Advertisement
Indikator Penghitung Angka Kemiskinan DIY Perlu Diubah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Indikator untuk menghitung angka kemiskinan perlu diubah untuk mendapatkan data yang sesuai dengan kondisi di DIY. Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan DIY menilai penentuan indikator yang tepat dalam menghitung angka kemiskinan tersebut, diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan dari 12,13% per Maret 2018 menjadi 7% pada 2022 mendatang.
"Selama ini dalam melihat kemiskinan masih terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan. Bahwa si miskin itu tingkat pendidikan, derajat kesehatan dan tingkat kesejahteraannya rendah," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY JB Priyono seusai menggelar rapat bersama Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan DIY bersama Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Kantor Gubernur DIY, Selasa (16/10).
Advertisement
Padahal, kata Priyono, indikator tersebut merupakan grand desain pengentasan kemiskinan secara nasional yang tidak bisa diterapkan untuk wilayah seperti DIY. Namun, jika dilihat dari data yang ada mengenai kondisi di Jogja, data tersebut tidak relevan untuk menilai angka kemiskinan di wilayah ini.
Pasalnya, tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan di DIY sangat tinggi. Priyono menilai indikator-indikator itu justru sangat tepat untuk menghitung indeks pembangunan manusia (IPM).
"Secara nasional IPM DIY itu ranking dua di bawah DKI Jakarta, tetapi kalau dilihat dari kotanya, Kota Jogja itu rangking satu dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia. Indeks demokrasinya juga tinggi, apalagi indeks bahagianya. Jadi apa masalahnya [kemiskinan di DIY]," ungkap Priyono.
Priyono menjelaskan dalam menentukan tingkat kemiskinan seseorang atau masyarakat, konsep yang digunakan yakni Basic Needs Approach Concept. Artinya, konsep yang dipakai yakni berdasarkan pengeluaran untuk kebutuhan makanan dan non makanan, sehingga hal itu dinilai tidak cocok untuk menentukan penduduk miskin di DIY.
Hal senada juga disampaikan Tim Ahli Penanggulangan Kemiskinan DIY Pande Made Kutanegara. Menurut data BPS, indikator kemiskinan berdasarkan tingkat konsumsi makanan dan nonmakanan.
"Sementara di DIY, pengeluaran tertinggi itu adalah makanan. Setelah dilakukan pengecekan data, kenapa angka kemiskinan DIY ini tinggi, itu karena tingkat konsumsi masyarakatnya rendah. Meskipun indeks pendidikan, kesehatan dan indeks lainnya tinggi dan bagus," ujar Made.
Rendahnya tingkat konsumsi masyarakat DIY ini, kata Made, tentunya memiliki berbagai latar belakang, Bisa saja masyarakat memang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif karena pendapatan tidak cukup, atau memang gaya hidup masyarakat DIY yang pengeluarannya sedikit.
Kendati demikian, jika dilihat dari segi investasi, Made memaparkan orang Jogja cenderung masih menerapkan konsep gaya hidup sederhana. Asalkan kebutuhan hidup seperti makan, biaya sekolah dan fasilitas lainnya mencukupi, tidak ada tuntutan lebih untuk pengeluaran lainnya.
"Maka dari itu, indikator untuk menghitung tingkat kemiskinan ini harus berbeda, baik antar wilayah maupun antarkelas sosial. Sehingga pemda dan SKPD di level provinsi dan kabupaten perlu untuk saling bersinergi," imbuh Made.
Perkembangan Angka Kemiskinan DIY
Maret 2015 : 14,91%
September 2015 : 13,16%
Maret 2016 : 13,34%
September 2016 : 13,10%
Maret 2017 ; 13,02%
September 2017 : 12,26%
Maret 2018 : 12,13%
Target 2022 : 7%
Sumber: BPS DIY
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
Advertisement
Dapat Bantuan Dana Rp14 Miliar, Ini Ruas Jalan yang Akan Diperbaiki Pemkab Gunungkidul
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Kenaikan BI-Rate Bakal Berdampak Positif untuk Pasar Modal Lokal
- BI Naikkan Suku Bunga Acuan 25 Basis Poin Jadi 6,25%
- Pasca-Lebaran, Bisnis Properti di DIY Reborn
- Tren Perlintasan Penumpang di Bandara Soetta Naik 10 Persen di Lebaran 2024
- InJourney Dukung Japanese Domestic Market di Sirkuit Mandalika
- Transaksi Rupiah di Lintas Negara Naik 100 Persen
- Harga Bawang Merah Naik 100 Persen, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement