Advertisement
Proyeksi Penerimaan Pajak Makin Buruk

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Tren memburuknya kinerja ekonomi tahun 2020 yang diproyeksikan di kisaran angka minus 1,7% -minus 0,6% turut mempengaruhi prospek penerimaan pajak tahun ini.
Proyeksi paling optimis penerimaan pajak tahun ini akan berada di angka minus 11%, sementara proyeksi paling pesimistis berada di kisaran minus 14 persen.
Advertisement
Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar memaparkan bahwa indikasi pelebaran outlook penerimaan pajak itu bisa dilihat dari realisasi penerimaan pajak per Agustus kemarin.
Penerimaan pajak Agustus 2020 yang terkontraksi hingga 15% menunjukkan bahwa proses pemulihan ekonomi belum berjalan optimal. Sektor- sektor yang memiliki kontribusi ke penerimaan pajak paling besar justru semakin rontok.
"Proyeksi saya sih, untuk tahun ini pajak bisa -11% sampai -12% dari tahun lalu. Dengan asumsi kuartal IV/2020 kondisi membaik," kata Fajry, Kamis (24/9/2020).
Sektor manufaktur misalnya, dengan kontribusi ke penerimaan pajak hampir 30% pertumbuhannya terkontraksi hingga 16 persen. Sektor perdagangan juga mengalami nasib serupa yakni di kisaran minus 16,4%.
Selain itu, menurut Fajry, data penerimaan kemarin yang menkhawatirkan terlihat dari dua sektor, keuangan dan properti, selain transportasi. "Ini dampak pandemi ternyata begitu besar bagi kedua sektor ini, terlihat dari sektoral dan penerimaan PPh final yang trennya terus menurun month to month," jelasnya.
Adapun data APBN per Agustus 2018 menunjukkan hampir semua penerimaan pajak mengalami kontraksi dibandingkan tahun 2019. Penerimaan PPh migas tercatat minus 45,2%, PPh nonmigas minus 15,2% dan PPN minus 11,6%.
Sejauh ini outlook sementara penerimaan pajak versi pemerintah berada di kisaran minus 10%. Namun outlook penerimaan tersebut berpotensi kembali melebar seiring pengumuman terbaru terkait proyeksi ekonomi yang berpotensi tumbuh minus 1,7% sampai minus 0,6%.
Dalam catatan Bisnis, khusus tahun ini outlook penerimaan pajak yang beredar berada di minus 10% (versi pemerintah)-14% atau dari kisaran Rp1.198,8 triliun – Rp1.146,13 triliun.
Jika skenario minus 10% yang terjadi dan dengan asumsi belanja serta komponen penerimaan di luar pajak sesuai ekpektasi pemerintah, maka defisit anggaran pada 2020 tetap di kisaran 6,34% dari produk domestik bruto.
Sebaliknya, jika skenario realisasi penerimaan pajak minus di level 14% dan asumsi belanja optimal serta penerimaan di luar pajak terealisasi, maka defisit pembiayaan APBN 2020 bisa saja di atas 6,34%. Tentunya angka ini tergantung dengan pencapaian atau kinerja anggaran sampai dengan tutup buku nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Upaya OJK DIY Tekan Gap Literasi dan Inklusi Keuangan yang Masih Lebar
- Setoran Dividen BUMN untuk APBN Dialihkan ke Danantara, Kementerian Keuangan Putar Otak
- Nilai Investasi Pabrik Kendaraan Listrik di Indonesia Tembus Rp15,1 Triliun
- Asosiasi E-Commerce Diajak untuk Mencegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar
- Serapan Tenaga Kerja DIY Capai 34.950 Orang dalam Setahun
Advertisement

Kulonprogo Tunggu Juknis Terkait Transmigrasi Pola Baru, Syaratnya Wajib Ikut Komcad TNI
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Tenaga Kerja 1,6 Juta Orang Diprediksi Bisa Terserap ke Koperasi Merah Putih
- Distribusi LPG 3 Kg Bakal Diawasi Badan Khusus
- Wakil Menteri Koperasi Tuding IMF Jadi Penyebab Tumbangnya Koperasi Unit Desa
- Pertumbuhan Kredit dan Tabungan di Bank Syariah Melambat
- Harga Bahan Pangan Hari Ini Minggu 11 Mei 2025, Bawang Merah Rp39 Ribu hingga Cabai Rpp51 Ribu
Advertisement