Advertisement
Merayakan Imlek dengan Barongsai

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Tahun Baru Imlek yang jatuh pada Selasa (5/2) lalu dirayakan dengan meriah di berbagai tempat, termasuk di Jogja. Selain bersembahyang di kelenteng, kini masyarakat Tionghoa merayakan Imlek dengan meriah. Hampir seluruh pusat berbelanjaan menampilkan barongsai, tari tradisional rakyat Tiongkok yang sudah ada sejak abad 3 SM. Sebuah kesenian rakyat yang bermula dari kisah mitologi pada masa Dinasti Tang (618 – 906).
Salah satunya Jogja City Mal yang menampilkan barongsai reguler, tonggak dan LED. Ribuan penonton tumpah ruah di area atrium dan drop off Jogja City Mal, menyaksikan atraksi barongsai yang diadakan pada siang hingga malam hari atau pukul 14.00 WIB, 15.00 WIB, 17.00 WIB, dan 19.00 WIB. Para pengunjung baik tua maupun muda seringkali memekik takjub saat pemain barongsai tonggak berakrobat di atas tiang-tiang pancang yang tinggi. Tabuhan kendang dan genderang, juga simbal, alat-alat musik khas Tiongkok membuat suasana amat riuh dan sekaligus mengairahkan. Mereka bahkan setia menunggu hingga malam untuk menyaksikan aktraksi penutup, yakni barongsai LED. Kostum barongsai dihiasi dengan lampu LED yang berkerlap-kerlip sehingga lebih menambah semarak suasana.
Advertisement
Public Relations Officer JCM, Mimi Jamilati mengakui pertunjukan barongsai kali ini memang berbeda dan unik. Terutama barongsai LED yang tergolong baru. Kostum barongsai yang dipasangi lampu-lampu LED bettujuan agar saat bergerak makin menarik dan atraktif. "Ada maskot juga yang kami hadirkan untuk membagikan amplop angpau, sehingga bagi pengunjung yang ingin memberi angpau pada barongsai, tinggal mengisinya saja. Karena memberi angpau dianggap sebagai sebuah doa keberuntungan," ujarnya.
Salah satu pengunjung yang hadir menonton, Mayapada mengaku sudah beberapa kali menonton barongsai reguler. Namun untuk barongsai tonggak dan LED baru disaksikannya saat ini. "Menarik banget. Apalagi pas dua pemain barongsai berdiri di satu tonggak yang sama, bikin deg-degan. Trus atraksinya juga menarik, bagi-bagi jeruk. Seru," ujarnya.
Meski sudah ada sejak lama dan dipentaskan pada kesempatan pesta atau perayaan tradisional Tionghoa seperti Imlek dan Cap Go Meh, tak mengherankan jika belum banyak masyarakat yang belum familier dengan kesenian satu ini. Pasalnya pada masa Orde Baru, kesenian ini dilarang dengan meruncingnya sentimen atas etnis Tionghoa. Padahal berdasarkan beberapa sumber akademis, kemungkinan barongsai muncul dan berkembang di Indonesia pada masa keemasan ketika warga Tionghoa masuk dalam kategori penduduk Hindia Belanda golongan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen). Pada masa kolonial, para imigran Tionghoa tersebut sudah cukup mapan untuk mengadakan pertunjukan barongsai. Bahkan pada masa itu barongsai menjadi bagian dari kegiatan di kelenteng-kelenteng yang tersebar di pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Sebab saat itu pertunjukkan barongsai masih erat kaitannya dengan tradisi dan upacara keagamaan.
Namun sayangnya etnis Tionghoa tersingkirkan pada masa Orde Baru melalui Keputusan Presiden No.14/1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Etnis Tionghoa tak dapat mengekspresikan identitas kultural dan agama mereka dengan bebas. Hal itu berakhir sejak jatuhnya kepemimpinan Suharto pada Mei 1998 dan terjadinya Peristiwa Mei 1998 berupa penjarahan dan pembakaran toko-toko milik etnis Tionghoa.
Kemarahan dan frustrasi akibat Peristiwa Mei itu mendorong reformasi besar-besaran setelah Suharto dilengserkan. Bersama dengan kelompok-kelompok lain, kelompok etnis Tionghoa juga menuntut diakhirnya otoritarianisme di Indonesia sekaligus membebaskan diri dari kungkungan peraturan yang diskriminatif. Salah satu ekspresi yang muncul adalah melalui pertunjukan budaya barongsai. Permainan barongsai mulai dimainkan lagi di beberapa tempat. Tapi baru pada 2000, barongsai secara resmi boleh dipentaskan yaitu sejak Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) mencabut peraturan diskriminatif era Orde Baru dengan mengeluarkan Keputusan Presiden No.6/2000 tentang Pencabutan Inpres No.14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dengan begitu bisa dipahami, di Indonesia barongsai tak hanya semata-mata kesenian yang dipentaskan pada acara-acara perayaan tetapi juga merupakan ekspresi identitas etnis Tionghoa yang lama dikekang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Prabowo Sebut Lahan KAI Bisa Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah
- KKP Targetkan Indonesia Stop Impor Garam pada 2027
- Pengusaha Rokok Berharap Tidak Ada Kenaikan Cukai Tahun Depan
- Domain dot id Tembus 1,3 Juta Pengguna, Buka Peluang Ekonomi Baru
- Harga Minyak Mentah RI, Agustus Turun Jadi 66,07 dolar AS per barel
Advertisement

Paket Wisata dan Produk Kreatif Disiapkan di Bantul Selatan
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Impor Komoditas Etanol Akan Dibatasi, Ini Tujuannya
- Kucuran Rp200 Triliun Himbara Perlu Diimbangi Kemudahan Usaha
- Harga Jual Emas Antam, UBS dan Galeri24 Hari Ini Kompak Naik
- Jelang Merger, Pelita Air Buka Rute Singapura-Jakarta Kelas Premium
- Kendalikan Konsumsi, Ekonom UGM Usul Cukai Rokok Sebaiknya Naik
- Harga Pangan Hari Ini: Beras Medium, Bawang, hingga Cabai Turun
- Kadin: Renovasi 500 Rumah Layak Huni Ditarget Selesai April 2025
Advertisement
Advertisement