Advertisement
Buruh DIY Tuntut Penghapusan Outsourcing hingga Penguatan Koperasi
Buruh yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/8/2025). Aksi buruh yang dilakukan serentak di berbagai daerah di Indonesia tersebut untuk menuntut pemerintah bisa menghapus sistem outsourcing, menolak upah murah, membentuk satgas PHK, mensahkan rancangan undang-undang ketenagakerjaan tanpa omnibus law, juga memberantas korupsi hingga tuntas. Antara - Novrian Arbi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA— Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan masih belum mencerminkan prinsip keadilan sosial bagi buruh. Oleh karena itu MPBI DIY menuntut beberapa hal di antaranya penghapusan outsourcing dan pembatasan ketat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk menjamin kepastian kerja.
Tuntutan lainnya penguatan hak mogok sebagai hak konstitusional, tanpa prosedur yang represif dan pembatasan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dengan syarat ketat, kompensasi layak, keterlibatan serikat buruh, serta perlindungan hukum yang efektif.
BACA JUGA: Sekolah Serikat Buruh Diprioritaskan untuk Perempuan
Kemudian partisipasi substantif serikat buruh dalam perumusan aturan turunan, bukan sekadar konsultasi formalitas. Kemudian penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang tegas, termasuk sanksi pidana bagi pelanggaran serius.
"Kebijakan afirmatif bagi buruh perempuan dan disabilitas, untuk mencegah diskriminasi dalam rekrutmen dan hubungan kerja," kata Irsad.
Selanjutnya, perlindungan khusus bagi pekerja kreatif dan informal, dengan jaminan sosial komprehensif, standar pengupahan minimum berbasis sektor, serta hak berunding kolektif.
Lalu penetapan upah minimum harus berdasarkan pada kebutuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan penguatan dewan pengupahan dalam penetapan upah. Dan terakhir penguatan koperasi buruh dan usaha bersama sebagai bentuk perlindungan kolektif dan alternatif hubungan kerja yang adil, termasuk dukungan kebijakan afirmatif dari negara.
Dia mengatakan RUU ini disusun sebagai tindak lanjut Putusan MK yang memerintahkan pembentukan regulasi baru yang lebih komprehensif, sinkron, dan berpihak pada perlindungan pekerja atau buruh.
"Namun, draf yang ada masih menyisakan persoalan serius dari perspektif perlindungan hak buruh dan HAM," jelasnya.
Melansir dari JIBI/Bisnis.com, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menyampaikan bahwa pada pokoknya, kalangan buruh meminta agar ketentuan-ketentuan yang merugikan buruh dari UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja alias Omnibus Law Ketenagakerjaan dapat dihapus.
"Yang pertama misalnya soal mudahnya PHK, ketidakpastian kerja, ketidakpastian income, upah murah dan sebagainya itu kita lawan. Termasuk outsourcing, kontrak, magang dan sebagainya," jelasnya. (**)
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Disdikpora DIY Aktifkan Lagi Tim Anti Kekerasan di Sekolah
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Tiket Nataru 2025 KAI Jogja Sudah Bisa Dipesan Mulai 3 November
- PIHPS Catat Harga Cabai, Telur, dan Beras Alami Kenaikan
- BPS: Harga Minyak Goreng Masih Stabil Tinggi di November 2025
- Proyek Peternakan Ayam Rp20 Triliun: Danantara Buka Suara
- Kolaborasi Kuliner 6 Chef Dalam Food Festival 12 Hands di Swiss-Belbou
- BI Prediksi Penjualan Eceran Menguat pada Oktober 2025
Advertisement
Advertisement




