Advertisement

Nasib Kedelai Masih Terkulai Akibat Perang Dagang

Mutiara Nabila
Senin, 26 November 2018 - 16:10 WIB
Laila Rochmatin
 Nasib Kedelai Masih Terkulai Akibat Perang Dagang Perajin membuat tempe berbahan baku kedelai impor di kampung sukamaju, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/7/2018). - ANTARA/Adeng Bustomi

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA -- Perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China masih simpang siur. Hubungan dagang dua negara ekonomi kuat dunia itu membuat perdagangan sejumlah komoditas terganggu. Kedelai salah satu yang terjebak dalam perang dagang itu.

- Kedelai salah satu komoditass paling sensitif selama perang dagang dan semestinya China menghindari komoditas itu sebagai target tarif.

Advertisement

Pada penutupan perdagangan Jumat (23/11), harga kedelai di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) turun 2 poin atau 0,23% menjadi US$881 sen per bushel.

Sepanjang 2018 berjalan, harga kedelai di bursa CBOT turun 7,43%, terpuruk dibandingkan dengan kontrak komoditas biji-bijian lain seperti jagung dan gandum yang masing-masing tumbuh 2,35% dan 17,04%.

Beijing telah menjatuhkan tarif sebesar 25% pada kedelai AS sebagai pembalasan pada pajak yang diberikan Washington kepada sejumlah ekspor China. Tarif itu membuat pengiriman kedelai dari AS ke China ditutup total, dengan nilai US$12 miliar pada 2017.

China sebelumnya mengambil 60% dari keseluruhan panen kedelai di AS. Perang tarif membuat China menghindari pasokan dari AS yang sebelumnya menjadi pemasok kedelai utama.

Dengan keputusan tersebut, ditambah panen kedelai yang membeludak, petani kedelai AS kini kian merana. Namun, konflik dagang tetap menjadi alasan utama kemerosotan harga kedelai di pasar global karena pasar terganggu.

Kemudian, pemerintah AS menggelontorkan program subsidi dengan nilai US$12 miliar untuk membantu agar petani tidak merugi selama perang dagang di mana harga kedelai terpuruk dan hasil panen menumpuk.

Pada Oktober, Menteri Pertanian AS Sonny Perdue mengatakan bahwa pemerintah tidak berencana memperpanjang bantuan itu pada 2019.

Mantan Wakil Menteri Perdagangan China Long Yongtu, negosiator perdagangan global, menyebutkan bahwa China seharusnya hanya melakukan pembalasan terhadap ekspor pertanian AS sebagai upaya pembalasan terakhir.

“Berdasarkan pengalaman perang dagang AS dan China, menurut saya produk pertanian sangat sensitif, dan kedelai menjadi salah satu komoditas yang paling sensitif. Seharusnya China menghindari menaruh kedelai sebagai target di awal,” ungkapnya, dikutip dari Bloomberg, Minggu (25/11).

Menurutnya, tarif China pada komoditas kacang-kacangan itu membuat petani AS kesulitan untuk menjual pasokan dan membuat petani harus menyimpan dan menimbun dengan biaya tinggi.

China yang menghindari pasokan kedelai dari AS, kemudian mengalihkan pembelian utamanya ke Brasil, salah satu produsen kedelai terbesar di dunia. Namun, dengan adanya perbedaan musim antara Brasil dan AS, serta jumlah produksi terbatas, maka membuat pengiriman pasokan dari Brasil terhambat.

Adapun, untuk mengatasi hambatan tersebut, China sempat memacu petani domestiknya untuk memperbanyak penanaman kedelai dan mendorong pertumbuhan pasokan lokal. Akan tetapi, lonjakan pasokan juga membuat harga kedelai sulit terangkat.

Menghadapi penumpukan panen, petani kedelai juga semakin kesulitan menyimpan hasil produksi. Beban kian berat karena ada keharusan membayar biaya sewa gudang penyimpanan 40% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.

Konsultan pertanian Matt Bennett memperkirakan bahwa jumlah tersebut meliputi US$3—US$6 sen per bushel, harga yang cukup tinggi untuk dibayarkan petani dan yang pasti mengurangi penghasilan.

Harga untuk penyimpanan biji-bijian naik tajam, tergantung lokasinya. Diler biji-bijian yang berlokasi di dekat sungai cenderung harus membayar lebih tinggi dibandingkan dengan pedalaman karena lebih bergantung pada pasar ekspor.

Sejumlah petani yang berada di dekat sungai harus membayar US$60 sen per bushel untuk menyimpan pasokan kedelainya hingga akhir tahun ini. Biaya tersebut naik dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu.

Wakil Predisen di Relyance Bank Arkansas Russell Altom mengungkapkan bahwa saat ini sejumlah perusahaan biji-bijian juga menarik biaya tambahan bagi petani yang tidak memberikan kedelai berkualitas baik.

“Saya baru mengalami hal seburuk ini. Saya sudah mendapat kabar bahwa sejumlah petani sudah merekrut pengacara supaya bisa memperjelas apakah bisa menuntut masalah harga dan biaya ini kepada perusahaan yang melakukan penarikan biaya itu,” ujar Altom.

Perang dagang dinilai semakin memperburuk masalah terkait dengan penyimpanan, yang sebelumnya sudah menjadi masalah ketika jumlah pasokan berlimpah. Bahkan, sebelum panen ini, sekitar 20% dari keseluruhan penyimpanan sudah penuh dengan komoditas jagung, kedelai, dan gandum dari panen sebelumnya.

Komitmen Baru

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan melakukan pertemuan di Argentina bersamaan dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) negara-negara anggota Group of 20 (G20).

Rencana tersebut membawa sentimen positif terkait dengan hubungan dagang antara kedua negara yang diperkirakan bakal membentuk kesepakatan untuk memperbaiki hubungan perdagangan.

Pemeritah AS berencana untuk mendorong komitmen dari China agar kembali melanjutkan impor kedelai, apapun hasil keputusan perdagangan kedua negara melalui pertemuan bilateral tersebut.

AS ingin mendorong kembali penjualan produk pertanian secara umum, tetapi mengutamakan pasar kedelai untuk jangka pendek ini.

Wakil Menteri Pertanian AS Steve Censky mengatakan bahwa apabila nanti ada kesepakatan dagang, maka penjualan kedelai akan menjadi bahasan utama apalagi komoditas itu menjadi salah satu yang menjadi target utama dalam perang dagang.

“Kami ingin meyakinkan bahwa pembicaraan perdagangan mendatang akan memasukkan topik soal komoditas pertanian, yang normalnya kami ekspor ke China dan telah terkena dampak besar dari balasan tarif dari China,” ujar Censky.

Censky sebelumnya mengepalai Asosiasi Kedelai Amerika, mengatakan bahwa Presiden Trump siap mengejar komitmen tinggi pembelian kedelai oleh China, karena ingin memastikan bahwa Beijing bakal kembali membuka keran impor.

Censky juga menyebut bahwa tindakan China, yang menaruh tarif pada kedelai AS sangat strategis, termasuk dalam niatnya merugikan Trump yang perpolitikannya mendapat dukungan penuh dari sektor pertanian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jelang Hari Kesiapsiagaan Bencana, BPBD DIY Siapkan Rangkaian Kegiatan untuk Tingkatkan Kesadaran Masyarakat

Jogja
| Jum'at, 19 April 2024, 13:37 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement