Advertisement

Promo November

Membangun Ekosistem Anggrek di Magelang

Sirojul Khafid
Senin, 29 April 2024 - 01:27 WIB
Sunartono
Membangun Ekosistem Anggrek di Magelang Rakhi saat sedang merawat anggreknya di Muntilan, Magelang, beberapa waktu lalu. - Ist/Dok. Pribadi

Advertisement

Harianjogja.com, MAGELANG—Miliaran cerita tercipta saat pandemi Covid-19 menyerang Indonesia. Ini salah satu cerita tentang anak muda Magelang yang berbisnis anggrek setelah pekerjaannya lenyap dimakan Covid-19.

Hanya cukup satu anggrek. Satu anggrek yang datang ke rumah Khabib Fathoni dan anaknya, Nurfaiz Rakhi Pradhana, di tahun 2000 mengubah penampakan rumah mereka ke depannya. Saudara mereka memberikan satu anggrek yang kemudian Fathoni rawat hingga berbunga di rumahnya, di Muntilan, Magelang.

Advertisement

Ternyata laki-laki yang kala itu bekerja sebagai pegawai negeri sipil itu merasa senang. Dari satu anggrek kemudian bertambah dan terus bertambah. Fathoni menjadi penghobi tanaman anggrek. Tanaman yang semakin banyak kemudian mendapat ruang di green house, di salah satu sisi rumahnya.

Tetangga yang melihat kemudian tertarik. Ada dua orang yang konsisten belajar. Kini mereka menjadi petani anggrek secara total. Fathoni hanya melakoni perawatan anggrek sebagai hobi. Sementara Rakhi? Dia tidak ada ketertarikan dengan anggrek kala itu.

Saat awal Fathoni merawat anggrek, Rakhi masih sekolah tingkat menengah pertama atau SMP. Saat lulus kuliah, berbagai pekerjaan sempat menjadi tumpuan hidup. Mulai dari membuka usaha laundry perlengkapan hotel sampai desainer interior.

Di awal tahun 2020, sebagai desainer interior, Rakhi sudah cukup mampu untuk menghidupi keluarga kecilnya, dengan satu anak yang berusia sekitar dua tahun. “Waktu itu ada beberapa kerjaan di mal, ada 30 titik di Jawa Tengah dan DIY. Baru ngerjain setengah, terus ada Covid-19, berhenti semua kerjaan. Nganggur sekitar empat bulan, padahal baru punya anak pertama,” kata Rakhi, saat dihubungi secara daring, Kamis (25/4/2024).

Rakhi lebih sering di rumah. Belum ada pekerjaan pengganti. Baru di saat itu, Rakhi mulai melirik anggrek. Bukan untuk hobi seperti ayahnya, namun lebih kepada bisnis. Dia melihat orang yang dahulu belajar kepada ayahnya, kini bisa menghidupi keluarga dari bisnis anggrek.

Melihat ada potensi yang bisa dikembangkan, Rakhi kemudian belajar anggrek dengan ayahnya. Ilmu secara teori dia praktikkan di green house yang sudah ada sebelumnya. Jumlahnya memang tidak sebanyak dulu. Fathoni pernah membuat green house selebar 10x5 meter, namun sempat roboh saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010.

Saat Rakhi mulai menekuni anggrek, jumlah yang tersisa di green house hanya sekitar 15 persennya. Namun itu cukup untuk Rakhi belajar dan bereksperimen. “Saya belajar juga ke petani besar di Magelang, termasuk juga belajar anggrek ke Malang sampai Subang,” kata laki-laki berusia 32 tahun ini.

Penanaman anggrek Rakhi di awal-awal gagal. Berbagai percobaan juga tidak berhasil. Namun dia justru semakin sering mencoba. “Penasaran dan tertantang, kok yang lain bisa nanem sampai hidup, berbunga, dan jualan, bisa buat hidup, kenapa aku enggak bisa?” katanya.

Pola yang sama berlangsung sekitar tiga bulan. Hingga akhirnya Rakhi semakin paham tentang anggrek dan mulai berhasil merawat dan menumbuhkannya. Selama belajar, belum ada pemasukan yang berarti. Justru Rakhi lebih sering keluar modal untuk belajar.

Berjualan Anggrek

Berbekal ilmu yang masih terus diasah setiap hari, Rakhi sedikit demi sedikit mulai mengembangkan anggreknya. Dia membangun kembali green house di rumah. Rakhi memanfaatkan kayu dari bekas renovasi rumah neneknya yang tidak terpakai. Green house masih seadanya, yang penting anggrek bisa terawat dengan lebih nyaman.

Di masa-masa itu pula, Rakhi mulai sering membeli anggrek jenis Bulan dari Jawa Barat. Sebenarnya anggrek itu sedari pembelian sudah cukup mahal, sekitar Rp100.000. Belum lagi ongkos kirimnya. Padahal Rakhi masih perlu mengambil untung untuk menjualnya lagi ke konsumen.

Sistem pembelian anggrek jenis Bulan tersebut sempat membuat tetangga Rakhi meragukan usahanya. Pembelian pertama sebanyak 100 anggrek Bulan. “Sempet diremehkan sama yang ngajarin saya anggrek. Belanja kok anggrek Bulan yang udah mahal, ‘Emang bisa jual? Sebulan bisa laku setengah tak acungi dua jempol’,” kata Rakhi, menirukan kata tetangganya.

Tantangan itu justru membuat Rakhi semakin semangat. “Dan 100 anggrek bulan itu habis dalam waktu tiga minggu,” katanya.

Penjualan itu menyenangkan sekaligus mengagetkan. Momen yang membuat Rakhi semakin optimis akan profesi barunya. Penjualan pertama itu memang terbantu oleh pandemi, yang membuat banyak orang menekuni hobi baru, termasuk memelihara tanaman.

Pembelian anggrek dari luar kota, utamanya dari Jawa Barat semakin intens. Penjualan merangkat naik secara konsisten. Bahkan para petani atau distributor anggrek di sekitar Magelang juga membeli di tempat Rakhi, yang kemudian bernama Agro Karya Mandiri (AKM) Orchid.

Para petani dan distributor tersebut tidak mendapat barang yang biasanya berasal dari Thailand atau Taiwan. Pengiriman tanaman impor terkendala pandemi. Rakhi yang memang sudah punya jaringan kemudian mendapat limpahan untuk memasok anggrek di sekitar Magelang.

“Pernah dalam tiga minggu bisa menjual 1.000 anggrek,” katanya.

Pola tingginya penjualan anggrek tersebut bertahan sekitar setahun. Memasuki gelombang kedua Covid-19, tren hobi tanaman sudah berbeda. Rakhi merasa tidak bisa lagi mengandalkan sistem membeli dan menjual. Di samping margin profitnya tipis, risikonya juga besar. Risiko termasuk apabila ada anggrek yang rusak atau mati, maka ruginya cukup besar.

Riset pasar membawa Rakhi untuk secara penuh menjadi petani anggrek. Dia memulai dari proses pembibitan sampai pembungaan.

Mengembangkan Green House

Anggrek jenis tanaman yang perlu penanganan khusus. Agar stabil dari sisi cuaca, penempatan anggrek di green house bisa membantu perawatan lebih mudah. Sementara untuk hama, dengan semakin banyaknya pengalaman, pemilik anggrek bisa tahu jenis penyakit dan juga obatnya.

Sejak menjadi petani anggrek, Rakhi fokus ke jenis anggrek dendrobium. Anggrek jenis ini cocok dengan daerah Muntilan yang ketinggiannya sekitar 350 meter dari permukaan laut. Jenis anggrek dendrobium menempati sekitar 70 persen ruang di green house milik Rakhi. Sisanya untuk anggrek lain, termasuk anggrek hutan.

Sekitar tahun 2020, Rakhi sempat mengakses permodalan melalui Kredit Usaha Rakyat Bank Rakyat Indonesia (KUR BRI) sebanyak Rp25 juta. Permodalan ini untuk mengisi anggrek yang kala itu jumlahnya belum maksimal di green house. Rakhi kembali mengakses KUR BRI tiga tahun kemudian, atau di tahun 2023. Jumlahnya meningkat menjadi Rp100 juta. Permodalan kedua untuk membesarkan green house hingga berkali-kali lipat dari sebelumnya.

“Saat usaha sudah mulai besar, dan full time di anggrek, untuk pengembangan modal itu berpengaruh banget,” kata Rakhi.

Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan BRI sebagai mitra pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan KUR. Pada 2023, BRI Regional Office (RO) Jogja yang mencakup wilayah DIY dan sebagian Jawa Tengah telah menyalurkan KUR sebanyak Rp18,45 triliun dengan total 432.452 debitur. Di samping itu, ada pula penyaluran KUR Mikro sebanyak Rp16,46 triliun dengan total 424.919 debitur serta KUR Kecil sebanyak Rp1,98 triliun dengan total 7.533 debitur.

Dari total KUR di BRI RO Jogja 2023, penyaluran di sektor pertanian sebanyak 21,0%. Sementara di sektor jasa sebanyak 23,6%, sektor perdagangan sebanyak 42,2%, sektor industri pengolahan 11,7%, dan sektor perikanan 1,6%. “UKM yang mendapat kredit KUR cenderung semakin maju dengan kesempatan nasabah untuk bisa naik kelas, dari kredit KUR Supermikro ke Kredit KUR Mikro, dan Kredit KUR Mikro bisa naik kelas ke Kredit KUR Kecil. Sehingga nasabah dapat terus membangun usahanya untuk berkembang lebih maju. Dan BRI senantiasa siap untuk mendukung pertumbuhan nasabah UKM,” kata Sarjono, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2024).

Potensi Besar Anggrek di Indonesia

Dari yang awalnya terjun ke dunia anggrek karena kebutuhan, kini Rakhi semakin paham kondisi tanaman hias ini. Stok anggrek di Indonesia, termasuk juga di Magelang, masih banyak berasal dari luar negeri. Indonesia impor anggrek dari Thailand dan Taiwan.

Rakhi punya cita-cita apabila petani Indonesia bisa lebih berdaya mengembangkan anggreknya. Namun dia tidak bisa sendiri, perlu dukungan banyak pihak, termasuk pemerintah. Dengan sumber daya dan keilmuannya, pemerintah bisa memfasilitasi bibit, laboratorium, sampai pelatihan skill merawat anggrek.

“Di Indonesia petani anggrek banyak sekali, entah jenis anggrek hibrida atau hutan. Namun masih kalah dengan negara tetangga yang justru tidak punya sumber daya alam seperti Indonesia. Dulu Taiwan indukan anggreknya ambil dari Indonesia, tapi dengan rekayasa genetika dan sebagainya, sekarang justru ekspor ke Indonesia,” katanya.

Keresahan Rakhi bisa jadi sama dengan Dosen dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Endang Semiarti. Dia memprediksi jumlah anggrek di Indonesia bisa mencapai 5.000 unit. Namun kini hanya menyisakan 1.500 jenis. Kepunahan berasal dari bencana alam, pembangunan, pembukaan lahan, sampai pengambilan anggrek oleh pemburu yang tidak ramah lingkungan.

Melalui rekayasa genetika sejak 2001, Endang mengeksperimen banyak jenis anggrek di Indonesia. Salah satu hasil rekayasa genetika berupa pertumbuhan anggrek yang bisa dipercepat. “Dulu butuh dua sampai tiga tahun, sekarang sekitar setahun udah bisa berbunga,” kata Endang, saat ditemui di UGM beberapa waktu lalu.

Agar berbagai jenis anggrek di Indonesia bisa bertahan dan semakin banyak, Endang mengambil sampel anggrek dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan banyak jenis rekayasa genetika, Endang berhasil mengembangkan dan mempercepat pertumbuhan anggrek di laboratoriumnya. Menyimpan banyak jenis anggrek di laboratorium sebagai cara menghindarkan tanaman jenis tersebut dari potensi kepunahan.

Dalam setiap kesempatan kunjungan atau pertemuan, Endang juga menularkan ilmu anggreknya pada masyarakat. Masih banyak masyarakat yang belum paham cara merawat anggrek. Peneliti anggrek di Indonesia yang jumlahnya masih hitungan jari juga pekerjaan rumah lainnya. “Yang senang anggrek banyak, tapi yang mau nulis, neliti, dan lainnya enggak banyak, karena ribet,” kata Endang yang juga Ketua Pecinta Anggrek Indonesia DIY.

Semangat menjaga anggrek ini yang coba Endang tularkan pada para mahasiswanya. Mencoba menebarkan kecintaan pada anggrek. “Dalam merawat anggrek, yang tekun akan lebih berkembang,” katanya. “Perlu juga bekerja dengan hati, itu yang penting, kalau terpaksa biasanya enggak jadi.”

Mulai Saja Dulu

Banyak yang tertarik budidaya anggrek. Namun tidak semua orang punya akses belajar. AKM Orchid milik Rakhi tidak jarang menjadi ruang belajar masyarakat tentang anggrek. Terlebih ayahnya, Fathoni, merupakan pendiri Komunitas OrchidMu, kelompok yang berada dalam naungan organisasi masyarakat Muhammadiyah.

Dalam komunitas ini, antar anggota atau orang eksternal bisa saling bertukar ilmu. Pelatihan yang berlangsung di AKM Orchid juga banyak dari luar Magelang. Dengan tahu seluk beluk anggrek, masyarakat bisa menilai apakah ingin sekadar menjadi hobi atau akan berlanjut menjadikannya usaha.

Saat ingin memulai usaha anggrek, Rakhi berpesan untuk melangkah saja dulu, mulai saja dulu. Rakhi mengatakan modal memang penting, tapi apabila mau melangkah tapi takut tidak punya modal besar, malah tidak akan mulai berjalan. “Dengan sumber daya yang ada, running dulu aja. Misal udah bisa merawat, paham teknis, dan sudah mulai jalan bisnisnya, baru ambil permodalan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024

Bantul
| Jum'at, 22 November 2024, 10:27 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement