Advertisement
Mitra Gojek Dinilai Sering Lakukan Order Fiktif
Ilustrasi gojek, grab, uber - Sae
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Dari hasil survei Institute for Development of Economics and Finance (Indef) diketahui praktik kecurangan mitra ojek online terjadi di sejumlah kota dengan variasi yang beragam antarpenyelenggara aplikasi angkutan dalam jaringan tersebut.
Indef menyebut 42% mitra Gojek melakukan order fiktif untuk mengeruk keuntungan dalam profesinya, sementara mitra Grab berkisar 28%.
Advertisement
Temuan ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 516 mitra pengemudi dua perusahaan transportasi berbasis daring tersebut pada 16 April-16 Mei 2018 meliputi Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang dan Jogja.
Menurut survei, para mitra pengemudi mengakui bahwa tindakan curang sangat banyak terjadi sehari-hari di lapangan.
Bahkan, hampir semua mitra pengemudi [81%] mengaku mendapat order fiktif setiap minggunya dan satu dari tiga [37%] mitra pengemudi mengaku mendapat order fiktif setiap harinya.
Hampir dua dari tiga mitra pengemudi [61%] mengatakan bahwa mereka mengetahui sesama mitra pengemudi yang pernah melakukan order fiktif untuk mencapai target jumlah perjalanan dan mendapatkan insentif.
Mayoritas mitra pengemudi [54%] juga mengaku bahwa mereka mengetahui sesama mitra pengemudi pernah melakukan tindakan curang demi mengejar insentif yang dijanjikan perusahaan ride-hailing bila mencapai target.
“Temuan survei ini cukup mengejutkan. Selain merugikan perusahaan ride-hailing, penghasilan para mitra pengemudi yang bekerja dengan jujur juga terdampak oleh perilaku ini," kata Direktur Program Indef Berly Martawardaya, Kamis (7/6/2018).
Survei juga menemukan bahwa lebih dari setengah [53%] tidak setuju dengan tindakan order fiktif yang dilakukan teman-teman mitra lain. Menurut Berly, satu dari tiga pengemudi [34%] bahkan pernah secara aktif memperingatkan teman mereka yang melakukan tindakan order fiktif ini.
”Tanggung jawab harusnya diemban oleh penyedia aplikasi ride-hailing untuk memberlakukan sistem keamanan yang lebih ketat untuk melawan tindakan curang," ujarnya.
Dia mengatakan para mitra pengemudi juga sependapat akan hal itu. Empat dari 10 mitra pengemudi [39%] percaya bahwa perusahaan aplikasi tidak mendeteksi fenomena curang ini di lapangan.
Head of Public Affair Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno mengatakan pihaknya sudah mengembangkan aplikasi canggih guna meredam potensi kecurangan order fiktif ini mengingat hal itu merugikan semua pihak.
"Karena ini sudah merusak, merugikan jutaan dolar baik bagi mitra pengemudi, investor dan ekonomi digital Indonesia, yang seharusnya masuk ke perusahaan tapi masuknya salah," katanya.
Dampak pengembangan aplikasi 'lawan opik [order fiktif]' menurutnya, kasus order fiktif turun hingga 80%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Perbaikan Jembatan Kewek di Jogja Telan Rp19 Miliar dari APBN 2026
Advertisement
KA Panoramic Kian Diminati, Jalur Selatan Jadi Primadona
Advertisement
Berita Populer
- NPI Defisit Beruntun, Ini Analisis Dosen FEB UGM
- Harga Emas Antam Turun Rp6.000 Jadi Rp2,406 Juta per Gram
- Harga Cabai Rawit Sentuh Rp70.200, Telur Ayam Rp32.450/Kg
- QRIS RI-Malaysia Catat Transaksi Tertinggi di ASEAN
- Pajak Ekonomi Digital Oktober 2025 Melampaui Rp11 Triliun
- Harbolnas 10-16 Desember, Target Transaksi Rp35 Triliun
- TPAKD DIY Dorong Akselerasi Inklusi Keuangan Lewat Rakorda 2025
Advertisement
Advertisement



