Advertisement
Tren Konsumsi Energi Terus Menguat

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Konsumsi energi di Indonesia cenderung menguat. Pertumbuhan konsumsi energi pada 2017 naik 5,0% jauh di atas rerata pertumbuhan selama 10 tahun terakhir sebesar 2,9%.
Chief Economist BP Spencer Dale mengatakan penggunaan energi tersebut meningkat dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Energi primer terdiri atas batu bara, minyak mentah, dan gas alam.
Advertisement
Berdasarkan data BP, perusahaan migas asal Inggris, konsumsi energi di Indonesia masih didominasi minyak mentah sebesar 44,1%, disusul batu bara yang naik hingga 32,6%, dan gas alam 19,2%, dan sisanya energi lain.
“Penggunaan batu bara meningkat pesat hingga 7,4% melebihi rata-rata 10 tahun terakhir 6,3% dan [produksi batu bara pada 2017] mencapai tingkat tertinggi yang ada,” katanya, Senin (23/10/2018).
Selain penggunaan batu bara, konsumsi gas alam pada 2017 juga naik 2,6% setelah penurunan selama 2 tahun berturut-turut.
Terkait dengan produksi, Dale mengatakan Indonesia hanya memproduksi setidaknya 57% dari konsumsi minyak pada 2017. Indonesia mengalami surplus minyak terakhir kali pada 2002 silam.
Produksi minyak Indonesia naik sekitar 7,9% atau 70.000 barel per hari selama 2 tahun berturut-turut (2016—2017) setelah terus menurun sejak 2011—2015.
Sementara itu, produksi gas alam mengalami penurunan selama 7 tahun berturut-turut hingga 3,6%. Intensitas energi [jumlah energi yang dibutuhkan per unit PDB] menurun 0,1% pada 2017 dibandingkan dengan penurunan rerata tahunan rerata yang mencapai 2,7% selama 10 tahun terakhir.
Penggunaan batu bara sebagai sumber energi primer dalam 5 tahun terakhir meningkat dan titik tertinggi sepanjang sejarah terjadi pada 2017 yang naik hingga 7,4%.
Dale mengatakan bahwa penggunaan batu bara di Indonesia pada 2017 meningkat pesat, yaitu 7,4% melebihi rerata selama 10 tahun terakhir yang hanya 6,3%. “Penggunaan batu bara ada di posisi kedua [32,6%] setelah minyak yang mendominasi di Indonesia [44,1% dari penggunaan energi primer].”
Terkait dengan produksi batu bara di Indonesia, Spencer mengatakan, meningkat hingga 1,3%. Kendati capaian itu jauh di bawah rata-rata peningkatan dalam 10 tahunan sebesar 8,9%. “Rasio produksi baru bara terhadap penggunaannya menurun menjadi 475% pada 2017 dibandingkan 504% pada 2016.”
Pemerintah perlu melakukan sosialisasi untuk kesadaran masyarakat terhadap hemat energi.
Hal ini seiring dengan meningkatnya konsumsi energi sebesar 5%, tertinggi dalam 5 tahun terkahir, berdasarkan data BP Review 2018.
Pengamat energi dari Energi Watch Mamit Setiawan mengakui masyarakat Indonesia cenderung konsumtif terhadap energi.
“Sehingga pertumbuhan energi kita terus meningkat setiap tahun.”
Menurutnya, pertumbuhan tersebut setidaknya memberikan gambaran secara tak langsung bahwa ekonomi Indonesia bisa meningkat, karena maraknya kesalahan pemakaian energi. Disisi lain, masyarakt juga cenderung susah untuk lepas dari energi fosil. “Saatnya pemerintah memberikan kesadaran kepada masyakata untuk lebih hemat energi.”
Terkait dengan pengembangan energi baru terbarukan sebagai pengganti energi fosil, Mamit mengakui energi terbarukan memang cenderung lebih mahal.
Investasi Melambat
BP Indonesia mengakui bahwa investasi sektor energy, khususnya minyak dan gas di Indonesia cenderung sangat lambat.
Hal ini terlihat dari produksi minyak yang tidak mengalami pertumbuhan. Dale mengatakan dalam 8−10 tahun terakhir, produksi minyak di Indonesia tidak mengalami pertumbuhan. Padahal permintaan terhadap energi minyak terus meningkat setiap tahun. “Itu yang pada akhirnya membuat Indonesia harus impor.”
Sama halnya dengan minyak bumi, produksi gas di Indonesia dalam 7 tahun terakhir cenderung lebih rendah. “Produksi gas pada 2017 lebih rendah 20% dibandingkan 2010.”
Namun, berbeda dengan minyak, permintaan untuk gas tidak mengalami pertumbuhan, sehingga Indonesia masih bisa ekspor.
Head of country BP Indonesia Moekianto Soeryowibowo mengatakan ada tiga hal yang membuat investasi di sektor energi menjadi lambat.
Pertama, lambatnya investasi dikarenakan Indonesia tidak cukup prospektif. “Kedua adalah masalah fiskal,” kata Moekianto.
Terkait fiskal, dia mengatakan pemerintah hanya mengalokasikan minim budget untuk sektor energi. Bahkan dibandingkan periode sebelumnya, anggaran untuk sektor energi jauh lebih kecil.
“Fiskalnya enggak kompetitif, jadi ini tantangan pemerintah bagaimana dengan budget kecil bisa menarik pada investor.”
Terakhir adalah regulasi yang cukup rumit. Dibandingkan dengan periode sebelumnya, dia mengaku pada investor yang ingin melakukan eksplorasi ibaratnya diberi karpet merah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ada 243 Titik Rawan Perjalanan Kereta Api, PT KAI Gelar Inspeksi Hadapi Libur Akhir Tahun
- Harga Gula di Dalam Negeri Mahal, Ini Penyebabnya
- TikTok Shop Kembali ke Indonesia Gandeng E-Commerce, Ini Reaksi Kemenkop
- Jokowi Buka Opsi Perpanjangan Kontrak Freeport 20 Tahun, Ini Syaratnya
- Lonjakan Harga Bahan Pokok Tak Terkendali
Advertisement

Jadwal Kereta Bandara YIA Xpress Selasa 12 Desember 2023, Tiket Rp50 Ribu
Advertisement

Cari Tempat Seru untuk Berkemah? Ini Rekomendasi Spot Camping di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Stagnan, Termurah Rp590 Ribu
- Sah, TikTok Shop Indonesia Gandeng GoTo untuk Jualan Lagi
- Lebih dari Dua Dekade, Epson Memajukan Teknologi dan Membangun Negeri di Indonesia
- Merayakan Hari Jadi ke-7, Swiss-Belboutique Yogyakarta Usung Tema 7antastic
- Menteri Investasi Setujui Tiktok Shop ke Tokopedia, Ini Alasannya
- Harga Tiket Pesawat Meroket Jelang Libur Akhir Tahun, Kemenhub Beri Penjelasan
- TikTok & Tokopedia Berkolaborasi, Ini Pesan Menparekraf
Advertisement
Advertisement