Advertisement
Ternyata Pergub DKI Jadikan Plumpang Zona Industri dan Jasa

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan (ATR/BPN) mengungkap sejumlah aturan dan ketentuan zona penyangga atau buffer zone di wilayah sekitar objek vital negara, seperti Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara.
Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Gabriel Triwibawa mengatakan area permukiman di sekitar objek vital, idealnya memiliki buffer zone dengan jarak pengaman sekitar 500 meter.
Advertisement
"Di dalam ketentuan, lebarnya buffer zone itu 500 meter. Tetapi, saya belum tahu persis data di lapangan seperti apa karena perlu data pertanahan [status kepemilikan] di luar Depo Plumpang," kata Gabriel kepada wartawan, dikutip Selasa (8/2/2023).
Adapun, buffer zone diperlukan untuk mencegah atau meminimalisir dampak dari risiko yang dapat terjadi di kilang minyak milik negara tersebut.
Gabriel menerangkan, setidaknya ada 4 peraturan perundang-undangan yang mengatur kawasan di sekitar objek vital Depo Plumpang. Pertama, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1/2012 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.
Baca juga: Isu Tanah Ramai di Medsos, PSI DIY Minta Warga Jogja Tetap Tenang dan Mengutamakan Dialog
Kedua, Perda DKI Jakarta Nomor 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Ketiga, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60/2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur.
"Di sana sudah disebutkan ada namanya semacam buffer ruang terbuka hijau. Tetapi, pada tahun 2020 ini tampaknya berbasis pada eksisting perencanaan tata ruangnya, sehingga mengakomodasi keberadaan eksisting di mana di sana sudah ada banyak pemukiman," jelasnya.
Aturan keempat yakni Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 tahun 2022 tentang RDTR wilayah DKI Jakarta yang menyebutkan wilayah permukiman di Plumpang merupakan zona industri dan jasa.
"Sehingga ketika memang zonanya seperti itu, maka keberadaan masyarakat di sana memang sudah sesuai dengan rencana tata ruang. Tetapi sekarang ini sedang berproses revisi RTRW Provinsi nanti akan dimasukkan dalam zona pertahanan keamanan," tambahnya.
Lebih lanjut, Gabriel menuturkan, Kementerian ATR/BPN akan berkoordinasi dengan Pemda dan Kantor Pertanahan Jakarta Utara terkait penetapan status tanah di area Depo Plumpang.
Memakan Waktu 18 Bulan
Adapun, tahapan penyusunan tata ruang baru di area tersebut akan memakan waktu 18 bulan. Setelah Pemda mengidentifikasi status tanah, maka akan dikoordinasikan oleh kantor pusat ATR/BPN dengan lintas sektor untuk mengeluarkan aturan terkait.
"Kita akan mengundang beberapa K/L untuk menyepakati seperti apa bentuknya [tata ruang], kemudian baru akan ada persetujuan substansi dari Bapak Menteri, kemudian baru terbit peraturan daerah," tandasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto, mengatakan proses pembangunan buffer zone akan dilakukan bertahap melalui program penetapan lokasi (Penlok).
"Kita akan cek, kalau mungkin tanah ini adalah tanah masyarakat, maka akan ada program Penlok [penetapan lokasi]," kata Himawan.
Lebih lanjut, Himawan telah mendapat kabar terkait rencana relokasi Depo BBM Plumpang yang dituturkan Menteri BUMN, Erick Thohir, ke lahan milik PT Pelabuhan Indonesia (Persero). Namun, relokasi tersebut diperkirakan memakan waktu 2,5 tahun.
Untuk itu, Kementerian ATR/BPN akan segera melakukan identifikasi untuk kemudian memberikan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengeloa (HPL).
Menteri ATR/BPN menyampaikan adanya potensi pemberian hak lahan untuk masyarakat, asalkan zona tersebut telah terbukti aman atau bukan zona berbahaya. Untuk itu, pihaknya perlu memastikan kembali melalui peta zona milik PT Pertamina di area tersebut.
"Kalau seandainya pun itu masuk zona aman milik Pertamina, kita kan juga bisa berkoordinasi dengan Pertamina, bisa nggak zona aman ini kita berikan HGB di atas HPL, sehingga Pertamina tidak kehilangan asetnya, tetapi masyarakat menerima manfaat, kita bisa dengan prosedur nanti adalah konsolidasi tanah," jelasnya.
Dengan demikian, lewat prosedurt tersebut dapat ditentukan untuk pengaturan jalan, fasilitas umum dan fasilitas publik. Dia memastikan bahwa hunian yang akan dibangun merupakan hunian vertikal, bukan landed house.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Upaya OJK DIY Tekan Gap Literasi dan Inklusi Keuangan yang Masih Lebar
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Nilai Investasi Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia Tembus Rp15,1 Triliun
- Asosiasi E-Commerce Diajak untuk Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar
- Serapan Tenaga Kerja DIY Capai 34.950 Orang dalam Setahun
Advertisement

Tanah Tutupan di Bantul Sudah Bersertifikat, Warga Tuntut Ganti Rugi JJLS
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Tenaga Kerja 1,6 Juta Orang Diprediksi Bisa Terserap ke Koperasi Merah Putih
- Distribusi LPG 3 Kg Bakal Diawasi Badan Khusus
- Wakil Menteri Koperasi Tuding IMF Jadi Penyebab Tumbangnya Koperasi Unit Desa
- Pertumbuhan Kredit dan Tabungan di Bank Syariah Melambat
- Harga Bahan Pangan Hari Ini Minggu 11 Mei 2025, Bawang Merah Rp39 Ribu hingga Cabai Rpp51 Ribu
- Libur Waisak 2025, KAI Commuter tambah 4 Perjalanan KRL Jogja Solo
Advertisement