Advertisement
OTORITAS JASA KEUANGAN : Masuk Daftar Aduan, Perusahaan Berjangka Membantah

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sebanyak 23 perusahaan berjangka masuk dalam laporan pengaduan yang diterima Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Adapun, 23 perusahaan tersebut memiliki izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)
Kementerian Perdagangan.
Salah satu dari 23 perusahaan berjangka, Monex Investindo Futures mengaku resah saat OJK merilis sebanyak 262 perusahaan
yang dilaporkan masyarakat terkait investasi bodong.
Advertisement
"Ya itu kesalahan OJK tidak meminta klarifikasi terlebih dulu. Kami memiliki izin dan terdaftar resmi di Bappebti," ujar Branch Manager Monex Investindo Futures Jogja Adi Prasetyo kepada Harianjogja.com, Rabu (19/11/2014).
Monex bersama 22 perusahaan lainnya, sambung Prasetyo, berada di bawah otoritas Bappebti dan dilindungi undang-undang (UU).
UU No.10/2011 tentang Perubahan Atas UU No.32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
"Seharusnya, OJK klarifikasi dulu kepada perusahaan atau Bappebti sebelum mengumumkan daftar perusahaan yang tidak memiliki izin. Masak gara-gara laporan dari seseorang langsung dinilai investasi bodong tanpa diklarifikasi dulu," katanya, menyayangkan.
Menurut dia, Bappebti sebagai induk perusahaan berjangka komoditi sudah membantah rilis yang disampaikan OJK. Sayangnya, OJK enggan menghapus 23 perusahaan dari daftar hitam tersebut dengan alasan produk yang ditawarkan bukan kewenangan OJK.
"Itu yang kami sayangkan. Akibatnya, sejumlah investor sempat ragu dan menarik dananya. Namun, setelah kami jelaskan akhirnya mereka memahami," ujar Prasetyo.
Kepala Kantor OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dani Surya Sinaga mengatakan, 262 perusahaan penawar investasi yang dirilis OJK tersebut memang bukan termasuk kewenangan pengawasan OJK. Data perusahaan-perusahaan tersebut diterima OJK dari masyarakat melalui layanan konsumen terintegrasi OJK.
"Memang 262 perusahaan penawaran investasi tersebut belum dipastikan melawan hukum. Namun, terhadap penawaran tersebut dapat dicermati adanya sejumlah karakteristik," katanya.
Misalnya, menjanjikan manfaat investasi besar dan tidak wajar. Tidak ditawarkan melalui lembaga penyiaran, namun melalui internet, tidak jelas domisili usahanya. Selain itu, bersifat berantai, memberikan seolah-olah bebas risiko dan dijamin investasinya.
"Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kegiatan penawaran investasi dengan karakteristik tersebut, umumnya merugikan masyarakat. Untuk itu, kami meminta masyarakat berhati-hati terhadap beragam tawaran investasi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Upaya OJK DIY Tekan Gap Literasi dan Inklusi Keuangan yang Masih Lebar
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Nilai Investasi Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia Tembus Rp15,1 Triliun
- Asosiasi E-Commerce Diajak untuk Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar
- Serapan Tenaga Kerja DIY Capai 34.950 Orang dalam Setahun
Advertisement
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Pertumbuhan Kredit dan Tabungan di Bank Syariah Melambat
- Harga Bahan Pangan Hari Ini Minggu 11 Mei 2025, Bawang Merah Rp39 Ribu hingga Cabai Rpp51 Ribu
- Libur Waisak 2025, KAI Commuter tambah 4 Perjalanan KRL Jogja Solo
- Libur Panjang Waisak, Asita DIY Sebut DIY dan Jawa Tengah Masih Jadi Favorit Wisatawan
- Ada Diskon Tambah Daya 50 Persen dari PLN, Cek Syaratnya
Advertisement