Advertisement
Pengusaha Hotel Pilih Setop Penambahan Kamar Karena Alasan Ini
Ilustrasi pembangunan hotel - JIBI
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pengusaha hotel memutuskan untuk menunda ekspansi atau menambah kamar hotel tahun ini. Upaya ini untuk meredam efek ekonomi global yang tak dapat diprediksi.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan keputusan itu dikarenakan masih terjadinya oversupply kamar hotel yang tidak berbanding lurus dengan okupansinya.
Advertisement
“Kalau sekarang ini melambat. Sejak 2017 sudah melambat sebetulnya orang bangun hotel. Saat ini orang lebih konservatif, posisinya sedang mengerem. Ini karena faktor ekonomi global dan oversupply, jadi orang ngapain juga investasi hotel dengan situasi seperti ini tidak menguntungkan,” jelas Hariyadi, Minggu (1/3).
Dalam hal ini, Hariyadi mengatakan penundaan itu dilakukan sampai akhir tahun 2020 ini. “Kondisi saat ini lebih pada penyelesaian hotel yang sedang tahap pembangunan,” imbuhnya.
Ada beberapa masukan dari PHRI kepada pemerintah untuk menyehatkan kelesuan industri hotel saat ini. Pertama, pemberian insentif pemerintah untuk mendorong bergeraknya wisatawan dalam negeri dengan memberikan subsidi ke maskapai agar tiket pesawat menjadi turun harganya dianggap sudah tepat.
“Pada 2018, wisata domestic (wisdom) ada sebanyak 303 juta orang, 2019 turun 20 juta orang gara-gara tiket mahal. Intinya wisatawan nusantara berpotensi mengurangi kerugian karena turunnya wisman gara-gara Virus Corona. Insentif tersebut harus segera di eksekusi jangan terlambat karena birokrasi.”
Kedua, dia menyarankan agar agenda meeting incentive convention exhibition (MICE) pemerintah diupayakan dilakukan sekarang, jangan ditunda ke semester II/2020. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mengalihkan MICE ke Indonesia terutama yang semula akan diselenggarakan di Singapura, Thailand dan Malaysia.
“Ketiga, pelaku usaha pariwisata dan airlines harus membuat paket wisata dalam negeri yang variatif dengan harga kompetitif (hot deals) selama 2020. Keempat, pemerintah dan pelaku usaha pariwisata harus fokus ke negara-negara yang tidak bermasalah dengan frekuensi penerbangannya ke Indonesia.”
Kelima, pemerintah harus menyediakan anggaran promosi dan penggunaannya harus koordinasi dengan pelaku usaha pariwisata agar efektif dalam penggunaan anggaran dan tepat sasaran pasarnya.
Sebagai informasi, hasil perhitungan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) mencatat, rata-rata okupansi hotel pada 2019 kemarin mencapai 53,80% lebih rendah dibandingkan 2018 yang mencapai 58,75% dan 2017 yang mencapai 56,69%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penjualan Tiket Kereta Api Jarak Jauh Melonjak hingga Jutaan Kursi
- Pendapatan Box Office Disney 2025 Tembus Rp100 Triliun
- Harga Pangan Nasional di Hari Natal: Cabai hingga Telur
- Upah Minimum Naik, Industri Tekstil Waspadai PHK dan Otomatisasi
- Harga Emas Antam Naik Rp11.000, Kini Rp2.502.000 per Gram
Advertisement
Advertisement
Menyusuri Sungai Sekonyer, Gerbang Wisata Orang Utan Tanjung Puting
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




