Advertisement

Pengetatan Anggaran Pemerintah Dinilai Picu Sepinya Hotel

Rika Anggraeni
Sabtu, 27 Desember 2025 - 18:17 WIB
Maya Herawati
Pengetatan Anggaran Pemerintah Dinilai Picu Sepinya Hotel Ilustrasi Hotel/ Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai penurunan tingkat hunian hotel sepanjang 2025 terutama dipicu pengetatan belanja pemerintah, bukan faktor cuaca ekstrem atau bencana, sehingga berdampak langsung pada melemahnya permintaan kamar di berbagai daerah.

Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran menyebut kontribusi pasar pemerintah terhadap industri perhotelan sangat besar, yakni berkisar 40%–60 persen, bahkan dapat mencapai 80 persen di sejumlah daerah. Kondisi ini membuat penurunan okupansi secara tahunan lebih dipengaruhi faktor kebijakan fiskal dibandingkan faktor eksternal lain.

Advertisement

“Terkait penurunan okupansi yang terjadi itu, paling utama bukan karena cuaca, bukan karena bencana, tetapi secara year-on-year penurunan okupansi atau kontribusi negatif pertumbuhan terjadi karena hilangnya pasar pemerintah,” kata Maulana kepada Bisnis.com, jaringan Harianjogja.com, Sabtu (27/12/2025).

Maulana menambahkan, hampir seluruh daerah di luar Pulau Jawa mengalami penurunan okupansi hotel, dengan rata-rata penurunan mencapai sekitar 5 persen sepanjang 2025.

Selain faktor belanja pemerintah, PHRI juga menilai melemahnya daya beli masyarakat turut memengaruhi kinerja industri perhotelan tahun ini, meskipun pemerintah telah mengeluarkan sejumlah stimulus seperti diskon tiket pesawat, potongan tarif tol, hingga kebijakan work from anywhere (WFA) pada 29–31 Desember 2025.

“Kalau kita bicara daya beli rendah, masyarakat tidak punya cukup uang untuk berwisata, ya tetap saja tidak berwisata. Upaya-upaya itu dilakukan agar ekonomi tetap bergerak. Tujuannya memang ke arah sana,” ujarnya.

Di sisi lain, Maulana menyoroti perubahan pola liburan masyarakat pascapandemi Covid-19. Wisatawan kini cenderung lebih fleksibel dalam menentukan waktu liburan dan memilih berangkat lebih awal sebelum puncak libur Natal dan Tahun Baru guna menghindari kemacetan dan lonjakan biaya perjalanan.

Kondisi tersebut membuat perhitungan tingkat hunian harian menjadi lebih dinamis dan tidak selalu mencerminkan kondisi akhir periode libur.

Industri pariwisata juga menghadapi tantangan tambahan berupa cuaca ekstrem, meski menurut PHRI faktor ini bukan menjadi penyebab utama. Namun, kondisi cuaca tetap memengaruhi keputusan wisatawan, terutama mereka yang berasal dari wilayah terdampak banjir, sehingga sebagian memilih membatalkan perjalanan.

Tantangan lain berasal dari tingginya biaya transportasi, khususnya penerbangan, yang masih menjadi kendala bagi wisatawan menuju daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Akibatnya, tingkat hunian tertinggi masih terkonsentrasi di wilayah Jawa, Sumatra, dan Bali, sementara daerah lain relatif lebih rendah.

Berdasarkan laporan harian PHRI, beberapa daerah seperti Yogyakarta mencatat tingkat hunian hotel yang lebih baik dibandingkan wilayah lain. Sebaliknya, sejumlah daerah seperti Makassar dan wilayah Sulawesi Selatan masih menunjukkan okupansi yang rendah.

Meski demikian, PHRI menegaskan bahwa seluruh angka tersebut masih bersifat proyeksi dan dapat berubah seiring dinamika selama periode libur akhir tahun 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Dua Awan Panas Guguran Terjadi di Merapi, Aktivitas Tetap Aman

Dua Awan Panas Guguran Terjadi di Merapi, Aktivitas Tetap Aman

Sleman
| Sabtu, 27 Desember 2025, 19:37 WIB

Advertisement

Menikmati Senja Tenang di Pantai Kerandangan Senggigi Lombok Barat

Menikmati Senja Tenang di Pantai Kerandangan Senggigi Lombok Barat

Wisata
| Kamis, 25 Desember 2025, 22:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement