Advertisement

Para Perempuan Mandiri dari Dusun di Selatan Jogja

Sirojul Khafid
Sabtu, 30 Maret 2024 - 14:37 WIB
Abdul Hamied Razak
Para Perempuan Mandiri dari Dusun di Selatan Jogja Para perempuan penjual jamu di Kiringan, Canden, Bantul. - Ist/Seruni Putih

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Perempuan tidak sebatas mengurus rumah tangga. Di Kiringan, para perempuan justru menjadi penopang utama ekonomi keluarga.

“Tidak ada orang jagongan (nongkrong), semua perempuan di sini sibuk,” kata Murjiyati.

Advertisement

Saat berkunjung ke Kiringan, Canden, Bantul pada pagi sampai siang hari, kita akan jarang menemukan ibu-ibu yang sedang bersantai di depan rumah. Setiap pagi, mulai sekitar pukul 07.00 WIB, sekitar 75 ibu-ibu beredar ke banyak penjuru. Dari yang termuda umur 30 tahun sampai tertua 70-an tahun, semuanya akan berpencar ke berbagai arah. Ada yang ke Selatan dusun, atau ke Barat, Utara, dan Timur.

BACA JUGA: Keren! Tak Mau Ada Kasus KDRT, 4 Kalurahan Ini Punya Aturan Khusus untuk Lindungi Perempuan

Meski berbeda arah, tujuannya sama, menjual jamu yang sudah menjadi warisan turun-temurun di dusun tersebut. Ada yang menggunakan sepeda ontel, adapula yang memakai sepeda motor. Ibu-ibu penjual jamu ini kebanyakan menjajakan jamu batok, alias jamu peras yang langsung minum.

Menjelang pukul 14.00 WIB, satu per satu akan kembali ke Kiringan, dusun yang berjarak sekitar 18 kilometer dari pusat Kota Jogja. Dengan menggunakan motor, perjalanan bisa memakan waktu sekitar 40 menit. Untuk mengunjungi tempat yang masih banyak persawahannya ini, dari pusat Kota Jogja kita perlu berjalan ke arah Selatan. Memasuki Kiringan dari berbagai pintu masuk, banyak terpasang penanda bahwa dusun ini menjadi sentra jamu.

Semua berawal sekitar tahun 1947. Generasi pertama di Kiringan mengenal jamu dari sosok perempuan bernama Mbah Joparto. Kala itu, Mbah Joparto merupakan buruh batik di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Untuk bekerja, setiap harinya dia harus berjalan sekitar 18 kilometer dari rumahnya.

Abdi dalem yang mungkin iba melihat Mbah Joparto, yang sudah berusia sekitar 50 tahun, kemudian mengajarinya membuat jamu. Singkat cerita, keahlian itu dia kembangkan di rumahnya di Kiringan. Keahlian ini Mbah Joparto sebarkan kepada tetangga, yang kemudian hari juga menjadi produsen jamu. Keahlian ini turun-temurun ke generasi berikutnya.

Murjiyati salah satunya. Dia merupakan generasi ketiga sebagai pembuat jamu di keluarganya. Saat ini, para penjual jamu di Kiringan tergabung dalam Koperasi Seruni Putih sejak 2007. Total anggota 132 orang. Dari semua anggota, hanya ada dua yang laki-laki. Itupun karena menggantikan istrinya yang sakit atau meninggal.

Dari 132 anggota, sekitar 75 anggota masih rutin menjajakan jamu dari tempat ke tempat. Sisanya fokus berjualan dari rumah atau secara daring. Untuk Murjiyati, dia masih berjualan berkeliling, namun juga menyediakan toko di rumahnya.

“Sejak membentuk koperasi, banyak pelatihan dari pemerintah maupun pihak lain. Masuk tahun 2013, saya mengurus perizinan produksi jamu dengan nama Riski Barokah,” kata Murjiyati, saat ditemui di rumah produksinya di Kiringan, Canden, Bantul, Senin (4/3/2024).

Setelah puluhan tahun berjualan ala kadarnya, berbekal banyak pelatihan, Murjiyati mulai berinovasi pada produk jamunya. Tidak hanya dalam bentuk jamu peras, Riski Barokah juga menyediakan jamu instan yang bisa bertahan lebih lama. Kemasan yang bagus juga memungkinkan jamu instan menjadi oleh-oleh khas Jogja.

Mengembangkan Usaha

Di tahun 2013 itu pula, Bank Rakyat Indonesia (BRI) menawarkan kepada para anggota Koperasi Seruni Putih yang ingin mengakses kredit usaha rakyat (KUR). Apabila pinjaman di internal koperasi maksimal sekitar Rp3 jutaan, pinjaman melalui KUR BRI bisa puluhan sampai ratusan juta rupiah.

Untuk mengembangkan usaha Riski Barokah, awalnya Murjiyati mengakses KUR senilai Rp15 juta. Kemudian nominalnya bertambah menjadi Rp50 juta. “Kemudian KUR-nya bertambah menjadi Rp100 juta, Rp150 juta, dan terakhir Rp200 juta. Itu sehari cair, karena dilihat dari rekam jejaknya juga, kami enggak ada yang merah catetan [hutangnya]. Di sini (Koperasi Seruni Putih) paling sedikit ngakses KUR sebanyak Rp50 juta,” kata Murjiyati, yang juga Ketua Seruni Putih.

Sebulan sekali, Murjiyati rutin mengangsur hutangnya di BRI. Tidak hanya miliknya, namun Murjiyati juga membawa angsuran hutang anggota lain. Sehingga pembayaran bisa sekali jalan, yang nilainya bisa mencapai Rp37 juta sekali transaksi.

Semua pinjaman dari ibu-ibu ini menjadi modal untuk memproduksi dan menjual jamu. Perputaran uang setiap harinya tergolong tinggi. Uang tersebut untuk membeli bahan baku dan kebutuhan lainnya.

Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan BRI sebagai mitra pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembiayaan KUR BRI. Dalam lingkup BRI Regional Office (RO) Jogja, yang mencakup DIY dan Jawa Tengah, sudah ada penyaluran KUR sebanyak Rp18,45 triliun dengan total 432.452 debitur pada 2023. Sementara untuk penyaluran KUR Mikro sebanyak Rp16,46 triliun dengan total 424.919 debitur serta KUR Kecil sebanyak Rp1,98 triliun dengan total 7.533 debitur.

Dari total penyaluran kredit KUR di BRI RO Jogja tahun 2023, terbagi dalam sektor perdagangan 42,2%, sektor jasa 23,6%, sektor pertanian 21,0%, sektor industri pengolahan 11,7%, dan sektor perikanan 1,6%. Secara umum, permohonan KUR di BRI RO Jogja sama dengan daerah lain. Namun di BRI RO Jogja sering menjalin kerjasama dengan instansi pemerintahan maupun swasta untuk business matching. Sehingga proses permohonan kredit dapat dilakukan secara onsite, serta ditindaklanjuti di hari itu juga. Sistem ini membuat proses pemberian kredit bisa one day service.

“UMKM yang mendapat kredit KUR cenderung semakin maju, dengan kesempatan nasabah untuk bisa naik kelas, dari kredit KUR Supermikro ke Kredit KUR Mikro, dan Kredit KUR Mikro bisa naik kelas ke Kredit KUR Kecil. Sehingga nasabah dapat terus membangun usahanya untuk berkembang lebih maju. BRI senantiasa siap untuk mendukung pertumbuhan nasabah UMKM,” kata Sarjono, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2024).

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengatakan bahwa jamu di Kiringan, Canden, Bantul bukan hanya sarana peningkatan kesehatan masyarakat saja, namun juga sebagai motor penggerak ekonomi serta pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut.

“Kekuatan potensi jamu di Bantul ini ditetapkan sebagai inovasi daerah oleh Dinas Kesehatan yakni Seroja, atau Sehat Ekonomi Meningkat Karo Jamu. Inovasi ini berhasil masuk ke jajaran TOP 45 Inovasi Publik tingkat nasional,” kata Halim, dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.

Mewarisi pada Generasi Penerus

Potensi besar dunia jamu juga Murjiyati seriusi dengan membuat rumah produksi yang lebih layak. Bermodal dari salah satunya bantuan BRI, dia membuat rumah produksi Riski Barokah lebih lengkap dan lebih bersih fasilitasnya. Peletakan batu pertama bertepatan dengan ulang tahun BRI pada 16 Desember. Rumah produksi itu baru diresmikan akhir Februari 2024.

“Dari jamu, hasilnya bisa untuk banyak kebutuhan hidup, termasuk nyekolahin anak-anak. Di sini, ibu-ibu termasuk tulang punggung keluarga,” kata perempuan yang sudah berjualan jamu selama 38 tahun ini. “Sekarang penjualan juga online, saya dari WhatsApp, anak saya dari marketplace.”

Menurunnya ‘darah jamu’ dari Murjiyati ke anaknya, membuat rantai pelestarian warisan budaya jamu semakin tersambung. Anak Murjiyati menjadi generasi keempat di keluarganya, yang memproduksi dan berjualan jamu. Tidak persis seperti ibunya, si anak memberikan sentuhan kemajuan teknologi dalam berjualan jamu.

“Penjualan secara online semakin membuat pasar membesar, pesanan datang dari Sulawesi dan Kalimantan,” kata Murjiyati yang saat ini berusia 53 tahun.

Jamu Tak Harus Pahit

Inovasi produk juga untuk membuat citra pahit jamu semakin pudar. Pemilik usaha jamu Unoi Mandiri di Kiringan, Unun Matoyah, sadar apabila tidak semua orang punya kenangan manis dengan pahitnya jamu. Beberapa anak mungkin trauma ketika pernah dicekoki jamu saat kecil. Dulu, orang tua memaksa anak meminum jamu dengan banyak tujuan, dari untuk meningkatkan nafsu makan atau untuk kesehatan. Sudahlah pahit, ada pemaksaan pula. Kesan orang pada jamu semakin tidak ramah.

Tapi itu cerita lama. Kini, jamu hadir dengan berbagai variasinya. Termasuk tidak lagi selalu pahit. Ini yang coba Unoi Mandiri lakukan melalui berbagai produknya. Tetap ada jamu yang pahit sesuai kandungan bahan baku. Namun tersedia juga jamu dengan rasa yang lebih ramah di mulut manusia.

Bahkan semakin banyak inovasi, termasuk membuat jamu dalam bentuk selai roti, yang Unoi Mandiri kembangkan sejak 2020. “Jamu kan kebanyakan anak-anak enggak begitu suka. Jamu yang biasanya dalam bentuk minuman, kami berinovasi membuat selai untuk makan roti. Ini lebih praktis, awet, dan bisa dibawa kemana aja. Perempuan karir atau para remaja bisa praktis membawanya,” kata Unun, perempuan berusia 40 tahun ini.

Selai roti ini berasal dari kunyit asem. Secara khasiat bisa untuk meredakan nyeri saat haid, pelancar haid, dan sariawan. Kunyit asem juga memiliki antioksidan yang tinggi. Bahkan limbah dari biji asem masih Unun gunakan untuk membuat kopi.

“Produksi selai [jamu] ini yang pertama di Indonesia, sekarang banyak produsen lain yang juga membuat. Kami juga berinovasi dengan membuat jamu menjadi sabun sampai parfum,” katanya. “Kami pengen melestarikan budaya jamu dengan cara berinovasi terus.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Beli Tiket Kereta Bandara YIA Bisa via Online, Begini Caranya

Jogja
| Selasa, 30 April 2024, 01:37 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement