Advertisement

Promo November

Peluang Insentif Mobil Bioetanol, Ini Respons Toyota

Rizqi Rajendra
Jum'at, 27 September 2024 - 09:57 WIB
Maya Herawati
Peluang Insentif Mobil Bioetanol, Ini Respons Toyota Ilustrasi SPBU / StockCake

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah membuka peluang insentif untuk kendaraan berbahan bakar nabati (BBN) bioetanol.  PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) merespons hal ini, sebab  sebagian besar mobil Toyota telah memiliki teknologi flexy fuel berbasis bioetanol.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut jika produsen kendaraan bioetanol ingin diberikan insentif, maka perlu berkomitmen untuk membangun ekosistem dari hulu ke hilir, serta menarik investasi layaknya kendaraan listrik berbasis baterai.

Advertisement

Kendati demikian, Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, mengatakan ekosistem bioetanol sejatinya membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, agar efek ekonominya dapat dirasakan secara meluas.

"Tidak bisa dari hulu ke hilir hanya dipegang oleh satu pihak, harus melibatkan banyak pihak supaya multiplier effect ekonominya dirasakan terutama para petani di sektor hulu. Seperti juga biodiesel dengan sawitnya di hulu," ujar Bob kepada Bisnis.com jaringan Harianjogja.com, Kamis (26/9/2024).

Lebih lanjut dia mengatakan, banyak negara sekarang sudah memiliki kebijakan untuk mencampur etanol sebagai bahan bakar, dengan kandungan 5% (E5) hingga 10% (E10). Hal itu bertujuan untuk mengurangi emisi, menambah porsi energi baru terbarukan (EBT), dan meningkatkan nilai tambah petani.

Sejauh ini, di Indonesia sudah ada Pertamax Green 95, BBM campuran bioetanol 5% yang dijual di 75 SPBU di Jakarta dan Surabaya. Implementasi penggunaan campuran bioetanol 5% pada bensin, yang dikenal dengan istilah E5, ini secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 10% pada 2029.

Meski demikian, progres pengembangan bioetanol itu tergolong lambat, sebab jika mengacu Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, seharusnya Indonesia sudah menggunakan campuran etanol sebesar 20% pada 2025.

"Ini bukan hanya menyangkut produsen otomotif tapi kebijakan energi nasional dan masyarakat sebagai konsumennya," katanya.

Bob juga menyoroti target bauran EBT di Indonesia pada 2025 yang awalnya ditetapkan sebesar 23%, saat ini, telah diturunkan menjadi 17-19%. Pada akhir 2023, bauran EBT di Indonesia baru mencapai 13,1%. Hal ini masih jauh dari target yang ditetapkan.

"Apalagi saat ini pencapaian renewable energy kita masih behind the curve dari target 23% sekarang masih di level 13%. Bagaimana dengan target NDC tahun 2030, apakah akan tercapai?" pungkasnya.

BACA JUGA: Wacana TNI akan Membentuk Satuan Antariksa, Ini Tanggapan Pakar Pertahanan

Peluang Mobil Bioetanol Dapat Insentif

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang insentif bagi kendaraan berbahan bakar nabati (BBN) bioteanol.

Meskipun demikian, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa belum ada pembahasan khusus terkait pemberian insentif untuk kendaraan bioetanol hingga saat ini.

Menurutnya, peluang itu tetap ada karena semua pelaku usaha yang berkomitmen untuk melakukan mitigasi iklim atau penurunan emisi mendapatkan insentif melalui nilai ekonomi karbon.

“Nah, skenario-skenario itu mungkin membangun ya. Nanti untuk bisa memberikan insentif yang semacam itu, mau larinya ke mana kan nanti tergantung dana [APBN]-nya nih,” kata Eniya di sela acara Green Initiative Conference di Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Lebih lanjut dia menekankan, jika produsen kendaraan bioetanol ingin diberikan insentif, maka perlu berkomitmen untuk membangun ekosistem dari hulu ke hilir, serta menarik investasi layaknya kendaraan listrik berbasis baterai.

Sebagai contoh, produsen otomotif asal Korea Selatan, Hyundai membangun fasilitas packing baterai yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. PT Hyundai Energy Indonesia yang menjalankan fasilitas produksi packing itu menelan investasi sebesar US$60 juta, atau sekitar Rp900 miliar.

Tak hanya Hyundai, ada juga PT Indonesia BTR New Energy Material sebagai produsen anoda untuk baterai kendaraan listrik di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Jawa Tengah. Fasilitas produksi baterai itu telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada 7 Agustus 2024.

PT Indonesia BTR New Energy Material adalah anak usaha dari BTR New Material Group, perusahaan asal China yang merupakan salah satu produsen utama komponen anoda di dunia. Investasi perusahaan ini di Indonesia dilakukan dalam dua tahap, dengan nilai US$478 juta pada tahap pertama dan US$299 juta pada tahap kedua.

“Nah, ekosistem ini kalau lahir, maka insentif juga bisa diberlakukan. Karena ada kompensasi, investasi masuk kan. Makanya kami menekankan adanya ekosistem,” jelas Eniya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Terbaru Kereta Bandara YIA dari Stasiun Tugu Jumat 22 November 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu

Jogja
| Jum'at, 22 November 2024, 04:17 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement