Advertisement
Petani Tembakau dan Pengusaha Kompak Tolak Kenaikan Cukai Rokok
Advertisement
Bisnis.com, JAKARTA - Berbagai kebijakan pemerintah yang tengah berupaya menekan pravelensi rokok kini makin menyudutkan berbagai sektor tekait produk tembakau, termasuk rokok.
Padahal, menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Indonesia merupakan negara yang memproduksi tembakau terbesar ke-4 di dunia. Pada 2022 Indonesia menghasilkan tembakau sebanyak 225.579 ton.
Advertisement
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Agus Parmuji mengatakan petani tembakau masih kecewa dengan dampak kenaikan cukai setiap tahun yang membuat penyerapan tembakau lokal yang menurun.
"Sampai saat ini kami petani tembakau masih belum merasakan ada niat baik dari pemerintah pusat untuk melindungi hak keberlangsungan masa depan petani tembakau," kata Agus, Rabu (11/9/2024).
Apalagi, Agus menuturkan saat ini harga tembakau tengah mengalami penurunan yang disebabkan iklim cuaca yang memengaruhi kualitas tembakau. Sementara itu, penyerapan tembakau dari industri tengah melemah yang dipengaruhi kenaikan cukai.
Dia memberi contoh harga tembakau di Bojonegoro tahun lalu ketika panen bagus Rp55.000 per kg, hingga saat ini mengalami penurunan 5%-10% menjadi Rp50.000 per kg.
"Kami petani tembakau hampir 99% menggantungkan hidup penjualan kami ke industri ke pabrik rokok, jika penjualan mengalami penurunan, pabrik tutup kita mau jual kemana?" tuturnya.
BACA JUGA:Â Bungkus Rokok Bakal Dibuat Polos, Produsen Rokok: Aturan Paling Menyeramkan
Untuk diketahui, selain cukai rokok, petani dan industri juga disebut tertekan oleh kebijakan PP 28/2024 tentang Kesehatan, khususnya Pengamanan Zat Adiktif dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Nayoan, mengatakan kebijakan tersebut hanya akan membuat rokok ilegal makin menjamur jika regulasi yang diterapkan justru menekan industri formal.
Terlebih, dalam RPMK terdapat ketentuan mengenai standarisasi kemasan atau kemasan polos (plain packaging), yang tidak sejalan dengan dan melampaui mandat pengaturan standarisasi di PP No.28 untuk produk tembakau dan rokok elektronik.
"Kemasan polos dan pembatasan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok, tetapi hanya akan membuka jalan bagi produk ilegal yang merugikan negara dari segi penerimaan cukai," jelas Henry.
Buruh Terancam PHK
Sementara itu, Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) mengaku geram dengan keputusan pemerintah yang merilis PP No. 28/2024 tentang Kesehatan. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai membuat industri hasil tembakau (IHT) rontok.
Ketua FSP RTMM SPSI, Sudarto, mengatakan, kebijakan tersebut semakin menekan IHT yang terancam kembali terpuruk setelah beberapa tahun ke belakang dilanda penutupan pabrik yang berujung PHK massal.
"Kalau dilihat ada pabrik sebagian dijual, coba cek, sebagian sudah dijual. PP Kesehatan itu bukan satu-satunya masalah, cukai naik dan lainnya itu juga berdampak. Pemerintah itu nggak memikirkan buruh," kata Sudarto saat ditemui di Kantor Apindo, Rabu (11/9/2024).
Padahal, Sudarto menerangkan bahwa IHT terus mengalami penurunan sejak 13 tahun lalu. Merujuk pada data Kementerian Perindustrian, tahun 2011 terdapat 2.540 pabrik rokok, sementara pada 2024 tersisa 230 pabrik rokok.
"Kebayang nggak, berapa tenaga kerja di dalamnya. Padahal setahu kami, rokok itu padat karya, jumlah pengurangannya luar biasa," jelasnya.
Dari data FSP RTMM SPSI, tercatat sejak 2015 terdapat 300.000 lebih pekerja di sektor rokok dan mamin dan saat ini hanya tersisa 222.787 pekerja. Untuk pekerja di pabrik rokok sendiri masih menjadi mayoritas di serikat buruh tersebut sebanyak 143.127 orang.
Kondisi ini, menurut Sudarto, menjadi bukti bahwa pemerintah semakin tidak peduli dengan industri dalam negeri. Padahal, Indonesia merupakan produsen tembakau, bukan sekadar memperdagangkan komoditas tersebut.
"Dalam 9 tahun, ada 44 perusahaan yg hilang atau tutup dan ada 67.779 pekerja kami kehilangan pekerjaan. Dari jutaan pekerja IHT, tidak semua member kami, tidak semua berserikat," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Momen 5 Tahun Transformasi BUMN, PLN Lakukan Penyalaan Pertama Bantuan Pasang Baru Listrik di DIY
- Volkswagen Bakal Tutup Pabrik di Jerman, 15000 Karyawan Terancam PHK
- Rencana Pembatasan BBM Bersubsidi Bisa Berdampak, Ini Kata Indef
- Harga Emas Antam Akhir Pekan Ini Melonjak, Rp1.465 Juta per Gram
- Peringatan Gempa Megathrust, PHRI DIY: Picu Geliat Wisata Menurun
Advertisement
Top Ten News Harianjogja.com Rabu 18 September 2024: Penyerahan Sertifikat SG PAG hingga Logistik Pemilu
Advertisement
Wisata Kampung Belgia di Jember Tawarkan Agrowisata Heritage
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Antam Hari Ini Naik Jadi Rp1.444.00 per Gram
- Momen 5 Tahun Transformasi BUMN, PLN Lakukan Penyalaan Pertama Bantuan Pasang Baru Listrik di DIY
- Agustus 2024, BEI DIY Catat Ada Penambahan 2.950 Investor
- Pabrik Baterai Kendaraan Listrik Ramah Lingkungan Pertama di Indonesia Diresmikan
- Luruskan Isu Soal Ekspor Pasir Laut, Jokowi: yang Diekspor Sedimen yang Mengganggu
- GIPI DIY Apresiasi Penambahan Tiga Rute Baru Domestik dari YIA, Permudah Akses Wisatawan dari Sumatera
- Sukses Diluncurkan di Jakarta, Vinfast Resmi Mengaspal di Jogja
Advertisement
Advertisement