Advertisement
Begini Dampak Tarif Trump ke Pasar Modal Menurut BEI DIY

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengambil kebijakan menaikkan tarif impor ke puluhan negara, termasuk Indonesia sebesar 32%. Seperti apa dampak kebijakan Trump ini ke pasar modal di Indonesia?
Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Yogyakarta, Irfan Noor Riza mengatakan kebijakan resiprokal dari AS mengacu pada kebijakan perdagangan atau investasi yang bersifat timbal balik. Misalnya, jika suatu negara memberlakukan pembatasan terhadap produk, jasa, atau investor AS, maka AS akan memberlakukan hal yang sama terhadap negara tersebut.
BACA JUGA: Gara-gara Tarif Trump, Rp2.847 Triliun Dana Pensiun di AS Hilang
Advertisement
Dampak ke pasar modal Indonesia secara spesifik adalah ke arus investasi asing atau foreign capital inflow. Di mana AS merupakan salah satu investor institusi terbesar di dunia, termasuk di emerging markets seperti Indonesia.
Irfan mengatakan jika AS menerapkan kebijakan resiprokal terhadap Indonesia, maka investor institusi dari AS kemungkinan bisa menarik dana dari pasar modal Indonesia, baik dari saham maupun obligasi.
"Hal ini bisa menyebabkan net sell oleh investor asing, sehingga akan menekan IHSG dan melemahkan nilai tukar rupiah," ucapnya, Sabtu (12/4/2025).
Menurutnya kebijakan ini juga bisa berdampak ke sektor yang berkaitan dengan ekspor dan impor dengan AS. Seperti tekstil dan garmen, produk sawit olahan, otomotif dan komponen, serta teknologi dan digital. Semua bisa terdampak langsung jika ada hambatan dagang, tarif tambahan, atau pembatasan akses ke pasar AS.
Ia mengatakan emiten-emiten di sektor ini berpotensi mengalami penurunan kinerja, yang tercermin dari: Penurunan harga saham, revisi target kinerja atau laba dan penurunan minat investor.
Kebijakan resiprokal AS kerap menjadi bagian dari dinamika geopolitik dan perdagangan global. Ketika AS memperketat hubungan dengan mitra dagang, termasuk Indonesia dimungkinkan bisa muncul sentimen negatif global terhadap emerging markets.
BACA JUGA: Tarif Trump Ditunda, Ini Langkah Pemerintah RI
Kemudian volatilitas pasar meningkat, investor menjadi lebih risk-averse, safe haven asset seperti dolar dan emas naik. Sedangkan aset lain seperti saham di negara berkembang bisa tertekan. Kemudian IHSG bisa melemah karena tekanan jual dari investor asing. Yield obligasi pemerintah bisa naik, karena investor asing keluar dari pasar obligasi RI, sehingga harga obligasi turun dan yield naik.
"Dan hal ini dapat berimbas ke biaya pinjaman pemerintah dan swasta, memperlambat aktivitas ekonomi jangka pendek," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Gegara Beli Peralatan Militer dan Energi dari Rusia, Donald Trump Terapkan Tarif Impor 25% untuk India
- Lebih dari 1 Juta Rekening Terkait dengan Tindak Pidana, PPATK: 150 Ribu Didapat dari Peretasan
- Ekonom Minta Pemerintah dan BPS Menaikkan Acuan Garis Kemiskinan Sesuai Bank Dunia
- Berkat Sydney Sweeney, Saham American Eagle Melonjak
- Harga Emas di Pegadaian, Senin (28/7/2025) Stabil
Advertisement

Pembangunan Shelter Pengungsian di Gunungkidul Difokuskan untuk Wilayah Rawan Longsor
Advertisement

Wujudkan Pariwisata Berbasis Budaya, InJourney dan Kementerian Kebudayaan Sinergi Melakukan Pengelolaan Kompleks Candi Borobudur
Advertisement
Berita Populer
- Harga Emas Turun, Terendah Dijual Rp990.000
- Diskon Tarif 30 Persen KAI Daop 6 Yogyakarta Segera Berakhir
- New CRF 150L Hadir di GIIAS 2025 dengan Penyegaran Terbaru
- BPD DIY Salurkan Beasiswa kepada Mahasiswa Amikom Yogyakarta
- Gangguan Premanisme Meresahkan Pelaku Usaha, Apindo: Dipicu Adanya PHK Massal
- Ekonom Indef Minta Pemerintah Waspadai Perlambatan Ekonomi, Ini Faktornya
- Dijual di Jawa Rp11.000 per Kilogram, Distribusi Beras Murah SPHP Bakal Diperketat
Advertisement
Advertisement