Advertisement

Kesenjangan Pria dan Wanita di Dunia Kerja Kian Melebar, Ini Buktinya

Chatarina Ivanka
Senin, 04 Maret 2024 - 22:37 WIB
Arief Junianto
Kesenjangan Pria dan Wanita di Dunia Kerja Kian Melebar, Ini Buktinya Ilustrasi buruh. - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Bank Dunia (World Bank) dalam laporan terbarunya menyebutkan bahwa kesenjangan hak antara kaum perempuan dan pria di dunia kerja masih sangat melebar.

Dalam laporan yang bertajuk Women, Business, and the Law, Bank Dunia menyebutkan bahwa ketika perbedaan hokum yang melibatkan kekerasan dan pengasuhan anak diperhitungkan, rata-rata perempuan di seluruh dunia hanya dapat menikmati kurang dari dua pertiga hak atau sekitar 66% dari yang diperoleh laki-laki di tempat kerja.

Advertisement

Bank Dunia pun menegaskan bahwa tidak ada negara yang memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan. Kondisi itu bahkan terjadi pula di negara-negara maju atau kaya sekalipun.

Sebagai informasi, laporan Bank Dunia tersebut memberikan gambaran komprehensif tentang hambatan yang dihadapi perempuan dalam memasuki dunia kerja secara global. “Akses yang terbatas bagi kaum perempuan tersebut pada akhirnya berkontribusi terhadap aspek kesejahteraan bagi diri mereka sendiri, keluarga, dan komunitas mereka,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, seperti dikutip pada Senin (4/3/2024).

Adapun, laporan ini memperluas cakupan analisisnya dengan menambahkan dua indikator yang penting dalam membuka atau membatasi pilihan bagi perempuan yakni keamanan dari kekerasan dan akses terhadap layanan penitipan anak.

Ketika langkah-langkah tersebut dimasukkan, perempuan rata-rata hanya menikmati 64% perlindungan hukum dibandingkan laki-laki. Persentase itu jauh lebih sedikit dibandingkan perkiraan sebelumnya yakni sebesar 77%.

Kesenjangan gender bahkan lebih besar dalam praktiknya. Untuk pertama kalinya, laporan Bank Dunia tersebut memberikan penilaian terhadap kesenjangan antara reformasi hukum dan hasil nyata bagi perempuan di 190 negara.

Analisis dari laporan tersebut mengungkapkan hasil yang mengejutkan dalam hal implementasi untuk menekan kesenjangan hak bagi perempuan di berbagai negara.

Meskipun undang-undang yang ada menyiratkan bahwa perempuan menikmati sekitar dua pertiga (66%) hak laki-laki, nyatanya rata-rata negara dunia hanya menetapkan kurang dari 40%.

Misalnya, sebanyak 98 negara telah memberlakukan undang-undang yang mewajibkan upah yang sama bagi perempuan untuk pekerjaan yang bernilai sama. Akan tetapi hanya 35 negara yang telah menerapkan langkah-langkah transparansi gaji atau mekanisme penegakan hukum untuk mengatasi kesenjangan gaji.

Selain itu, dari 151 negara yang memiliki undang-undang larangan pelecehan seksual di tempat kerja, hanya 39 negara yang mempunyai undang-undang yang melarang pelecehan seksual di ruang publik.

Lemahnya perlindungan di ruang publik menghalangi perempuan untuk menggunakan transportasi umum ketika berangkat kerja. Sebagian besar negara juga mendapat skor buruk dalam undang-undang pengasuhan anak.

Saat ini, hanya 78 negara yang memberikan dukungan keuangan atau pajak bagi orang tua yang memiliki anak kecil.

Dalam hal pengasuhan anak, hanya 62 negara yang memiliki standar kualitas layanan penitipan anak sehingga membuat kebanyakan perempuan memilih meninggalkan pekerjaannya untuk mengasuh anak. Perempuan menghabiskan rata-rata 2,4 jam setiap hari untuk mengasuh anak.

Ketika akses terhadap penitipan maupun pengasuhan anak diperluas, partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat.

Percepatan Kesetaraan Gender

Pada bidang kewirausahaan, terdapat satu dari lima negara yang memiliki kriteria gender dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah sehingga menutup peluang perempuan untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja.

Hal ini dapat memengaruhi perekonomian negara sebesar US$10 triliun per tahun. Untuk itu, Kepala Ekonom Bank Dunia sekaligus Wakil Presiden Senior bidang Ekonomi Pembangunan, Indermit Gill mengatakan pemerintah di berbagai negara perlu mempercepat kebijakan kesetaraan gender, sebab perempuan memiliki kekuatan untuk meningkatkan produk domestik bruto (PDB) global sebesar lebih dari 20%. 

“Di seluruh dunia, undang-undang dan praktik yang diskriminatif menghalangi perempuan untuk bekerja atau memulai bisnis secara setara dengan laki-laki,” kata Indermit Gill dalam keterangan resminya, Senin.

Selain itu, berdasarkan laporan itu, di 62 negara, kehidupan perempuan yang mengharuskan untuk mengambil cuti seperti ketika memiliki anak, juga menimbulkan ketidakamanan finansial karena menerima gaji yang lebih rendah akibat pemotongan upah cuti.

Oleh karena itu, perempuan hanya mendapat 77 sen untuk setiap US$1 yang dibayarkan kepada laki-laki. Kesenjangan pengimplementasian undang-undang tersebut memperlihatkan kinerja berbagai negara yang perlu didorong kembali untuk mencapai kesetaraan kesempatan bagi perempuan.

BACA JUGA: Kesetaraan Gender Harus Terus Didorong

Negara Togo di Afrika Barat misalnya, meskipun baru menerapkan 27% sistem undang-undang kesetaraan gender, tetapi telah memberikan perempuan hak sebesar 77%, lebih besar dibanding laki-laki.

Penulis laporan Women, Business and the Law, Tea Trumbic mengatakan bahwa reformasi undang-undang dan pemberlakuan kebijakan publik menjadi urgensi besar sehingga dapat memberdayakan perempuan dalam bekerja serta mengembangkan bisnisnya.  

“Meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan adalah kunci untuk memperkuat suara mereka dan mengambil keputusan yang berdampak langsung pada mereka,” ujar Tea Trumbic.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Joko Pinurbo Sempat Menitipkan Pesan Ini lewat Harianjogja.com Dua Tahun yang lalu

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 14:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement