Advertisement
Hunian Vertikal, Solusi Terbaik Atasi Backlog di Jogja
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Model hunian vertikal dianggap menjadi solusi terbaik mengatasi permasalahan selisih pasokan dan permintaan rumah (backlog) di Jogja. Pasalnya dari 250.000 backlog, REI DIY hanya mampu menyediakan 300 hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) setiap tahunnya. Artinya masih banyak kebutuhan yang belum mampu dipenuhi, padahal kebutuhan akan hunian makin meningkat.
Oleh sebab itu, Badan Pendidikan & Pelatihan DPP REI bersama PT Bank Pembangunan Negara (BTN) menyelenggarakan diklat bertajuk "Strategi Perencanaan Pembangunan dan Pengelolaan Apartemen/Rumah Susun" di Hotel Pesona Malioboro. Diklat ini dilangsungkan selama tiga hari, mulai Senin (7/5/2018) hingga Rabu (9/5/2018).
Advertisement
Dalam diklat ini, ada beragam materi yang disampaikan. Di antaranya regulasi pendirian apartemen, pemilihan lokasi, feasibility study, sertifikasi dan pertelaan apartemen, serta materi lainnya. Sebanyak 70 peserta diklat juga diajak untuk meninjau langsung tiga apartemen di Jogja sebagai contoh.
Ketua Badan Diklat DPP REI, MR Priyanto mengatakan penyediaan hunian mendatar sangat sulit dilakukan menilik harga tanah di Jogja yang kian hari kian mahal. Terutama di daerah yang masih strategis dan layak didirikan hunian.
Selain itu, Priyanto menyebut ada perubahan gaya hidup masyarakat. Mayoritas anak muda kini tak terlalu berminat dengan rumah berhalaman besar karena alasan kepraktisan. Mereka lebih memilih rumah dengan lahan seadanya namun fasilitasnya komplit, seperti apartemen.
"Pelatihan ini kami adakan untuk meningkatkan profesionalisme dan pengetahuan anggota REI. Tujuannya agar siap menghadapi era disrupsi ini, termasuk disrupsi gaya hidup masyarakat dalam memilih hunian," katanya, Senin (7/5/2018).
Sementara itu, Ketua DPR REI DIY Rama Adyaksa Pradipta mengamini hal tersebut. Menurutnya kini para developer sudah kesulitan membangun rumah dan menjualnya dengan harga di bawah Rp500 juta.
Alasannya karena harga tanah makin mahal. Padahal menurut Rama, harga yang masih masuk terjangkau di kantong masyarakat Jogja sekitar Rp300 hingga Rp400 juta untuk rumah tipe sederhana. "Harga itu masih bisa dijangkau untuk para pegawai, guru, juga keluarga muda yang memang masih banyak membutuhkan hunian," tuturnya.
Sedangkan Rama menyebut harga rumah di atas Rp500 juta harusnya diperuntukkan bagi segmen masyarakat menengah ke atas. Sementara itu, meski tercatat sudah ada 18 tower hunian vertikal di Jogja juga belum mampu menyelesaikan permasalahan backlog. Pasalnya developer yang mayoritas merupakan pengusaha skala nasional itu kebanyakan memasarkan tower untuk investasi.
Konsep yang mereka bangun merupakan apartemen model studio yang diperuntukkan bagi para pelajar atau mahasiswa. Sedangkan segmen masyarakat menengah ke bawah tetap tidak dapat mengaksesnya karena tidak sesuai kebutuhan.
"Tipe studio memang mudah memasarkannya tapi tidak mengurangi backlog Jogja. Maka kami ajak kawan developer Jogja untuk meningkatkan kompetensi dalam membangun apartemen ini agar punya pengetahuan setara dengan pengusaha skala nasional. Sehingga kita di Jogja tidak hanya jadi penonton," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
- Pakar UGM Sebut Anjloknya Rupiah karena Faktor Global
Advertisement
576.619 Penumpang Mudik Naik KAI Commuter Wilayah 6 Yogyakarta selama Lebaran 2024
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement