Advertisement

Komoditas Telur Bisa Jadi Alat Negosiasi Tarif Impor AS, Ini Penjelasan Indef

Newswire
Kamis, 10 April 2025 - 16:27 WIB
Maya Herawati
Komoditas Telur Bisa Jadi Alat Negosiasi Tarif Impor AS, Ini Penjelasan Indef Telur Ayam / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Surplus produksi telur konsumsi nasional dapat dimanfaatkan sebagai senjata diplomasi dagang strategis untuk menekan tarif impor Amerika Serikat (AS) terkait dengan penerapan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap Indonesia. Hal ini diungkapkan peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef).

"Jika Indonesia tidak bisa memanfaatkan hal ini (komoditas telur) sebagai alat negosiasi tarif impor AS) maka Indonesia akan merugi," kata Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti, di Jakarta, Kamis (10/4/2024).

Advertisement

Esther menyampaikan hal itu ketika dimintai tanggapan mengenai pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) yang menyebut komoditas telur memiliki peluang menjadi alat negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait dengan penerapan tarif resiprokal terhadap Indonesia.

Indonesia berpotensi besar memasok telur ayam konsumsi ke negara-negara yang sedang mengalami gangguan produksi akibat wabah HPAI termasuk Amerika Serikat (AS), yang diberitakan mengalami defisit tinggi hingga mengerek harga telur mencapai 4,11 dolar AS setara Rp68.000.

Komoditas telur di Tanah Air mengalami surplus secara nasional hingga 288.700 ton atau setara 5 miliar butir per bulan.

BACA JUGA: KPK Bakal Panggil Ridwan Kamil soal Kasus Korupsi Dana Iklan Bank BJB

Menanggapi hal itu, Esther menilai penggunaan telur sebagai alat negosiasi tarif dapat menguntungkan, terutama jika dikaitkan dengan bahan baku pakan ayam yang selama ini diimpor dari AS dan sejumlah negara lainnya.

Dengan membeli bahan pakan seperti bungkil kedelai dan tepung tulang dari AS, Indonesia memiliki posisi tawar untuk meminta keringanan tarif atas produk ekspor seperti telur ke pasar Amerika.

"Bahan baku pakan ternak ayam impor di Indonesia sebagian besar berasal dari Brasil, Argentina, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru, dengan bungkil kedelai dan tepung daging/tulang, ini bisa menjadi salah satu bahan negosiasi antara AS dan Indonesia. Bahwa Indonesia akan membeli pakan ternak ayam dari AS kemudian produk Indonesia diekspor ke AS minta diberikan penurunan tarif," katanya.

Ia menekankan, prinsip timbal balik seharusnya menjadi kunci dimana Indonesia membeli dari AS, dan sebagai imbalannya AS memberikan tarif lebih rendah untuk ekspor komoditas Indonesia seperti telur konsumsi. "Karena pada dasarnya Amerika Serikat dapat apa dan Indonesia dapat apa," jelas Esther.

Lebih lanjut, dia mengatakan langkah itu strategis karena banyak pabrik milik AS beroperasi di Indonesia, sehingga produk mereka seharusnya bisa masuk ke pasar AS dengan tarif rendah jika kerja sama ini terwujud.

"Intinya Indonesia beli apa dari AS dan AS bisa beli apa dari Indonesia. Tidak hanya komoditas telur tetapi Indonesia bisa mengekspor footwear, critical mineral dan lain-lain karena banyak pabrik AS di Indonesia. Masa produk pabrik AS yang di Indonesia akan masuk AS tapi bayar tarif tinggi. Maka, di sini kita bisa negosiasi," tegasnya.

Menurut Indef, jika Indonesia tidak memanfaatkan peluang ini, maka potensi besar dari surplus produksi justru tidak memberikan dampak maksimal terhadap peternak lokal dan industri dalam negeri.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Wisatawan Asal Banjarnegara Terseret Ombak Pantai Parangtritis Belum Ditemukan

Bantul
| Minggu, 13 April 2025, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Daftar 37 Negara Bebas Visa untuk Paspor Indonesia

Wisata
| Rabu, 09 April 2025, 23:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement