Advertisement
Pengusaha Katering Jogja Belum Pertimbangkan Penggunaan Barcode

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pengusaha katering di Jogja belum mempertimbangkan penerapan aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memasang barcode dua dimensi pada produk olahan makananan. Pasalnya produk katering dianggap belum terlalu membutuhkan, di samping permasalahan biaya yang harus dikeluarkan.
Salah satu pengusaha katering besar di Jogja, Lusi Emy Yuniningsih menyatakan hingga kini para pengusaha katering masih belum mempertimbangkan untuk melaksanakan aturan ini. Meskipun rata-rata sudah mengetahuinya. Menurutnya ada beberapa alasan yang mendasari keputusan para pengusaha katering ini. Salah satunya biaya. Penerapan barcode dua dimensi menurut Lusi butuh persiapan dan biaya yang tidak sedikit. "Untuk pengusaha rumahan, mendapatkan PIRT saja cukup sulit. Proses persiapannya butuh waktu lama," katanya kepada Harian Jogja, Selasa (30/10).
Advertisement
Alasan lainnya, produk katering biasanya merupakan produk sekali konsumsi. Tidak bakal disimpan lama. Sehingga penerapan barcode dua dimensi ini menurutnya tidak akan efektif jika diterapkan pada para pengusaha katering. Lusi menyebut penerapan produk barcode dua dimensi ini lebih cocok dilakukan pada produk makanan olahan dengan ketahanan produk yang lama dan jangkauan pasarnya lebih luas hingga luar daerah.
Selain itu ragam makanan olahan yang diproduksi oleh pengusaha katering, menurut Lusi relatif lebih banyak dan beragam sehingga untuk menerapkan barcode dua dimensi, pengusaha akan cukup kesulitan mengaturnya. "Saya rasa di Jogja ini masih belum ada pengusaha katering yang mempertimbangkan penerapan barcode dua dimensi," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, aturan ini digagas oleh BPOM karena hingga kini masih banyak ditemukan obat palsu dan pangan olahan yang tidak memenuhi syarat sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan yang serius. Sebab pengawasan berupa inspeksi secara rutin, pelibatan peran stakeholder, serta peningkatan kesadaran masyarakat melalui komunikasi, informasi dan edukasi, dirasa belum cukup.
Maka guna meningkatkan efektivitas pengawasan, BPOM menerapkan intervensi teknologi berbasis digital dengan memberikan teknologi otentikasi produk pada kemasan (barcode security system), track and trace system, serta analytic system. Barcode dua dimensi itu akan dipasang pada obat dan pangan olahan, yang nantinya dapat mengidentifikasi produk asli dan palsu sehingga, sangat mudah dideteksi baik oleh petugas BPOM, tenaga kesehatan, maupun masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Upaya OJK DIY Tekan Gap Literasi dan Inklusi Keuangan yang Masih Lebar
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Nilai Investasi Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia Tembus Rp15,1 Triliun
- Asosiasi E-Commerce Diajak untuk Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar
- Serapan Tenaga Kerja DIY Capai 34.950 Orang dalam Setahun
Advertisement
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Pertumbuhan Kredit dan Tabungan di Bank Syariah Melambat
- Harga Bahan Pangan Hari Ini Minggu 11 Mei 2025, Bawang Merah Rp39 Ribu hingga Cabai Rpp51 Ribu
- Libur Waisak 2025, KAI Commuter tambah 4 Perjalanan KRL Jogja Solo
- Libur Panjang Waisak, Asita DIY Sebut DIY dan Jawa Tengah Masih Jadi Favorit Wisatawan
- Ada Diskon Tambah Daya 50 Persen dari PLN, Cek Syaratnya
Advertisement