Advertisement

Aturan Baru Sistem Berjenjang BPJS Kesehatan Dikritik

Newswire
Minggu, 23 September 2018 - 23:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Aturan Baru Sistem Berjenjang BPJS Kesehatan Dikritik Suasana pelayanan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Sleman, Selasa (14/8/2018). - Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati

Advertisement

Harianjogja.com, SURABAYA—Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur (Jatim) menilai peraturan baru yang diterapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan mengenai rujukan berobat harus melalui rumah sakit tipe D sebelum ke tipe C, B dan A mempersulit warga.

Ketua Persi Jatim Dodo Anondo, di Surabaya, Minggu (23/9), mengatakan peraturan baru ini nantinya akan menambah sulit masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatannya. "Saya menduga akan banyak antrean di berbagai tempat pelayanan kesehatan," katanya.

Advertisement

Berdasarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS 2018, rujukan berobat harus melalui rumah sakit tipe D sebelum ke tipe C, B dan A. Padahal sebelumnya masyarakat bisa memilih rumah sakit rujukan yang dekat dengan tempat tinggalnya. "Dengan adanya mekanisme baru ini membuat pasien harus menempuh rujukan yang panjang. Ini seperti model layanan kesehatan model shopping," katanya.

Dodo memberi contoh misalnya ada pasien yang tinggal di sekitar Jalan Klampis Surabaya. Kalau menganut mekanisme baru, pasien itu tidak bisa dirujuk ke RS Haji yang dekat dengan rumahnya seperti sebelumnya karena bukan rumah sakit tipe D.

Kalaupun nanti dirujuk ke RS Haji oleh rumah sakit yang tipenya lebih rendah, maka pasien kembali menjalani pemeriksaan medis mulai dari awal karena rumah sakit rujukan ini tidak mempunyai rekam medis pasien.

Mekanisme baru ini tidak hanya berdampak kepada pasien peserta BPJS Kesehatan, melainkan juga terhadap rumah sakit. "Pasien di rumah sakit tipe D dan C akan membeludak. Sedangkan di tipe B ini akan kekurangan pasien," ujarnya.

Kalau sudah begitu, lanjut dia, akan berpengaruh pada operasional, obat akan banyak yang tidak terpakai. Parahnya lagi pihak distributor obat akan mengunci pasokan obat.

"Kondisi ini akan mengancam keberlangsungan operasional rumah sakit. Kalau rumah sakit itu milik pemerintah tidak akan terlalu berdampak. Namun kebanyakan rumah sakit tipe B itu milik swasta, " ujarnya.

Dodo menyayangkan aturan baru oleh BPJS yang diberlakukan dengan cepat tanpa sosialisasi dan simulasi. Apalagi aturan ini menabrak peraturan menteri kesehatan. "Seharusnya semua stakeholder bisa berjalan beriringan supaya tidak menyulitkan masyarakat," katanya.

Menurut Dodo, Persi sekarang meyerahkan persoalan ini ke Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan di daerah untuk mencari solusi. "Mungkin nanti rumah sakit tipe D akan ditambah. Berikut jumlah dokter spesialisnya, atau mungkin jam operasional juga ditambah untuk mengantisipasi membludaknya jumlah pasien," katanya.

Berimbas pada Pelayanan

Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rahmanita sebelumnya meminta Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan meninjau ulang mekanisme pelayanan kesehatan berupa rujuk berobat karena dinilai membebani masyarakat dan rumah sakit. "Peraturan baru ini berimbas kepada pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit, termasuk di Kota Surabaya," katanya.

Menurut dia, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Kesehatan dan Direktur Utama BPJS agar meninjau ulang mekanisme pelayanan rujuk berobat.

Di Kota Surabaya jumlah rumah sakit tipe D hanya sebanyak sembilan rumah sakit, tipe C sebanyak 10, tipe B 11 rumah sakit dan tipe A ada dua rumah sakit, yakni Rumah sakit Dr. Soetomo dan RSAL.

Dia menjelaskan setiap hari jumlah pasien yang berobat di puskesmas sekitar 100-400 pasien. Jika di rata-rata tiap hari, ada 200 pasien yang berobat di 63 puskesmas yang ada di Kota Pahlawan ini. "Itu artinya sekitar 12.000 hingga 24.000 pasien yang membutuhkan pelayanan di fasilitas kesehatan di tingkat satu," ujarnya.

Dia khawatir dengan jumlah yang relatif besar tersebut tak mampu dilayani oleh rumah sakit tipe D karena di rumah sakit tersebut jumlah tenaga dokter dan jenis pelayanannya juga terbatas. "Di tipe D jumlah dokter yang menangani penyakit tertentu biasanya 1-2 orang," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

LITERASI KESEHATAN: Warga Lansia Diminta Bijak Memilih Jenis Olahraga

Gunungkidul
| Jum'at, 26 April 2024, 22:07 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement