Advertisement
Apindo Sebut Stimulus Pemerintah terkait Covid-19 Belum Berdampak pada Pengusaha

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah stimulus kepada kalangan terdampak pandemi Covid-19. Kalangan pengusaha menyoroti dampak stimulus kebijakan selama krisis pandemi Covid-19 yang belum maksimal dan perlu ditingkatkan saat ini.
Adapun pemerintah melalui kebijakann moneter dan fiskal sejak awal pandemi Covid-19 telah menggelontorkan berbagai macam stimulus baik dalam bentuk bantuan sosial tunai hingga pengurangan berbagai beban pengusaha seperti pembebasan pajak.
Advertisement
Pemerintah PUN akan melanjutkan anggaran PEN pada RAPBN 2021 yakni mencapai total Rp356,5 triliun atau menurun dibandingkan PEN 2020 mencapai Rp695,2 triliun. Khusus untuk anggaran kesehatan di dalam PEN 2021 itu mencapai Rp25,4 triliun atau turun dari 2020 yang mencapai Rp87,5 triliun.
Baca juga: Hingga Pekan Ke-37, Ada 114 Pasien Terkonfirmasi Positif Covid-19 di DIY Meninggal Dunia
Pemerintah tahun ini rencananya akan membayar Rp3,3 triliun untuk uang muka pengadaan vaksin Covid-19 dan total mencapai Rp37 triliun untuk tahun jamak atau multiyear.
Sayangnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai berbagai upaya stimulus yang sudah ada saat ini belum berdampak maksimal. Hal itu baik untuk mempertahankan atau menstimulasi peningkatan produksi pengusaha.
"Seperti relaksasi kredit yang memang sudah berjalan baik tetapi masih perlu ditingkatkan untuk membantu karena pengusaha berharap kredit mampu menopang kinerja untuk bertahan tentu dengan suku bunga yang rendah," katanya dalam diskusi virtua; Indef yang dikutip Bisnis, Senin (30/11/2020).
Baca juga: Jelang Akhir Tahun, Sejumlah Proyek Terus Dikebut
Shinta mengemukakan pengusaha juga peningkatan likuiditas yang ada di bank saat ini menjadi ajang perbankan untuk menyalurkan pada industri yang membutuhkan. Namun, kenyataannya dana perbankan untuk industri lebih banyak digunakan sebagai pengurang beban ketimbang stimulan peningkatan produksi sektor riil.
Menurut Shinta, hal tersebut dikarenakan esensi dari biaya pinjaman yang tidak berkurang. Belum lagi, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang terbukti tidak memiliki korelasi pada pengurangan bunga kredit.
"Ini yang seharusnya lebih menjadi perhatian karena kredit bank jadi tidak menarik ditambah bank juga lebih berhati-hati karena takut NPL meningkat," ujarnya.
Sisi lain, Shinta mengutip survei Bank Dunia yang mencatat saat ini mayoritas perusahaan di Indonesia belum menerima bantuan dari stimulus kebijakan yang ada karena kurangnya sosialisai.
Shinta mengatakan dalam survei Bank Dunia disebutkan dari 850 perusahaan di Indonesia hanya 7 persen yang mendapat stimulus. Dari 93 persen yang belum menerima itu, 53% persennya secara rinci menyebut alasan karena ketidaktahuan stimulus yang ada.
"Jadi memang masih menjadi PR selain peningkatan stimulusnya juga sosialisasi," ujar Shinta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Popularitas Mobil LCGC Merosot, Tak Lagi Terjangkau Kelas Bawah
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Jakarta Fair 2025 Berakhir, Transaksi Sentuh Rp7,3 Triliun
- Airlangga Sebut Tarif Impor AS 32 Persen untuk Indonesia Masih Nego
Advertisement

Sleman Panen 6,3 Hektar Lahan Pertanian Padi Organik Varietas Sembada Merah
Advertisement

Berwisata di Tengah Bediding Saat Udara Dingin, Ini Tips Agar Tetap Sehat
Advertisement
Berita Populer
- Ribuan Dapur Umum Sudah Terbentuk, Pemerintah Antisipasi Defisit Ayam dan Telur
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini, Selasa 15 Juli 2025
- Harga Pangan Hari Ini: Cabai Rawit Rp67.171/Kg, Bawang Merah Rp40.943/Kg
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Selama Libur Sekolah 1,2 Juta Penumpang Gunakan KA Jarak Jauh di Daop 6 Yogyakarta
- Penjualan LCGC Turun Drastis hingga 50 Persen, Pakar: Akibat Regulasi dan Harga yang Semakin Tinggi
Advertisement
Advertisement