Advertisement
Duh, Lebih dari 20.000 Perusahaan Belum Lindungi Pekerja

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Hingga Mei 2022, lebih dari 20.000 perusahaan belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro, Eko Cahyo memaparkan dari 63.257 perusahaan yang diawasi dan diperiksa oleh BPJS Ketenagakerjaan, baru 40.144 atau 63% perusahaan yang patuh, dalam arti mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS Kesehatan.
Advertisement
Dengan begitu, dari jumlah tersebut sebanyak 23.113 perusahaan belum memberikan perlindungan kepada pekerjanya.
“Kinerja pengawasan dan pemeriksaan sampai dengan Mei 2022, jumlah perusahan yang telah kami awasi dan periksa ada 63.257 perusahaan. Sebanyak 63 persen di antaranya patuh yaitu 40.144 perusahaan, selebihnya belum patuh,” ucap Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI bersama Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Rabu (22/6/2022).
BACA JUGA: Geliatkan Perekonomian, PLN Serahkan Bantuan Rp130 Juta untuk PKL New Kemukus
Lebih rinci, dari total 63.257 perusahaan yang diawasi dan diperiksa, sebanyak 8.664 perusahaan masih dalam proses pengawasan dan pemeriksaan dan 51.841 perusahaan sudah menjalani proses pemeriksaan. Dari jumlah perusahaan yang sudah diperiksa, sebanyak 4.242 di antaranya mendapat rekomendasi Tidak Mendapatkan Pelayanan Publik Tertentu (TMP2T).
Adapun 11.416 sisanya, sebanyak 6.176 perusahaan diawasi melalui kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan atau Dinas Ketenagakerjaan setempat. Dari total itu, sebanyak 5.240 perusahaan telah masuk ke kejaksaan, dan tiga lainnya telah mendapatkan sanksi pidana, yakni PT KDH, PT Dungo Reksa, dan PT Natatex.
Modus yang dilakukan oleh puluhan ribu perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan tersebut memiliki modus yang beragam. Mulai dari perusahaan belum mendaftarkan diri dan pekerjanya padahal masuk ke dalam kategori wajib BPJS Ketenagakerjaan, hingga ada juga modus ketidakpatuhan berupa perusahaan menunggak iuran BPJS Ketenagakerjaan milik pekerjanya.
BACA JUGA: Menko Airlangga Bahas Peluang Kerja Sama dengan IBM
Selain itu, kata dia, ada juga perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya saja pada BPJS Ketenagakerjaan, padahal semua pekerja wajib didaftarkan.
“Ada juga perusahaan yang melaporkan upah pekerjanya tidak sesuai dengan yang sebenarnya,” ucap Anggoro.
Pada dasarnya, kata Anggoro, perusahaan yang melanggar akan disanksi berupa administrasi yang akan berlanjut ke pidana bilamana tidak menjalankan kewajibannya.
Meski demikian, BPJS Ketenagakerjaan mengklaim bahwa tingkat kepatuhan perusahaan dalam membayar menunjukkan kenaikan yang diikuti dengan peningkatan jumlah kepesertaan.
“Sampai dengan Mei 2022 kepatuhan perusahaan dalam membayar iuran naik 17 persen dan terdapat 375.000 peserta baru,” lanjut Anggoro.
BPJS pun menargetkan tahun ini kepesertaan mencapai 35 juta orang, sementara per Mei 2022 total kepesertaan tercatat 32,3 juta orang.
Bila merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), per Februari 2022 jumlah orang yang bekerja yang tergolong pekerja penuh, paruh waktu, maupun setengah penganggur sebesar 135,61 juta orang. Artinya masih banyak lagi pekerja yang belum mendapat pelindungan dari pemberi kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir APBN 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
Advertisement

Dua Mahasiswa KKN UGM Meninggal Dunia, Sejumlah Masjid di UGM Gelar Salat Gaib Doakan Mendiang
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Dana untuk Rumah Bersubsidi Rp18,8 Triliun, Telah Dikucurkan untuk Semester I 2025
- APBN Paruh Pertama 2025 Defisit Rp197 Triliun
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Memprediksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Sekitar 5 Persen
- BI DIY Sebut Inflasi pada Juni 2025 Masih Terkendali
- Ekspor DIY Tumbuh 10,57 Persen hingga Mei 2025, Disperindag Sebut 3 Faktor Pendorong
- Ini Komentar Ekonom UMY Soal Pemangkasan Target Pertumbuhan Ekonomi
- Kenaikan Tarif Ojek Online, Gojek Sebut Siap Menerapkan
Advertisement
Advertisement