Advertisement
Ini Kata Pengamat Soal Status Indonesia 10 Tahun Lagi

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Indonesia diprediksi akan menyandang status negara maju setidaknya 10 tahun. Proyeksi ini mengacu pada indikator ekonomi dan sosial sesuai hukum Countervailing Duty (CVD).
Ekonom Senior Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan Amerika Serikat (AS) hanya menggunakan indikator penilaian dari sisi ekonomi. Indonesia dianggap memiliki share ekspor lebih dari 0,5% di dunia serta menjadi salah satu anggota G-20. "Indonesia bisa jadi negara maju, tetapi kemungkinan baru 10 tahun lagi. Menurut saya, 10 tahun mendatang kondisi Indonesia akan membaik. Namun, hal itu harus dicapai dengan berbagai upaya," katanya saat konferensi pers dengan tema Salah Kaprah Status Negara Maju, Kamis (27/2).
Advertisement
Dia menuturkan parameter sebagai negara berkembang dari sisi ekonomi terlihat dari angka gross national income (GNI) per kapita di bawah US$12.375 [Rp174,1 juta], sedangkan realisasi 2018 hanya sebesar US$3.840 [Rp54,02 juta] tidak menjadi pertimbangan penting.
Meski demikian, Aviliani menganggap AS tidak mengacu pada parameter pembangunan sosial, seperti tingkat kemiskinan, angka kematian bayi, tingkat melek huruf orang dewasa, dan tingkat harapan hidup di Indonesia saat ini.
Yang jadi catatan, lanjutnya, penduduk dengan tingkat pengeluaran penduduk di bawah US$1,9 [Rp26.722] per hari di Indonesia mencapai 5,7% dan US$3,2 [Rp45.024] per hari sebanyak 27,3%.
"Sementara itu, negara berpendapatan tinggi [high economies] masing-masing sebesar 0,6 persen dan 0,9 persen. Gap-nya jauh sekali," imbuhnya.
Terkait dengan ekspor, Aviliani membenarkan share ekspor Indonesia terhadap total ekspor dunia pada 2018 mencapai 0,9%. Namun, dia menilai hal itu tidak cukup menjadikan Indonesia sebagai negara maju karena tidak didukung dengan indikator lain, seperti GNI per kapita atau indikator kesejahteraan lainnya.
Meskipun share ekspor Indonesia ke dunia mencapai 0,9%, peringkat ekspor RI justru melorot le level 29 pada 2018. Indonesia dan Turki juga mencatat kinerja ekspor terkecil di antara negara anggota G20 lain.
"Ekspor RI saat ini di bawah Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Peranan ekspor terhadap PDB [produk domestik bruto] baru mencapai 20-25 persen. Realisasi ini jauh tertinggal dibandingkan Vietnam yang sudah mencapai 105 persen dari PDB," ungkapnya.
Seperti diketahui, Indonesia dikeluarkan sebagai anggota negara berkembang dalam prinsip hukum CVD pada 10 Februari 2020. Amerika Serikat dan WTO beralasan share Indonesia dalam perdagangan dunia sudah di atas 0,5 persen dan menjadi anggota G20.
Dampaknya, pihak Amerika Serikat akan menyelidiki antisubsidi ke penyelidikan trade remedies lain, seperti antidumping pasca-beralihnya status RI dari negara berkembang menjadi negara maju.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Popularitas Mobil LCGC Merosot, Tak Lagi Terjangkau Kelas Bawah
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Jakarta Fair 2025 Berakhir, Transaksi Sentuh Rp7,3 Triliun
- Airlangga Sebut Tarif Impor AS 32 Persen untuk Indonesia Masih Nego
Advertisement

Sleman Panen 6,3 Hektar Lahan Pertanian Padi Organik Varietas Sembada Merah
Advertisement

Berwisata di Tengah Bediding Saat Udara Dingin, Ini Tips Agar Tetap Sehat
Advertisement
Berita Populer
- Ribuan Dapur Umum Sudah Terbentuk, Pemerintah Antisipasi Defisit Ayam dan Telur
- Harga Emas di Pegadaian Hari Ini Kompak Naik
- Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini, Selasa 15 Juli 2025
- Harga Pangan Hari Ini: Cabai Rawit Rp67.171/Kg, Bawang Merah Rp40.943/Kg
- Asita DIY Catat Kunjungan Wisata Saat Libur Sekolah Naik 10-15% Dibanding Tahun Lalu
- Selama Libur Sekolah 1,2 Juta Penumpang Gunakan KA Jarak Jauh di Daop 6 Yogyakarta
- Penjualan LCGC Turun Drastis hingga 50 Persen, Pakar: Akibat Regulasi dan Harga yang Semakin Tinggi
Advertisement
Advertisement