapat dikendalikan dengan baik. "Setiap rupiah mengalami pelemahan, pendapatan menjadi meningkat, dan pengeluaran juga meningkat, tetapi efek selanjutnya adalah pendapatan meningkat lebih tinggi dari pengeluaran," papar Suahasil di Bank Indonesia (BI), Kamis (4/10).
Advertisement
Kendati terkendali, dia menyampaikan dampak pelemahan rupiah tidak hanya terkait dengan APBN 2018. Keseluruhan ekonomi juga terdampak, termasuk neraca perdagangan.
Secara teori, rupiah melemah akan mendorong ekspor lebih kompetitif. Namun kenyataannya, impor Indonesia juga semakin melebar.
Saat ini, dia melihat impor yang mendominasi berasal dari barang modal akibat pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Oleh karena itu, Suahasil mengatakan pemerintah terus memonitor dampak rupiah tersebut. Menurutnya, pemerintah yakin BI dapat menjaga stabilitas rupiah.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menuturkan pihaknya masih melihat pelemahan rupiah cukup aman. "Yang penting supply dan demand-nya jalan dan banking sector juga kuat," ungkap Mirza, selepas peluncuran buku di BI, Kamis (4/10).
Saat ini, BI melihat rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) bank BUKU I-IV masih bagus, yakni di atas 20%. BI juga terus memantau likuiditas pasar keuangan.
Menurutnya, kenaikan suku bunga di pasar deposito belum mencapai 50 basis poin (bps) kendati bank sentral telah menaikkan 150 bps hingga September 2018. Selain itu, dia menegaskan BI selalu siap untuk membuka keran likuiditas melalui instrumen term repo. "Jadi BI pasti akan masuk ke pasar untuk tambah likuiditas jika memang likuditas rupiah mengetat," papar Mirza.
Namun, dia menegaskan likuiditas masih cukup ketat. Mirza juga menyampaikan agar publik tidak hanya melihat pelemahan rupiah dari sisi nilai kurs karena pelemahan terhadap dolar AS juga dialami oleh hampir semua mata uang. "Negara maju yang suku bunganya lebih rendah dari AS juga mengalami pelemahan kurs," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Nilai Investasi Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia Tembus Rp15,1 Triliun
- Asosiasi E-Commerce Diajak untuk Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar
- Serapan Tenaga Kerja DIY Capai 34.950 Orang dalam Setahun
- Pengin Menabung di Deposito? Berikut Bunga Deposito BCA, Mandiri, BNI, dan BRI Terbaru
Advertisement

Polda DIY Naikkan Status Kasus Dugaan Mafia Tanah Yang Menimpa Mbah Tupon ke Tahap Penyidikan
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
- Tak Ingin Ada Diskriminasi Usia dalam Rekrutmen Tenaga Kerja, Menaker Bakal Sisir Aturan Batasan Usia
- Pemerintah Pusat Siapkan Inpres Infrastruktur untuk Bantu Daerah
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Harga Emas Antam, UBS, dan Galeri24 Kompak Turun Hari Ini 9 Mei 2025
- Harga Pangan Hari Ini 9 Mei 2025: Daging Ayam dan Cabai Naik
- BI Catat Indeks Keyakinan Konsumen pada April 2025 Meningkat
- Hingga Maret 2025, Realisasi Belanja APBN di DIY Capai Rp4,66 Triliun
Advertisement