Advertisement
Infrastruktur Minim, Startup B to B Kurang Berkembang

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Masih minimnya infrastruktur teknologi yang dimiliki oleh Indonesia membuat perusahaan berbasis teknologi yang mengakomodir kebutuhan business to business atau B to B masih jarang ada. Padahal peluang bisnis dari sektor ini masih sangat banyak yang belum tergarap dengan baik.
CCO Mbiz.co.id, Andik Duana Putra mengatakan di Indonesia banyak perusahaan berbasis terknologi atau biasa disebut startup yang sifatnya business to consumer (B to C). Mereka menyediakan kebutuhan masyarakat baik barang maupun jasa melalui platform teknologi yang mereka bangun sehingga barang dan jasa tersebut langsung dapat dibeli oleh konsumen. Contohnya makin menjamurnya marketplace di Indonesia yang menyediakan fesyen hingga jasa bersih-bersih rumah.
Advertisement
Startup berbasis sistem B to C semacam ini menurut Andik menerapkan mekanisme yang lebih simpel. Pasalnya seluruh transaksi barang dilakukan secara bebas antara penjual dan pembeli. Perusahaan penyedia platform hanya bertindak sebagai jembatan antara dua belah pihak, mereka menyediakan sarana agar pembeli dan penjual dapat bertemu dengan lebih mudah. "Verifikasi penyedia barang atau penjual relatif simpel, semua bisa berjualan dan semua bisa beli," katanya kepada Harian Jogja, Senin (28/1).
Sementara startup yang berbasis sistem B to B di Indonesia jumlahnya baru sekitar 10% saja. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan negara-negara lainnya. Tiongkok misalnya yang mencapai 37 kali lipat jumlahnya dan Korea yang 52 kali lipat dibandingkan Indonesia. Andik menuturkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi startup B to B belum berkembang di Indonesia. Di antaranya negara-negara lain relatif lebih dulu mengadopsi teknologi digital, sementara Indonesia kini baru gencar-gencarnya menyosialisasikan perubahan menuju Revolusi Industri 4.0 yang berbasis digital.
Faktor lainnya karena tengah menyesuaikan diri, infrastruktur teknologi yang dimiliki Indonesia belum selengkap negara lainnya. Hal itu menurut Andik juga berkaitan dengan dukungan pemerintah atas perkembangan teknologi dan industri yang harusnya memang berjalan secara beriringan. Andik menjelaskan kewenangan pembangunan infrastruktur ada di pemerintah. Padahal swasta sangat tergantung akan ketersediaan infrastruktur teknologi tersebut.
"Paling simpel soal jaringan Internet. Perusahaan swasta tentu butuh koneksi yang stabil untuk dapat menjalankan bisnisnya tetapi jika di daerah [terpencil] sinyal masih on off tentu bisnisnya tak akan berjalan lancar. Maka sinergi antara stakeholder dengan penyedia jasa ini harus terus didukung. Selain itu, setelah ada Internet tentu implementasi tak bisa langsung. Masyarakat harus dikenalkan dengan wawasan baru akan teknologi ini. Ini juga butuh waktu," katanya.
Namun Andik juga mengapresiasi langkah pemerintah yang kini terus beradaptasi dengan teknologi dalam menjalankan birokrasi pemerintahan. Contohnya penerapan e-katalog dalam sistem pengadaan barang dan jasa di tingkat pemerintah. Hal ini menurutnya bisa menjadi salah satu cara untuk mengubah perspektif mereka yang berada dalam birokrasi pemerintahan terhadap teknologi. Mereka akan terbiasa untuk bekerja secara transparan dan akuntabel terkait pengadaan barang dan jasa. Sehingga transformasi menuju penerapan Revolusi Industri 4.0 bisa terus dikejar.
"Transformasi tak hanya melulu soal infrastruktur berupa fisik tetapi juga SDM (sumber daya manusia). Dengan sistem yang mulai diterapkan, pemerintah secara tidak langsung sudah mendidik SDM yang ada. Swasta tinggal melanjutkan karena kini bisnis B to B juga mulai banyak yang melirik," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Sri Mulyani Ungkap Saldo Akhir APBN 2024 Sebesar Rp457,5 Triliun
- Harga BBM Non Subsidi di Jogja Naik per Juli 2025, Pertamax Kini Rp12.500 per Liter
- Semarakkan Solo Raya Great Sale 2025, Ada Diskon Tarif Kereta Api 10 Persen, Ini Daftarnya
- Penuhi Syarat Keselamatan Terbang, Garuda Indonesia Buka Lagi Rute Jakarta-Doha
- Kecurangan Beras Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun harus Ditindak
Advertisement

Cegah Kawasan Kumuh, DPUPKP Bantul Terapkan WebGIS di Tiga Kapanewon Wilayah Pantai Selatan
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Ekonom UGM Dukung Pajak E-commerce, Ciptakan Keadilan Pengusaha Daring dan Luring
- Libur Panjang Tahun Baru Islam, PHRI DIY Sebut Hotel Ramai hingga 4 Hari
- TikTok Akan Dibeli Orang Kaya di AS, Begini Respons Pemerintah China
- Kelola Sampah Sepenuh Hati, Bisnis Hotel Semakin Berseri
- Semarakkan Liburan Sekolah, MORAZEN Yogyakarta dan Waterboom Jogja Gelar Lomba Mewarnai
- Update! Harga Bahan Pangan Selasa 1 Juli 2025
- Pakar Energi UGM Sebut Kenaikan Harga BBM Non Subsidi Sudah Tepat
Advertisement
Advertisement