Advertisement

Sentra Jamu Kiringan Bantul, Merawat Tradisi dengan Inovasi dan Teknologi

Sirojul Khafid
Kamis, 21 Maret 2024 - 14:47 WIB
Mediani Dyah Natalia
Sentra Jamu Kiringan Bantul, Merawat Tradisi dengan Inovasi dan Teknologi Murjiyati saat berada di rumah produksi jamunya di Kiringan, Canden, Bantul, Senin (4/3/2024). - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Mewarisi produk budaya tidak harus saklek seperti sedia kala. Masyarakat Kiringan mengombinasikan inovasi serta teknologi untuk membawa jamu semakin berdaya di rumah lahirnya.

Tangan Murjiyati masih menyisakan warna kuning yang merata di tangannya. Beberapa jam sebelumnya, perempuan berusia 53 tahun ini baru saja pulang dari menjual jamu. Tangannya masih menyisakan bahan jamu yang terbuat dari rempah-rempah.

Advertisement

Setiap pukul 08.00 WIB, Murjiyati beserta sekitar 75 perempuan lain di Kiringan, Canden, Bantul berkeliling ke segala penjuru. Meski berbeda arah, tujuannya sama, menjajakan jamu yang merupakan warisan para pendahulu. Kiringan saat ini merupakan sentra jamu, yang diklaim sebagai yang terbesar di Indonesia.

Di keluarganya, Murjiyati merupakan generasi ketiga sebagai penjual jamu. Generasi pertama di Kiringan mengenal jamu dari Mbah Joparto. Kita mundur ke sekitar tahun 1947. Mbah Joparto awalnya merupakan buruh batik di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setiap harinya, dia harus berjalan sekitar 18 kilometer dari rumahnya.

Abdi dalem yang mungkin iba melihat Mbah Joparto yang kala itu berusia sekitar 50 tahun, kemudian mengajarinya membuat jamu. Singkat cerita, keahlian itu dia kembangkan di rumahnya di Kiringan. Keahlian ini dia sebarkan kepada tetangga, yang kemudian hari juga menjadi produsen jamu. Keahlian ini turun-temurun, termasuk ke Murjiyati.

Dari tahun 1947 sampai berpuluh-puluh tahun ke depannya, penjualan masih tradisional dan belum ada pembentukan kelompok. “Kamudian pada 2007, dari dinas meminta kami membentuk kelompok secara resmi berbadan hukum. Biar punya izin dan terdata. Kemudian ada berbagai jenis pelatihan dari berbagai pihak yang masuk ke Kiringan,” kata Murjiyati saat ditemui di rumah produksi jamunya di Kiringan, Canden, Bantul, Senin (4/3/2024).

Kelompok koperasi bernama Seruni Putih kemudian lahir pada 23 Maret 2007. Bermula dari bantuan dan juga iuran awal anggota, ada modal sekitar Rp30 juta yang bisa para anggota manfaatkan. Modal simpan pinjam di koperasi ini bisa anggota gunakan untuk modal dan pengembangan usaha. Tambahan modal dari pihak pemerintah maupun swasta semakin membuat para anggota yang kini berjumlah 132 orang, semakin leluasa mengembangkan usahanya.

Pihak yang turut membersamai berkembangnya Seruni Putih adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Tidak hanya dalam bentuk uang, BRI juga membantu pengadaan mesin giling bahan jamu untuk memudahkan anggota Seruni Putih membuat bahan baku. Sebelum ada bantuan alat seharga Rp20 juta tersebut, sekali menggiling biayanya bisa mencapai Rp10.000 sampai Rp30.000, tergantung banyak sedikitnya bahan baku jamu. Bantuan juga dalam bentuk pembuatan gapura dusun dan genset untuk kegiatan warga.

Baca Juga

Ribuan Warga Serentak Minum Jamu Tradisional di Alun-Alun Selatan Jogja

Mengenal Jamu Ginggang Resep Asli Abdi Dalem Pakualaman

Pengin Coba Jamu Berbentuk Selai? Datang Saja ke Desa Ini di Bantul

Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan sebagai mitra pemerintah, BRI terus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di berbagai sektor. Dalam konteks Seruni Putih, setelah mereka membentuk koperasi, akses keuangan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI semakin mudah. Anggota yang tergabung sudah memiliki kejelasan dan legalitas usaha, sehingga proses pengajuan akan lebih mudah dan cepat.

Pada tahun 2023, BRI RO Jogja yang mencakup wilayah DIY dan sebagian Jawa Tengah, telah menyalurkan Kredit KUR sebanyak Rp 18,45 triliun dengan total 432.452 debitur. Sementara untuk KUR Mikro sebanyak Rp16,46 triliun dengan total 424.919 debitur serta KUR Kecil sebanyak Rp1,98 triliun dengan total 7.533 debitur.

Dari total penyaluran tersebut, sektor industri pengolahan masuk dalam persentase sebesar 11,7%, di dalamnya termasuk produksi jamu. Sektor lain seperti perdagangan sebanyak 42,2%, sektor jasa 23,6%, sektor pertanian 21,0%, serta sektor perikanan 1,6%.

“UMKM yang mendapat kredit KUR cenderung semakin maju dengan kesempatan nasabah untuk bisa naik kelas, dari kredit KUR Supermikro ke Kredit KUR Mikro, dan Kredit KUR Mikro bisa naik kelas ke Kredit KUR Kecil. Sehingga nasabah dapat terus membangun usahanya untuk berkembang lebih maju dan BRI senantiasa siap untuk mendukung pertumbuhan nasabah UMKM,” kata Sarjono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/3/2024).

Di samping akses tersebut, BRI juga memfasilitasi pelatihan agar anggota Seruni Putih semakin bisa mengembangkan produknya. “Pelatihan juga membuat banyak inovasi dengan produk jamu. Sekarang tidak hanya jamu siap minum, tapi juga ada jamu instan yang bisa bertahan sampai enam bulan. Bisa untuk oleh-oleh atau disimpan lebih lama,” kata Murjiyati, yang juga Ketua Seruni Putih. “Penjualan saat ini juga merambah pada sistem online, dengan melibatkan anak-anak para anggota.”

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengatakan bahwa jamu di Kiringan, Canden, Bantul bukan hanya sarana peningkatan kesehatan masyarakat saja, namun juga sebagai motor penggerak ekonomi serta pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut.

“Kekuatan potensi jamu di Bantul ini ditetapkan sebagai inovasi daerah oleh Dinas Kesehatan yakni Seroja, atau Sehat Ekonomi Meningkat Karo Jamu. Inovasi ini berhasil masuk ke jajaran TOP 45 Inovasi Publik tingkat nasional,” kata Halim, dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.

Memadukan Tradisional dan Modernisasi

Sama seperti generasi di atasnya, Murjiyati juga mewarisi usaha jamu kepada anaknya. Lantaran umurnya yang muda dan lebih ramah teknologi, anak Murjiyati lebih banyak mengurus penjualan secara online.

Perpaduan resep jamu tradisional dengan digitalisasi dan modernisasi membawa dampak positif. Penjualan jamu semakin bisa menjadi tumpuan hidup para pelakunya. Seperti usaha jamu bernama Riski Barokah milik Murjiyati, dalam sehari bisa menjual 80-100 batok jamu langsung minum. Harga per batok sekitar Rp5.000.

Itu belum termasuk penjualan jamu botolan dan instan. Jumlahnya tidak menentu untuk kedua jenis jamu tersebut. Namun jumlahnya cukup banyak, terlebih saat para reseller sedang datang dan mengisi stok dagangan jamu mereka. Harga jamu botolan siap minum senilai Rp5.000 sampai Rp10.000. Sementara untuk jamu instan rata-rata seharga Rp15.000.

Semua jenis jamu hampir merata jumlah penjualannya. Pembeli biasanya memilih jamu sesuai kebutuhan dari khasiat masing-masing jamu. Tidak ada jenis jamu yang penjualannya jomplang. Hampir semuanya merata. “Saat ini peningkatan ekonominya lebih baik, dulu belum ada inovasi seperti jamu instan dan lainnya. Pengalaman juga belum banyak,” katanya. “Termasuk pengetahuan untuk membuat rumah produksi yang higienis dan tertata. Ini rumah produksi kami baru selesai akhir bulan Februari lalu.”

Dengan terus berprogres untuk masing-masing anggota, kemudian saling menguatkan dalam internal Seruni Putih, Murjiyati berharap warisan budaya jamu ini bisa semakin lestari sampai anak cucunya. Terlebih saat ini jamu tidak hanya minuman para orang tua. Pelanggan Murjiyati berasal dari semua kalangan, dari tua sampai muda. “Anak muda banyak yang beli. Anak muda semakin sadar pentingnya jamu untuk kesehatan. Tidak ada bahan kimia atau pengawet, jadi sehat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Hasil Survei Pilkada Jogja: Singgih Raharjo Urutan Pertama, Disusul Heroe Poerwadi dan Eko Suwanto

Jogja
| Senin, 29 April 2024, 12:47 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement