Advertisement
Ini Alasan Perusahaan Indonesia Investasi di Ethiopia
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Perusahaan Indonesia berinvestasi di Ethiopia. Ada beberapa alasan yang mendasarinya.
Pertama, usia produktif sangat besar dari jumlah penduduk 112 juta jiwa, kedua terbesar di benua Afrika setelah Nigeria; kedua, stabilitas politik baik; ketiga, komitmen pemerintah tinggi; keempat, sumber energi murah; kelima, tenaga kerja murah.
Advertisement
Sementara itu, tantangan utama yang dihadapi investor dan pengusaha Indonesia serta dari negara lain adalah kesulitan mendapatkan mata uang asing.
Hal itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Kedutaan Besar RI (KBRI) Addis Ababa bersama sejumlah pimpinan perusahaan Indonesia dan perusahaan asing yang dipimpin orang Indonesia di Hawassa, 270 km selatan kota Addis Ababa, Jumat malam (8/11/2019).
FGD yang diadakan di Hawassa dihadiri antara lain oleh Rodolfo Angala, pimpinan perusahaan Sumbiri Intimate Apparel Plc., Iksan Santoso Supadi, pimpinan perusahaan TAL, Plc. serta pejabat dan staf KBRI Addis Ababa. Joseph Jaya Kumar, pimpinan Century Garment Plc. juga hadir diawal FGD.
“FGD ini diselenggarakan untuk kedua kalinya dengan pengusaha Indonesia di Ethiopia setelah sebelumnya diadakan di Addis Ababa dua bulan lalu. Tujuannya untuk menindaklanjuti Indonesia Africa Forum (IAF) yang diselenggarakan di Bali, April 2018 dan Indonesia Africa Infrastructure Dialogue (IAID) yang diadakan di Bali, Agustus 2019 lalu,” kata Duta Besar Al Busyra Basnur di Addis Ababa yang memimpin FGD tersebut sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Bisnis pada Sabtu (9/11/2019).
Saat ini terdapat lima perusahaan Indonesia di Ethiopia, nomor dua terbesar di benua Afrika setelah Nigeria. Perusahaan tersebut adalah PT Indofood/Salim Wazaran Yahya Plc., PT Sinar Ancol/Peace Success Industry Plc., Busana Apparel Group/Century Garment Plc. dan PT Sumber Bintang Rejeki/Sumbiri Intimate Apparel Plc. Sebanyak 150 orang warga Indonesia saat ini bekerja di dua perusahaan Indonesia dan satu perusahaan asing yang dipimpin orang Indonesia di Hawassa.
Bidang investasi asing yang sangat dibutuhkan Ethiopia saat ini adalah tekstil, garment, makanan bayi, obat-obatan dan vaksin.
Dalam 10 tahun terakhir, Ethiopia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi di sub-sahara Afrika. Bahkan sepanjang 2004 - 2017, pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen. Pada 2019 pertumbuhan ekonomi Ethiopia diperkirakan 8,6 persen, juga tertinggi di kawasan.
Selain investasi, banyak perusahaan Indonesia yang ingin melakukan kerjasama perdagangan dengan pengusaha Ethiopia. Namun, sebagian besar pengusaha Indonesia maupun Ethiopia belum mengetahui dengan baik potensi hubungan dan kerjasama ekonomi kedua negara.
Oleh karena itu, Selasa 22 Oktober 219, Duta Besar Al Busyra meluncurkan Indonesia-Ethiopia Business Connect (IEBC) ketika mengadakan pertemuan dan diskusi dengan Forum Perdagangan Indonesia Afrika di gedung SME Tower (SMESCO), Jakarta. IEBC bertujuan untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama pengusaha Indonesia dan Ethiopia melalui berbagai aplikasi media sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
- Kadin DIY: Pelemahan Rupiah Dongkrak Ekspor Bagi yang Bahan Bakunya Lokal
Advertisement
Produksi Padi Sleman Awal Tahun Ini Menurun, Palawija Relatif Stabil
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- IHSG Ditutup Melemah, Ini Tanggapan BEI DIY
- Kenaikan BI Rate 25 Basis Poin, Respon Kadin DIY: Keputusan Moderat
- Marvera Gunungkidul, Korban Penipuan Jadi Sumber Penghidupan
- Meraup Berkah dari Rumput Laut dan Tulang Ikan
- Hari Ini Harga Telur Ayam Terpantau Naik hingga Rp31 Ribu per Kilogram
- Per Maret 2024, APBN Surplus Rp8,1 Triliun
Advertisement
Advertisement