Advertisement

Tiket Pesawat Domestik Masih Berpotensi Mahal

Sirojul Khafid
Kamis, 09 Januari 2025 - 09:17 WIB
Sunartono
Tiket Pesawat Domestik Masih Berpotensi Mahal Tiket pesawat / Ilustrasi freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Setelah adanya penurunan di periode Natal dan Tahun Baru 2025, tiket pesawat kembali ke harga normal. Pemerintah menganggap perlu kajian mendalam untuk melanjutkan penurunan tarif pesawat.

Pada periode 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025, harga tiket pesawat turun sebesar 10%. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan keberlanjutan penurunan harga tiket pesawat perlu kajian mendalam. Hal tersebut agar dapat memastikan dampaknya terhadap industri penerbangan maupun secara ekonomi. "Saya belum bisa bicara, karena itu tentu konteksnya perlu kajian yang lebih dalam," kata Erick, belum lama ini.

Advertisement

Pernyataan itu disampaikan Erick seusai rapat dengan berbagai BUMN aviasi yakni Garuda Indonesia, Citilink, Pelita Air, InJourney Airports, dan Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia. Dia menegaskan industri penerbangan Indonesia masih berfokus pada efisiensi, mengingat jumlah pesawat yang terbatas.

Saat ini, Indonesia membutuhkan sekitar 750 pesawat, namun jumlah pesawat yang ada baru sekitar 400-an. "Saya rasa industri penerbangan hari ini kita terus efisiensi. Karena memang jumlah pesawat kan tidak cukup. Dengan size Indonesia yang memerlukan 750 pesawat yang hari ini baru 400-an ya memang kita kurang," katanya.

BACA JUGA : Harga Tiket Pesawat Terbang Turun 10%

Erick menyampaikan maskapai seperti Garuda, Citilink, dan Pelita Air tengah berusaha menambah jumlah pesawat untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara yang terus berkembang. Upaya itu dianggap sebagai langkah inovatif dalam mendukung kelancaran penerbangan. "Jadi laporan yang tadi disampaikan oleh Dirut Garuda, Dirut Pelita, Citilink berusaha menambah pesawat. Jadi, inovasinya menambah pesawat," kata Erick.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Elba Damhuri mengatakan pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga tiket pesawat penerbangan dalam negeri selama periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 di seluruh bandara yang ada di Indonesia. Elba mengatakan kebijakan terkait penurunan tarif pesawat angkutan udara merupakan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto untuk membantu masyarakat dalam rangka mengurangi beban harga tiket pesawat

Penurunan Harga Avtur

Sejak 1 Desember 2024, Pertamina menurunkan harga avtur sebesar 10%. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mengatakan penurunan harga avtur berlaku di 19 bandara. Lokasi tersebut merupakan tempat terpadat selama periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, seperti di Jakarta, Surabaya, Bali, Makassar dan beberapa bandara di wilayah Indonesia Timur.

"Merupakan strategi pricing korporasi saja dalam mendukung instruksi Bapak Presiden, sudah itu saja. Jadi tidak ada sesuatu yang khusus, tetapi kita menjalankan sesuai analisa yang kita lakukan untuk men-support keputusan pemerintah," katanya.

PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) selaku pengelola 37 Bandara penerbangan di Tanah Air juga sebelumnya menurunkan tarif jasa kebandarudaraan sebesar 50% bagi penumpang pesawat dan maskapai selama masa angkutan Natal dan Tahun Baru. "Ini sejalan dengan Surat Menteri Perhubungan Nomor PR.303/1/20/MHB/2024 perihal Pengenaan Potongan Harga Tarif Jasa Kebandarudaraan," kata Direktur Utama InJourney Airports, Faik Fahmi.

Penyebab Tarif Pesawat Mahal

Ada beberapa alasan tarif pesawat domestik di Indonesia tergolong mahal. Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Irfan Setiaputra, mengatakan alasan pertama bahwa dalam penerbangan domestik, bahan bakar avtur akan dikenakan pajak. Sedangkan untuk perjalanan ke luar negeri tidak dikenakan pajak.

"Kami tidak pernah keluar dari rambu-rambu harga pemerintah. Tapi, pajak masuk kena (PJP2U). Avtur yang kami beli juga kena pajak, tiket yang kami jual ke dalam negeri kena pajak," kata Irfan, belum lama ini.

BACA JUGA : Liburan, Berikut Perbandingan Harga Tiket Pesawat Garuda, Super Airjet, dan Citilink

Kedua, alasan tarif pesawat domestik mahal lantaran adanya tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) yang mengalami kenaikan sebesar 35 persen pada tahun 2023 lalu. "Nah, setelah TBA (Tarif Batas Atas) itu, ada pajak. Abis itu ada PJP2U yang ini tahun 2023 naik 35 persen diam-diam. Enggak tau kan? Tiba-tiba harga tiket gue naikkan, ya harus naik dong," kata Irfan.

Irfan mengatakan bahwa harga tiket pesawat kemungkinan akan naik pada tahun depan 2025, seiring dengan akan diterapkannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. "Ya naik, itung-itung aja, TBA tambah pajak tambah Angkasa Pura," katanya.

Ia menyampaikan tidak ada masalah apabila penjualan bahan bakar avtur dibuat persaingan antara perusahaan lain dengan PT Pertamina (Persero). Namun demikian, ia menyebut perusahaan penjual bahan bakar avtur di luar PT Pertamina (Persero) tersebut harus juga tersedia di seluruh wilayah, hingga ke daerah Indonesia bagian timur.

"Katanya mau dibuka persaingan jangan Pertamina aja, itu juga nggak masalah. Pertamina juga rasanya nggak masalah. Tapi, jangan di Cengkareng aja dong, Pertamina itu di Ternate loh dia, di Palopo loh dia. Kalau lu mau buka jualan avtur di sini dengan harga murah, lu buka juga dong di Palopo, to be fair ya. Kalau cuma Jakarta sama Bali aja, kan nggak fair," kata Irfan.

Bukan Hanya Avtur

Pengamat energi, Komaidi Notonegoro, menilai komponen bahan bakar avtur bukan menjadi penyebab mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia. "Harga tiket pesawat yang dibayar konsumen, ditentukan oleh 16 komponen dan avtur hanya satu dari 16 komponen tersebut, sehingga tidak tepat menyimpulkan tingginya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik akibat mahalnya harga avtur," kata Komaidi.

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu, berdasarkan ketentuan Permenhub Nomor 20 Tahun 2019, komponen tarif atau harga tiket pesawat yang harus dibayar oleh konsumen meliputi tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan (surcharge). Tarif jarak yang harus dibayar konsumen terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Biaya langsung meliputi biaya operasi langsung tetap dan biaya operasi langsung variabel. Biaya operasi langsung tetap sesuai Permenhub 20/2019 adalah meliputi biaya penyusutan atau sewa pesawat, biaya asuransi, biaya gaji tetap kru, biaya gaji tetap teknisi, serta biaya kru dan teknisi training.

Sementara, biaya operasi langsung variabel meliputi biaya pelumas, biaya bahan bakar minyak (avtur), biaya tunjangan kru, biaya overhaul atau pemeliharaan, biaya jasa kebandarudaraan, biaya jasa navigasi penerbangan, biaya jasa ground handling penerbangan, dan biaya katering penerbangan.

"Berdasarkan ketentuan Permenhub 20/2019 itu, dalam harga tiket pesawat yang dibayar oleh konsumen adalah untuk membayar sekitar 16 komponen biaya maskapai termasuk pajak, asuransi, dan surcharge. Karena itu, peningkatan harga tiket pesawat tidak hanya terkait dengan harga avtur, tetapi juga ditentukan oleh 15 komponen biaya yang lainnya," kata pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti.

Komaidi melanjutkan berdasarkan hasil studi, rata-rata porsi biaya avtur dalam komponen harga tiket pesawat antara 20–40 persen. Studi tersebut menggambarkan bahwa terdapat sekitar 60-80 persen komponen biaya penerbangan yang lain di luar biaya avtur. "Karena itu, upaya menurunkan harga tiket pesawat hanya dengan berfokus pada harga avtur, dapat menghasilkan kebijakan yang tidak proporsional," tambahnya.

Porsi biaya avtur terhadap total biaya penerbangan sejumlah maskapai seperti Garuda Indonesia, Thai Airlines, Singapore Airlines, Qatar Airways, dan Emirates pada 2019 masing-masing dilaporkan sebesar 27, 27, 29, 36, dan 32%. Pada 2023, porsi biaya avtur dalam komposisi biaya penerbangan kelima maskapai tersebut dilaporkan meningkat menjadi masing-masing 36, 39, 31, 41, dan 36%.

Peningkatan tersebut salah satunya karena rata-rata harga minyak dunia pada periode tersebut mengalami peningkatan sekitar 30 persen. Harga minyak jenis Brent tercatat meningkat dari 64,30 dolar AS per barel pada 2019 menjadi 82,49 dolar AS per barel pada 2023.

Sementara, harga minyak jenis WTI meningkat dari 56,99 dolar per barel AS pada 2019 menjadi 77,58 dolar AS per barel pada 2023. Komaidi pun berharap pengambil kebijakan sebaiknya bersinergi dan duduk bersama untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada. "Semoga para stakeholder pengambil kebijakan lebih bijaksana, tidak saling menyalahkan, tetapi lebih mengutamakan duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan yang ada," katanya.

Multiprovider Suplai Avtur

Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwi Ardianta Kurniawan, mendukung penerapan sistem multiprovider (tidak monopoli) suplai avtur untuk menekan tingginya harga tiket pesawat terbang.

Dwi Ardianta mengatakan sistem multiprovider yang sebelumnya diajukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu akan mencegah praktik monopoli penjualan avtur di Indonesia. "Mencegah praktik monopoli, serta mendorong implementasi multi provider BBM penerbangan di bandar udara, sehingga diharapkan tercipta harga avtur yang kompetitif," katanya.

Di samping menerapkan multiprovider avtur, Dwi mengatakan masih diperlukan kebijakan insentif fiskal sebagai solusi mengantisipasi tingginya harga tiket pesawat di Indonesia. Insentif fiskal itu, menurut dia, dapat diterapkan pada biaya avtur, suku cadang pesawat udara, serta subsidi dari penyedia jasa bandar udara terhadap biaya pelayanan jasa pendaratan.

BACA JUGA : GIPI DIY Sebut Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat Belum Berdampak Signifikan

Berikutnya, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U), ground handling throughput fee, subsidi atau insentif terhadap biaya operasi langsung, seperti pajak biaya bahan bakar minyak dan pajak biaya suku cadang dalam rangka biaya pemeliharaan.

Komponen pembiayaan perawatan bandara, menurut Dwi, bukanlah pemicu atau penentu harga tiket pesawat menjadi mahal sebab tarif bandara tidak bisa setiap saat dinaikkan karena harus mendapat persetujuan dari Kementerian Perhubungan.

Jika isu tersebut benar dan menjadi penentu, mestinya isu harga avtur mahal akan bisa terjadi setiap saat. "Kenyataan kan tidak, isu mahal hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu sehingga faktornya pastinya bukan dari bandara. Semua sesungguhnya sangat bergantung pada harga avtur dan nilai tukar rupiah, dan ketersediaan layanan pada rute-rute yang dianggap mahal," kata Dwi.

Dwi mengakui harga tiket domestik pesawat di Indonesia rata-rata lebih mahal jika dibandingkan dengan tiket keluar negeri. Menurutnya, ada beberapa aspek berpengaruh terhadap kondisi tersebut di antaranya persaingan pasar penerbangan internasional rata-rata lebih ketat, ketersediaan armada pasca Covid-19 yang belum pulih sementara permintaan konsumen cenderung sudah kembali normal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Paguyuban Lurah dan Pamong Gelar Musyawarah, Pejabat Bupati Minta Dana Desa Dimaksimalkan

Kulonprogo
| Kamis, 09 Januari 2025, 20:57 WIB

Advertisement

alt

Asyiknya Camping di Pantai, Ini 2 Pantai yang Jadi Lokasi Favorit Camping Saat Malam Tahun Baru di Gunungkidul

Wisata
| Kamis, 02 Januari 2025, 15:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement